Sudah dua bulan sejak kejadian memalukan itu. Nama Intan R. Pramesti masih menjadi bahan pencarian populer di media sosial. Video dirinya diarak mahasiswa, disiram air comberan dan telur busuk, masih berseliweran di mana-mana. Meski sudah mencoba menghapus semua jejak digital, dunia tak sebaik itu. Dering ponselnya berbunyi. Harapannya tumbuh sesaat, tapi kembali runtuh ketika membaca isi pesan: > “Maaf Bu Intan, setelah mempertimbangkan dengan pimpinan, kami belum bisa menerima Anda sebagai tenaga pengajar. Terima kasih.” Intan mengerang, lalu membanting ponsel ke sofa. “Astaga! Ini kampus ketujuh yang menolak aku!” gerutunya frustasi. Dia menatap cermin. Wajahnya masih cantik, tapi kusut. Bekas luka harga diri itu tidak tampak secara fisik, tapi batinnya babak belur. Ia yang dulun