ANDAI HARUS MEMILIH

1232 Kata
Ketika Sang ibu membukakan pintu untuk mereka lagi, Dylan berseru kegirangan. Anak itu dengan cepat menarik lengan sang ayah masuk, takut jika ibunya kembali menutup pintu. "Pa, ayo duduk disini, Pa!" Dylan menuntun Dipo untuk duduk di sofa kecil yang sudah kusam. Dipo juga menurut, dia duduk di atas sofa tanpa mengatakan sepatah katapun. Dylan lalu menatap sang ibu yang hanya berdiri diam. "Ma, Dylan ambil esklim buat Papa, ya? Kasian Papa aus." Luna mendengus. Dylan tertawa, menganggap dengusan ibunya adalah persetujuan. Anak itu lalu berlari ke dapur, meninggalkan Luna dan Dipo disana dengan suasana canggung. Luna harap-harap cemas, dia berharap Dipo mengatakan sepatah kata padanya. Namun harapannya musnah, nyatanya pria itu hanya diam, melihat kearah pintu dapur di mana Dylan sedang sibuk mencari hal-hal yang bisa dia sajikan untuk ayahnya. Tidak lama kemudian, Dylan kembali dengan sekotak s**u bubuk, dua eskrim dan sebungkus biskuit yang telah dibuka. Semua itu adalah hartanya, Dylan adalah anak yang baik dan akan membagikannya dengan sang ayah! "Pa! Dylan punya ini," ujar Dylan, memamerkan semua yang dia bawa pada Dipo. Di sudut matanya, Luna melihat pria itu tersenyum sangat lebar. "Makasih," ucap Dipo sambil mencium pipi gemuk Dylan. Dylan tertawa senang. Lalu membuka bungkus salah satu eskrim, menyodorkannya pada Dipo. "Dylan makan, Papa udah kenyang." Dylan lalu mengangguk, dengan senang hati Menjilati eskrim di tangannya. Ketika eskrim nya hanya tingga setengah, dia akhirnya menyadari tatapan ibunya yang hampir membuat kepalanya berlubang. "Mama mau?" Luna melihat eskrim yang sudah penuh air liur milik Dylan, mendengus pada anak itu. Hah! Ayah datang dan ibu terlupakan. Dylan tidak peduli, dia duduk di samping ayahnya dan terus mengoceh. Setelah eskrim habis, Dylan turun dari sofa menghampiri Luna yang sedari tadi hanya dia memperhatikan keduanya. "Ma, Dylan lapar!" "Kamu kan habis makan eskrim!" "Tapi enggak kenyang. Dylan pengen makan. Tuh pelut Dylan kempes!" Anak itu menekan perutnya, menunjukannya pada Luna. Luna menyentuh perut dylan, "Dari mana kempesnya. Orang buncit kayak gini. Yaudah, mau makan apa?" Luna mengeluarkan ponselnya, dia membuka aplikasi good food untuk memesan makan. Dylan berteriak senang, dia sudah mahir menggunakan aplikasi itu karena setiap Mila tidak datang untuk memasak karena sibuk, dia dan ibunya akan memesan good food. "Pa, Papa mau makan apa?" Dylan memperlihatkan ponselnya pada Dipo. Kening Dipo berkerut dengan tidak suka. Pria itu mengambil ponsel yang diberikan Dipo, lalu menatap Luna dengan tatapan biasa. "Kenapa Junk food?" tanya Dipo. Luna gelagapan, dia mendadak merasa bersalah karena selama ini hanya memberi makan putranya dengan makanan cepat saji. "Itu, cuma pas lagi males masak aja," kilah Luna sambil memalingkan wajahnya. Dipo menghela nafas, bangkit berdiri lalu berkata pada Dylan. "Dylan mau ikut Papa? Papa mau ke supermarket dulu." Dylan menggelengkan kepalanya. Dipo mengangguk, dia mengusap pucuk kepala Dylan lalu keluar dari rumah tanpa menatap Luna. Luna cemberut, merasa sedikit sedih di hatinya. Dia tau bahwa Dipo mungkin baik hanya karena ada Dylan, pria itu hanya menginginkan Dylan. Mendadak Luna menjadi takut, dia takut anaknya yang gemuk akan memilih pergi bersama Dipo ketika saatnya tiba. Luna menatap Dylan yang asik melihat mainan barunya. Dipo tidak akan mengambil Dylan, kan? Meskipun dia bukanlah ibu yang baik dan selalu di tegur oleh Mila karena memarahi anaknya, tapi Dylan sebesar ini juga karena dia, dia tidak rela Dylan pergi. Lun menghela nafas, duduk diatas sofa lalu memanggil Dylan, "Dylan." "Um?" Dylan fokus pada mainan hingga tidak menoleh. Luna tidak peduli, dia tetap mengatakan apa yang ingin dia katakan, "Kalau misalkan Papa ngajak Dylan pergi, Dylan mau gak?" Dylan akhirnya mendongak menatap Luna. "Mau! Pelignya nanti sama Mama juga, kan?" "Enggak, Dylan doang sama Papa berdua, Dylan mau gak?" "Kenapa? Kenapa cuma Dylan sama Papa doang? Kenapa mama enggak ikut?" "Um..." Luna berpikir sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya, "Papa enggak mau bawa Mama, cuma pengen bawa Dylan aja. Dylan mau?" Dylan cemberut menatap Luna. Bibir merah kecilnya mengerucut dengan sebal. "Mama jangan galak-galak! Nanti Papa enggak mau bawa Mama juga." "Siapa juga yang galak!" sebal Luna pada putranya. "Mama! Mama galak telus, nanti Papa ninggalin kita!" "Kalau Papa ninggalin kita itu pasti kamu yang gendut!" Luna dengan kesal memukul p****t anak itu. Dylan menangis, ketika Dipo datang membuka pintu, anak itu langsung menerjang ayahnya sambil menutupi pantas kecilnya. "Papa, huhuhu." Dipo meletakan plastik belanjaannya, lalu berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Dylan. Ketika tatapan Dipo beralih pada Luna, Luna memalingkan wajah, mendengus dengan keras lalu berjalan masuk kedalam kamar. "Dylan kenapa?" tanya Dipo sepeninggal Luna. Dylan memeluk ayahnya, terisak sambil menceritakan kejadian menyakitkan yang dia alami. "Kata Mama Papa mau bawa Dylan, tapi enggak mau bawa Mama, hiks. Telus kata Dylan itu kalna Mama yang galak! Telus-telus p****t Dylan dipukul! Huhu." Dipo hampir saja tertawa karena cara bicara Dylan yang lucu. Pria itu tu mengusap p****t putranya, lalu membawa Dylan kedalam gendongan dan setelah itu dia kembali mengambil plastik belanjaan, membawa Dylan ke dapur bersama. Sebelum itu, mata Dipo melirik pintu kamar yang tertutup. *** Luna mencoba mendengarkan percakapan mereka. Dia mendengar dengan jelas apa yang Dylan adukan pada Dipo. Dasar anak durhaka! Bisa-bisanya memfitnah ibu yang baik hati ini. Luna cemberut, tubuh gemuknya duduk di atas tempat tidur. Wanita itu menghela nafas sambil menatap sosok dirinya dipantulkan cermin lemari. Ada rasa sesak di d**a Luna. Malu dan dan takut. Dia malu ketika Dipo melihat sosoknya sekarang. Ah, pria itu bahkan tidak pernah meliriknya sejak datang. Itu pasti karena Dipo jijik, kan? Luna terisak pelan, dia tidak mau Dipo atau Dylan mendengarnya menangis. Entah berapa lama menangis sendiri, Luna tanpa sadar tertidur diatas kasur. *** Aroma masakan melayang memenuhi seluruh rumah. Dylan, anak itu begitu bahagia ketika melihat makanan yang dimasak ayahnya sudah siap. Karbohidrat, protein dan semua jenis gizi ada di atas meja. Dylan menelan, matanya dengan serakah menatap makanan. "Papa bangunin Mama dulu, ya. Kita makan sama-sama." Dylan mengangguk dengan semangat. Dipo melenggang pergi, dia membuka pintu kayu yang sudah bobrok itu dengan pelan. Dipo melihat Luna yang tertidur dengan pulas di atas tempat tidur, dia mendekat, duduk di sebelah Luna. Tatapan mata Dipo tidak lepas dari wajah tertidur Luna, masih ada jejak basah dari air mata di pipinya. Dipo mengulurkan lengan, mengusap jejak basah itu dengan usapan lembut. Dia tiba-tiba membungkukkan badannya, mencium kening Luna. Menjauh sedikit, tatapan Dipo tiba-tiba jatuh pada bibir merah wanita itu. Dia menelan, jakunnya naik turun, apalagi ketika melihat dia kancing yang terletak di d**a wanita itu terbuka. Dipo memejamkan mata, melumat bibir merah Luna yang sedang tertidur. Didalam tidurnya, Luna bermimpi dirinya tiba-tiba dimakan oleh serigala! Wanita itu terbangun sambil berteriak panik. "Waaa!" Dipo yang kaget lantas menjauhkan kepalanya, buru-buru berdiri dari tempat tidur. "Ke-kenapa–" Luna malu dan gugup saat dia melihat Dipo di samping tempat tidurnya. Dipo berdehem, "Bangun, Makanan sudah siap." Setelah mengatakan itu, Dipo melenggang keluar dari kamar. Luna lagi-lagi melihat dirinya di cermin, rambutnya yang berantakan dan wajahnya yang kuyu, lipstik yang dia oleskan pada bibirnya bahkan pudar! Apa tadi Dipo melihat dirinya dalam keadaan ini? Luna mengerang, dia dengan cepat memperbaiki dirinya lalu keluar dari kamar menyusul Dipo. Ketika Luna masuk kedalam dapur, dia sudah melihat putranya yang gemuk sedang memakan paha ayam seperti orang kelaparan. "Mama!" Dylan menyapa Luna dengan antusias saat mulutnya masih penuh dengan daging. Anak itu seolah telah melupakan dendamnya pada Luna. Luna duduk di seberang Dylan dan Dipo. Dia melirik Dipo yang hanya fokus makan sambil sesekali membantu Dylan. Luna melihat segala macam masakan di depannya, tidak bisa untuk tidak menelan. Dia sangat lapar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN