Ali membuka pintu rumah perlahan, berharap bisa masuk diam-diam tanpa diketahui. Tapi harapannya pupus seketika saat melihat Dini sudah duduk di ruang tamu dengan tangan bersedekap di d**a, wajahnya memerah menahan amarah yang siap untuk meledak. “Abi darimana?” suara Dini dingin, tapi tajamnya menusuk sampai ke tulang. Ali otomatis garuk-garuk kepala yang tak gatal. “Ehh… Abi dari meeting, Sayang. Habis itu, klien ngajak dinner. Pas Abi mau pamit pulang, mereka tahan terus. Ya… gini deh, pulangnya telat.” Dini berdiri, berjalan pelan mendekati suaminya, matanya menyipit penuh kecurigaan. Ia mengendus-endus tubuh Ali mencari jejak kebohongan dari mulut suaminya. “Kenapa kamu ngendus-ngendus kayak gitu? Kamu kangen aku, ya?” tanya Ali canggung. “Aku cuma mau tahu… ada parfum vanilla kh