Setelah dua hari tidak masuk kuliah, akhirnya Ivanka kembali ke kampus ketika keadaannya sudah benar-benar membaik.
Saat melepas helm dan berniat turun dari motor, tiba-tiba ada motor kawasaki ninja berwarna hitam datang dan parkir di sebelah motor Ivanka.
Wanita lain mungkin sudah mencuri pandang ke arah orang tersebut, karena penampilannya tampak keren. Tetapi Ivanka justru pergi begitu saja meninggalkan parkiran tanpa merasa penasaran sama sekali dengan laki-laki pemilik motor ninja itu.
"Ivanka!"
Ivanka menoleh ke belakang ketika ada seseorang yang memanggilnya.
"Ah, Kak Niko. Kenapa, Kak?" tanya Ivanka ringan.
Niko meletakkan helm, lalu turun dari motor. Dia kemudian berjalan menghampiri Ivanka. "Kamu sudah sembuh?" tanyanya dengan nada suara halus.
"Ya beginilah, Kak. Udah nggak panas, sih. Tapi badannya masih berat," jawab Ivanka.
"Kamu nggak perlu kuliah dulu kalau memang masih sakit," tutur Niko perhatian.
"Sebenarnya aku udah sehat, Kak. Badan aku berat karena aku males berangkat kuliah," ungkap Ivanka sembari cengengesan.
Niko tanpa sadar tersenyum karena senang mengobrol dengan Ivanka yang humoris.
"Oh iya, Mei bilang Kakak nyariin aku. Kenapa?" tanya Ivanka.
"Emm, nggak pa-pa. Cuma mau tanya aja, soalnya hari itu kamu nggak kelihatan," jawab Niko.
Ivanka menaikkan alisnya sebelah ke atas.
Apa mungkin Niko sering memperhatikannya? Jika tidak, tidak mungkin Niko menyadari jika hari itu ia tidak masuk kuliah. Dan lagi, ia tidak terlalu dekat dengan Niko sampai pria itu harus menanyakan kabarnya.
"Oh."
"Ya udah, Kak. Aku duluan, ya?" pamit Ivanka.
"Ee, tunggu!" cegah Niko.
Langkah Ivanka terhenti.
"Hari Minggu kamu ada acara nggak?" tanya Niko.
"Nggak ada, sih. Aku biasanya hari Minggu cuma di kosan aja," jawab Ivanka.
"Aku ada dua tiket film. Kalau kamu nggak sibuk, aku mau ajak kamu nonton," ujar Niko.
"Kenapa ngajak aku? Kayaknya Kakak punya temen cewek banyak," tanya Ivanka tanpa basa-basi.
"Kamu orangnya kelihatan asik, jadi aku pingin coba berteman sama kamu," sahut Niko.
Wah, bener. Dia sering mantau gue. Nggak mungkin dia bisa bilang gue asik kalau nggak pernah merhatiin gue. Apalagi gue juga nggak pernah ngobrol sama dia sebelumnya. Batin Ivanka.
"Aku sih nggak sibuk," ujar Ivanka ringan.
"Berarti mau?" tanya Niko memastikan.
"Tapi bukannya Kakak sibuk banget, ya? Soalnya kalau Presma kan banyak kegiatan kampus," tanya Ivanka.
"Aku hari Minggu free, makanya aku mau ajak kamu pergi," ungkap Niko.
Ivanka terdiam tampak sedang berpikir.
"Kalau kita jalan berdua ada yang marah nggak?" tanya Ivanka.
Niko menaikkan alis ke atas sebelah. "Memangnya siapa yang akan marah?"
"Fans Kakak, atau pacar Kakak mungkin," ucap Ivanka.
"Aku nggak punya pacar, jadi jangan khawatir. Nggak akan ada yang peduli kalau kita jalan bareng," ujar Niko tenang.
"Emm, oke, deh. Aku juga bosen di kosan terus," kata Ivanka setuju.
Sudut bibir Niko mengembang ke atas membentuk senyuman lebar.
"Kalau gitu, boleh minta nomer w******p kamu?" tanya Niko.
"Biar aku bisa hubungin kamu," imbuhnya.
"Oh, oke." Ivanka membuka tas berniat mengambil ponsel untuk melihat nomor teleponnya.
Setelah Ivanka memberikan nomor telepon, Niko segera menyimpannya. "Nanti aku chat, ya?"
"Siap," sahut Ivanka.
"Oh iya, nanti sekalian share lokasi alamat kosan kamu juga. Hari Minggu aku jemput," kata Niko memperingatkan.
"Tapi kosan aku jauh, Kak. Nggak pa-pa?"
"Nggak pa-pa, kasih aja alamatnya," sahut Niko tidak keberatan.
"Yakin?" tanya Ivanka memastikan.
Niko mengangguk. "Aku yang ngajak kamu. Jadi aku juga harus siap jemput kamu walaupun jaraknya jauh."
"Ya udah," sahut Ivanka.
"Kalau gitu, aku pergi dulu," imbuhnya.
"Bareng aja, lagian arah kita sama," ujar Niko.
"Aku nggak langsung ke kelas, Kak. Aku mau gabung sama temen-temen dulu," sahut Ivanka.
"Temen-temen cowok kamu itu?" tanya Niko dengan nada suara yang sulit dijelaskan.
Ivanka mengangguk.
"Oh, oke," ucap Niko singkat.
Ivanka pun berlalu pergi meninggalkan Niko setelah berpamitan.
"Dia gampang akrab banget sama orang. Pasti yang deketin dia juga banyak," gumam Niko menatap Ivanka dari belakang.
"Bisa nggak ya aku dapetin dia?"
*****
"Dokter Arthur," panggil Sandra saat melihat Arthur memasuki rumah sakit.
Arthur menoleh ke belakang, dan mendapati Sandra tengah berjalan ke arahnya.
"Baru berangkat juga?" tanya Arthur.
"Iya, barusan sampai," jawab Sandra ramah.
"Gimana keadaan Epril?" tanyanya perhatian.
"Alhamdulillah, dia sudah sembuh," jawab Arthur.
"Syukurlah kalau begitu. Saya ikut senang dengarnya," ujar Sandra tersenyum.
Arthur membalas senyuman Sandra. Lalu setelah itu, dia pamit pergi ke ruangannya.
"Emm, Dok," panggil Sandra membuat Arthur membalik tubuhnya ke belakang.
"Apa saya boleh mengajak Epril pergi jalan-jalan?"
"Maksud saya kalau keadaan Epril sudah benar-benar kuat. Kalau dia masih agak lemah, saya tidak akan memaksa," sambungnya menjelaskan.
"Boleh saja. Lagipula dia sudah bisa masuk sekolah dan main seperti biasanya. Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan," sahut Arthur.
"Dan Epril juga pasti senang di ajak pergi," imbuhnya.
Senyuman di wajah Sandra semakin lebar.
"Nanti saya akan bilang ke Epril," ujar Arthur.
Sandra mengangguk. Lalu setelah itu, mereka berdua pergi ke ruangan masing-masing.
Siang harinya, Arthur sengaja tidak keluar dari ruang kerjanya karena tengah menunggu seseorang.
Namun sesaat kemudian, pria itu tiba-tiba tersadar jika orang yang dia tunggu kini tidak pernah lagi datang menemuinya. Suara tawa cemprengnya sudah lama tak pernah lagi terdengar.
Arthur melihat sekeliling ruang kerjanya yang tampak sepi. Pikirannya tiba-tiba melayang jauh pada saat Ivanka masih sering menemuinya.
"Pak Dokter!" panggil Ivanka ceria ketika membuka pintu ruang kerja Arthur.
Arthur tersentak kaget saat mendengar suara Ivanka dan wajah wanita itu yang tiba-tiba muncul. Pria itu kemudian mengembuskan napas berat seakan tidak menyukai kedatangan Ivanka.
Ivanka berjalan ke arah Arthur dengan penuh semangat.
"Aku bawain Pak Dokter makan siang," ungkapnya riang sembari menunjukkan kotak makan yang dibawanya.
"Sudah berapa kali saya bilang? Kamu nggak perlu bawain saya makan siang. Saya bisa beli nanti di kantin," tukas Arthur datar.
"Ini aku masak sendiri, loh. Malah lebih sehat daripada beli," ujar Ivanka.
"Saya lebih suka beli," pungkas Arthur singkat.
"Pak Dokter jangan sering-sering beli makanan di luar, nggak sehat," kata Ivanka perhatian.
"Ini ya dimakan," imbuhnya sembari meletakkan kotak makan di atas meja.
"Aku harus balik ke kampus lagi, nggak bisa lama-lama di sini. Tapi tenang, besok aku pasti datang lagi, kok."
"Jangan kangen ya kalau aku tinggal pergi?" godanya sembari cengengesan.
"Dadah, Pak Dokter." Ivanka melambaikan tangan sebelum melangkah pergi dari ruangan Arthur.
Namun belum sempat dia membuka pintu, langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar ucapan Arthur.
"Kamu tidak perlu lagi datang ke sini hanya untuk memberi saya bekal makan siang. Saya tidak bermaksud menyakiti kamu dengan perkataan saya. Tapi jujur, saya merasa sangat terganggu dengan keberadaan kamu. Jadi saya harap, untuk kedepannya kamu tidak akan menemui saya lagi," pungkas Arthur tegas.
Ivanka hanya berdiam diri membelakangi Arthur dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Tetapi sedetik kemudian, dia menoleh ke belakang sembari menunjukan deretan gigi putihnya yang rapi. "Nggak mau, wlek," ujarnya menjulurkan lidah seperti anak kecil.
Setelah itu, dia langsung keluar dari ruang kerja Arthur.
Arthur memijat pelipisnya sembari membuang napas berat karena benar-benar frustasi menghadapi Ivanka.
Sesaat setelah Ivanka pergi, datanglah rekan kerja Arthur.
Arthur pun memberikan bekal makan siang dari Ivanka kepada rekan kerjanya itu.
Tanpa Arthur sadari, Ivanka masih berada di depan pintu dan mengetahui hal tersebut.
Arthur menghela napas berat. "Apa yang aku pikirkan? Seharusnya aku senang dia nggak datang lagi," gumamnya saat tiba-tiba mengingat Ivanka.
Ceklek
Arthur sontak menengadah dan melihat ke arah pintu. "Kamu dat-" Pria itu tidak melanjutkan ucapannya ketika melihat orang yang datang ternyata bukanlah Ivanka.
"Dokter Arthur masih sibuk?" tanya Sandra lembut.
"Ah, tidak. Saya sudah selesai," jawab Arthur memaksakan senyumnya karena ada sesuatu yang mengganjal di hati.
"Ayo makan siang bareng," ajaknya ceria.
"Iya, sebentar." Arthur membereskan meja, lalu berlalu pergi dari ruang kerjanya bersama dengan Sandra menuju kantin.
TBC.