CIUMAN

1110 Kata
Dipo mengerutkan bibirnya tanpa mengatakan sepatah katapun. Dia menatap di kejauhan, melihat putranya Dylan yang tengah asyik bermain bersama teman-temannya. Anak itu sesekali menoleh pada dipo melambaikan tangan kecilnya tersenyum begitu riang dengan sesekali gelak tawa terpatri di bibir merahnya. Sakit dan sesak, Dipo tidak bisa membayangkan bahwa beberapa tahun lalu anak kecil itu hampir tidak lahir karena kecelakaan yang menimpa sang ibu. Mila tidak peduli setelahnya, dia pamit pergi dengan alasan bahwa ada pekerjaan yang harus dia lakukan malam ini. "Pa! Pa! Temen-temen Dylan bilang pesawat Dylan paling bagus!" Anak itu berlari riang sambil memegang mainan pesawatnya, menghampiri sang ayah dengan sangat senang. "Oh, ya?" Dipo tersenyum, membungkuk untuk mengelus pucuk kepala putranya, "Enggak mau main lagi?" Dylan menggelengkan kepalanya, mengulurkan tangannya agar Dipo menggendong dia. Dipo tanpa basa-basi membawa Dylan kedalam gendongannya. "Gak boleh lama-lama, Pa. Nanti pesawatnya lusak. Tadi Dylan juga udah pinjemin Kiki sama Hadi aja, soalnya meleka juga pinjemin Dylan mainan waktu itu!" Dipo membawa Dylan kembali kedalam rumah. Hari sudah mulai gelap, anak itu memaksa Dipo untuk pergi mandi bersamanya. "Ma, kita mandi baleng yuk! Sama Papa juga," ajak Dylan dengan wajah polosnya. Luna melotot, tidak percaya jika Dylan mengajak ibunya mandi bersama! Hey, bukan, kah, anak itu hanya akan mengirim ibunya ke mulut serigala?! Tapi Luna tidak mengatakan itu, dia takut jika anaknya akan mengira dirinya adalah serigala dan ayahnya adalah putri yang cantik jelita. "Hum, mandi aja sendiri sana!" "Yaudah, ayo, Pa, kita mandi. Mama gak mandi, nanti bau!" "Heh siapa juga yang bau! Mama enggak mandi satu minggu pun tetep wangi, ya." Dipo diam-diam mengulum senyumnya, dia tidak bisa menahan perasaan bahagia melihat interaksi ibu dan anak itu. Dylan buru-buru masuk kedalam kamar mandi, dia takut ibunya akan memukul p****t kecilnya lagi. Luna duduk diatas sofa setelah masuknya ayah dan anak itu kedalam kamar mandi. Dia menghela nafas, berfikir apakah dia harus mengusir Dipo pergi dari rumahnya karena sudah malam? Dia menghela nafas sedikit. Beberapa saat kemudian, ayah dan anak itu keluar dari kamar mandi. "Mama! Dylan sama Papa udah mandi." Luna yang sedang fokus sontak saja tersadar. Ketika dia menoleh, dia tercengang melihat tubuh atletis Dipo yang hanya terbalut handuk pendek di area pribadinya. Luna menelan ludahnya, seketika ingat kejadian beberapa hari lalu ketika mereka mabuk. "Mama, bulung Dylan dingin!" Luna baru tersadar ketika putranya yang sedang berdiri telanjang sambil menangkup burung kecilnya dengan kedua telapak tangan, anak itu memprotes. Luna mengalihkan tatapannya, pipinya memerah karena pikiran m***m yang tiba-tiba datang. Dia membawa Dylan masuk kedalam kamar, membalurkan minyak kayu putih, bedak bayi lalu baru memakaikan anak itu pakaian. Setelah selesai berpakaian, Dylan berlari keluar dari kamar, dengan senang hati duduk di sofa sambil menonton acara kartun. Luna menghela nafas saat akhirnya selesai mengurus Dylan. Tapi ketika dia berbalik, tubuh gemuknya bertabrakan dengan d**a Dipo yang masih telanjang, pria itu berdiri tepat di belakang Luna. Luna hampir saja melupakan bahwa ada satu lagi pria yang harus memakai pakaian. "Kenapa enggak pake baju?" tanya Luna dengan gugup. Matanya sesekali melirik nakal abs perut Dipo. "Bajunya gak ada." Dipo mengulurkan tangannya, menyelipkan anak rambut Luna kebelakang telinga. Jantung Luna sudah berdetak tidak karuan. "Uh-kalau gitu–Hump?" Bibirnya tiba-tiba saja di serang, membuat Luna yang tidak siap gelagapan hampir kehabisan nafas. Dipo merasa bahwa setiap dia dekat dengan Luna, bibir wanita itu selalu menarik perhatiannya. Seperti sebuah ceri merah cerah yang baru saja di siram, kenyal dan berair. Ciuman yang Dipo berikan padanya bukan hanya lumatan semata, melainkan perang lidah yang membuat keduanya saling bertukar air liur dengan panas. Kepala Luna pusing, dia hampir mabuk kepayang dengan ciuman Dipo hingga Luna bahkan memejamkan matanya, membalas jeratan lidah pria itu. Suara kecipak basah dari ciuman terdengar nyaring. Namun walau begitu, tidak terdengar hingga keluar dari kamar karena suara kartun yang menyamarkan suara pergulatan panas lidah mereka. Kaki Luna melemas, entah sejak kapan keduanya sudah berbaring di tempat tidur dengan lidah yang masih terjerat bersama. Beberapa menit, Dipo menarik lidahnya, melepaskan tautan bibir mereka hingga benang tipis terjalin ketika dia menjauh. Luna terengah-engah, kedua tangan gemuknya mencengkram erat pundak Dipo. Ketika Luna menatap mata Dipo yang juga menatapnya, dia dapat melihat dengan jelas kabut gairah pada pria itu. Apalagi ketika pahanya bersenggolan dengan 'sesuatu' yang bangun dengan semangat dibawah sana. Luna hampir saja menjerit kaget ketika Dipo langsung menyumpal kembali bibirnya. Tapi kali ini bukan hanya bibir dan lidah yang bermain, melainkan tangan pria itu yang mulai meraba naik menjamah tempat-tempat tertentu. Antara ingin dan tidak ingin, Luna merasa bahwa bahkan setan dan malaikat di benaknya bekerja sama untuk menghasut dia supaya pasrah saja dibawah pria ini. Udara disekitar keduanya memanas, sentuhan dari kulit ke kulit membuat mereka berdua terengah-engah karena gairah. Tapi, mereka lupa satu hal. "MAMA! PAPA!" Dylan yang tadi anteng-anteng saja di ruang tv mulai penasaran mengapa sang ayah begitu lama di kamar. Anak itu berlari, masuk kedalam kamar dan melihat ibu dan ayahnya sedang bermain tanpa dia. Huh! Jadi dengan kecerdasannya, Dylan melompat naik keatas punggung ayahnya. "Aduh!" Dipo mengaduh karena terjangan tiba-tiba dari Dylan. Luna juga tersadar seketika, dia langsung menjauh dari Dipo. "Dylan juga pengen di cium! Hum," Kesal anak itu. Dipo mengusap pelipis, menurunkan Dylan dari punggungnya. "Kenapa Tadi Papa makan bibil Mama?" Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut sang anak, Luna langsung kabur karena dia tidak mau menjawab. Biarkan saja Dipo yang menjawab. "Itu–" Dipo juga bingung bagaimana dia harus menjawab. Dylan menatap mata sang ayah dengan mata penuh harap, wajah gemuknya begitu lucu di mata Dipo. "Kenapa, Pa?" "Tadi itu–" "DYLAN! MAMA BUKA ESKRIM, KAMU MAU ENGGAK?!" teriakan nyaring Luna terdengar dari luar kamar. Benar saja, mendengar kata eskrim, manik mata Dylan langsung berbinar, dia tidak peduli lagi dengan pertanyaan nya dan langsung berlari secepat kilat menemui ibunya. Dipo menghela nafas lega karena perhatian anak itu langsung teralihkan. Dipo mengenakan pakaian bekas tadi, lalu keluar dari kamar melihat ibu dan anak itu sedang fokus menonton tv sambil memakan eskrim. Dipo mendudukkan dirinya di samping Luna. Luna tidak berani menoleh, dia berpura-pura fokus menonton kartun padahal pikirannya di penuhi dengan ciuman panas tadi. Dipo juga melihat telinga wanita itu yang memerah, diam-diam tersenyum tipis. Dia dengan sengaja menyandarkan kepalanya pada pundak tebal Luna, membuat tubuh wanita itu seketika kaki karena kaget. "Wangi," komentar Dipo saat menghirup leher Luna. Karena terlalu gugup, Luna bahkan tidak menyadari bahwa tangan yang memegang eskrim gemetar. Jantungnya berdetak kencang seolah ingin meledak ditempat. "Mama, kalau enggak mau esklim nya buat Dylan aja!" Tanpa menunggu tanggapan sang ibu, Dylan mengambil eskrim yang menetes mencair dari tangan Luna. Luna juga tidak peduli, yang dia pedulikan sekarang adalah hatinya yang tidak aman. Apa-apaan pria ini! Kenapa seenaknya seperti ini padanya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN