Di dalam kamar mewah bergaya eropa, Tania duduk di tepi ranjang, menatap ke dinding dengan pandangan kosong. Helaan napasnya terdengar berulang, seolah mengusir bayang-bayang yang menghantui pikirannya. Suara langkah kaki Ken, suaminya, membuatnya terjaga dari lamunan. “Kenapa kamu melamun?” suara Ken, berat dan penuh ketidakpuasan, memecah keheningan. Tania menoleh, berusaha menutupi perasaannya. “Aku… tidak apa-apa,” jawabnya pelan, meski hatinya berontak. “Tidak apa-apa? Kamu tidak terlihat baik. Apa yang sedang kamu pikirkan?” Ken melangkah lebih dekat, menarik pundak Tania dengan kasar. “Ken, aku…” Tania terdiam, pikirannya melayang kepada Kevin, pria yang selalu ada di benaknya. “Aku hanya memikirkan… Kevin.” “Kevin lagi?” Ken mendengus, wajahnya merah padam. “Sialan, Tania! Ken