Shaka harus pasrah tidur bersama Akbar, dipeluk layaknya guling dan sekali dua kali kena tampar atau tendangan anak remaja itu. Dia harus tahan karena tempat tidurnya sempit terlebih harus menampung dua orang laki-laki beda usia yang tinggi badannya tak jauh beda. Tengah malam, Shaka merasa tenggorokannya kering. Dia pun keluar dari kamar berniat untuk mengambil air ke dapur. Sesampainya di sana, dia menuju kulkas yang usianya sudah hampir satu dekade itu namun masih berfungsi dengan sangat baik. Segelas air tandas dia minum, setelahnya dia menghela napas lega. "Zivaa ...." "Apa?" Shaka melompat kaget sendiri mendengar sahutan dari belakang, dia menoleh dan mendapati Zivaa berdiri di ambang pintu tengah memperhatikannya. "Astaga, Zivaa!" desahnya lemas sambil mengurut d**a, jantungn