Hari ini Adreanne berangkat diantar oleh Damien. Jika saja ia tidak ngotot meminta Abangnya untuk mengantar, mungkin Edzard sudah tiba di depan rumah dan memaksanya untuk pergi bersama.
"Sudah sampai, turunlah," suruh Damien. Lelaki berusia dua puluh satu tahun itu memberhentikan mobilnya tepat di depan pagar sekolah.
Adreanne mengangguk, lantas gadis itu mencium punggung tangan sang Abang dan pamit turun. Baru saja, tangannya hendak membuka pintu, matanya tidak sengaja menatap sosok Edzard yang berlalu di depan.
"Kenapa?" tanya Damien heran, adiknya itu malah membeku bagaikan patung.
"Itu, ada Edzard," cicit Adreanne sembari menunjuk ke arah cowok tampan berambut hitam sedikit kecoklatan itu.
Kalau dilihat-lihat, Edzard pagi ini sangat cerah dan tampan. Kulitnya yang putih tampak sangat bersih, tatanan rambutnya yang tidak begitu pendek namun tak begitu panjang juga sangat rapi.
"Kamu ngejauhin Edzard?" tanya Damien penasaran.
Adreanne mengangguk kecil. "Nggak enak kalau masuk ke dalam dan jalan sama dia, dilihatin anak-anak yang lain. Malu," ungkap gadis itu.
Damien terkekeh geli. "Wajarlah dilihatin, Edzard kan ganteng kayak Abang. Kamu juga cantik, pasti mereka mikirnya kalian cocok."
Adreanne mendelik menatap Abangnya. "Kok ngomongnya gitu? Aku nggak pacaran sama Edzard ya!"
Kali ini Damien tertawa. "Lah? Siapa yang bilang kamu pacaran sama dia? Abang cuma bilang kalian cocok."
Kedua pipi Adreanne pun bersemu merah, ia sudah salah tangkap. Menyamarkan rasa malu yang menderanya, Adreanne memasang ekspresi kesal. "Abang Damien mah gitu. Udah ah, aku turun!"
Dengan gerakan kasar Adreanne membuka pintu mobil dan turun. Lagi, Damien terkekeh, matanya mengawasi langkah Adreanne yang masuk ke pekarangan sekolah. Hingga adiknya tidak terlihat lagi, barulah ia menjalankan mobilnya menuju kampus.
Di koridor sekolah, Adreanne berjalan cepat menuju kelasnya. Sekitar lima menit lagi bel akan berbunyi, karena ia berbincang-bincang dengan Damien, ia jadi membuang waktunya.
"Loh, kamu udah sekolah?" kaget Adreanne ketika melihat Lily.
Lily mengangguk. "Gue udah sembuh kali, ya sekolah lah."
Adreanne mengangguk paham lantas ia duduk di sebelah Lily.
"Hari ini ada kuis bahasa Inggris, kamu udah siap kan?" tanya Adreanne memastikan.
Lily memasang ekspresi meremehkan. "Siap dong! Bahasa Inggris mah gampang, gue pinter bahasa Inggris. Kalau mapel lain sih, baru deh minta tolong lo," ucapnya santai.
Adreanne memutar bola matanya malas. Tatapan gadis itu tidak sengaja bertabrakan dengan kedua manik Edzard. Ditatap intens oleh Edzard membuatnya gugup lalu mengalihkan tatapannya.
"Woilah, mata lu biasa aja dong natap si Adreanne. Jadi takut tuh anak," sentak Nicholas menepuk bahu Edzard kencang.
Edzard tersentak kaget lalu mendengus. Cowok itu menyingkirkan tangan Nicholas dari bahunya.
Tiba-tiba rombongan geng Nicholas memadati tempat duduk Adreanne, membuat kegaduhan karena suara mereka yang besar ketika berbicara.
"Ibu Siska ke mana sih? Bel udah bunyi kok nggak masuk ya?" tanya Adreanne geregetan.
"Bagus dong jamkos," sahut Lily.
Adreanne mendengus jengkel. "Mereka ribut, lebih bagus belajar," katanya kesal.
"Iya deh iya, yang anak rajin."
"Re, lo kok nggak tanggepin Edzard sih? Nih bocah ngeliatin lu mulu tauk!" pungkas Azriel, teman satu geng Nicholas.
"Berisik!"
"Cantik-cantik galak, jangan galak-galak atuh. Nanti nggak cakep lagi," goda Nicholas.
"Weehh, Bu Siska kagak datang. Katanya sakit, jadi kita jamkos!" seru seorang cowok dengan ekspresi dan nada suara yang bahagia.
"Alhamdulillah nggak jadi kuis."
"Untung aja deh jamkos. Nggak bisa bahasa enggress," ringis salah satu cowok di kelas.
Berbagai respon Adreanne dengar, membuat semangatnya turun. Kalau jamkos seperti ini, ia selalu bingung hendak melakukan apa.
"Re, ke kantin kuy! Gue belom sarapan tadi," ajak Lily seraya mengelus perut ratanya.
"Lo belum sarapan juga 'kan?" tanya Lily.
Adreanne menggeleng. "Aku udah makan nasi goreng tadi."
Lily mendesah kecewa. "Ya udah, temenin gue makan aja."
Adreanne mengangguk setuju. "Ayo!"
Keduanya berjalan beriringan menuju kantin. Biasanya saat jamkos, para siswa memang boleh pergi ke kantin atau bermain bola di lapangan untuk anak cowok. Adreanne meringis pelan ketika mencium bau yang sangat lezat. Bau ifumie seafood. Baunya begitu menggoda membuatnya ingin makan lagi, padahal sebelum berangkat tadi ia sudah sarapan nasi goreng buatan Bundanya.
"Eh, di warung Bu Sita ada menu baru. Itu tuh, di pajang menunya, ifumie seafood," kata Lily seraya membaca kertas menu baru warung Bu Sita.
"Gue pesen itu deh, lo mau juga?" tawar Lily.
Adreanne nyengir kuda lalu mengangguk. "Mau dong."
Mata Lily menyipit, "Katanya tadi udah makan nasi goreng."
"Laper lagi hehe."
"Ya udah, lo duduk aja. Biar gue yang pesan."
Adreanne mengacungkan jari jempolnya. Gadis itu berjalan menuju meja yang panjang dan terdapat beberapa kursi. Ia menunggu Lily dengan memainkan ponselnya.
"Kamu udah pesan?"
Adreanne terlonjak kaget, refleks ia menjatuhkan ponselnya. Untung saya tangannya berada di atas meja, jadi ponselnya hanya jatuh ke meja.
"Kamu ngagetin tau nggak?!" Adreanne mengelus d**a, ia menatap kesal pada Edzard.
"Ya, maaf," sesal Edzard.
"Ciee yang ngomongnya pake aku-kamuan," goda Nicholas tiba-tiba datang dan duduk dj hadapan Adreanne. Tidak hanya Nicholas, tapi Azriel dan Akira juga datang lalu duduk.
"Kalian kenapa rame-rame ke sini?" tanya Adreanne tidak suka.
"Ya makanlah," jawab Nicholas santai. Cowok itu melipat kedua tangannya di d**a.
"Duduk di kursi lain kan bisa, jangan di sini," papar Adreanne berniat mengusir.
"Si Edzard duduk di sini, ya kami juga lah. Kan, kamu udah satu geng." Azriel menjawab.
Adreanne memutar bola matanya malas. "Terserah."
Para lelaki itu kembali berceloteh ria entah membahas hal apa, Adreanne mengacuhkannya saja. Hingga akhirnya Lily kembali membawa nampan yang berisi makanan mereka dan juga dua gelas es teh manis.
"Makasih, Ly." Nicholas tiba-tiba berpindah duduk di sebelah Lily, tangannya dengan kurang ajar mengambil piring ifumie milik Adreanne.
Lily menepuk tangan Nicholas dan menatap cowok itu tajam. "Ini punya Adreanne." Lantas ia memberikan piring itu pada Adreanne.
"Lah, untuk kami mana?" tanya Nicholas.
"Pesan sendirilah. Punya uang, kan?" sinis Lily karena Nicholas begitu menyebalkan.
"Punya sih, duit gue mah banyak. Cuma gue mager mesennya, pesenin dong," pinta Nicholas seenaknya.
"Re, pindah ke meja lain yuk?" ajak Lily tidak tahan dengan Nicholas.
Adreanne mengangguk setuju. Tapi baru saja gadis itu berdiri, Edzard sudah menariknya untuk kembali duduk. "Makan aja di sini. Nicho, dan yang lain pesen sendiri. Gue yang traktir."
Nicholas dan dua temannya bersorak ria. "Yess." Tanpa menunggu lama, ketiga pergi meninggalkan meja itu.
Adreanne menatap Edzard heran. "Kok kamu ngomongnya beda gitu, sih?"
"Beda gimana?" Edzard balik bertanya.
"Pakai gue, biasanya kan pakai aku ke siapa aja."
"Aku-kamu khusus buat kita aja." Edzard menyeringai.
Sedangkan Lily tersedak es teh yang ia seruput dari pipet. "Lo ngalusin sahabat gue mulu dah," pungkasnya jengah.
"Tau nih. Jangan kayak gitu lagi, Ed. Aku nggak nyaman kalau kamu kayak gini."
Dahi Edzard mengerut. Perasaan beberapa hari yang lalu ia dan Adreanne masih sangat dekat, bahkan kemarin mereka berangkat bersama dan juga ia mengantar Adreanne ke rumah Lily. Tapi kenapa Adreanne menjauhinya.
"Karena nggak nyaman, makanya kamu menghindariku sejak pagi tadi? Aku bahkan tahu kamu sengaja tidak turun dari mobil bang Damien ketika aku lewat," tandas Edzard.
Adreanne mengangguk jujur. "Aku suka sih kalau main keluar sama kamu, Ed. Tapi kalau di sekolah deket-deket terus, aku nggak nyaman. Banyak yang lihatin, terus mereka bisik-bisik yang nggak-nggak."
"Siapa yang ngegosipin lo? Sini kasih tau gue, biar gue labrak," tukas Lily emosi.
"Ya udah, biarin aja. Mereka nggak usah diambil pusing."
Adreanne tetap menggeleng. "Aku mau kamu jangan deket-deket lagi, kita jaga jarak."
Kontan Edzard menggeleng. "Kalau ada tugas kelompok gimana? Atau tugas yang lain?" tanyanya berdalih.
"Kalau masalah tugas sih nggak apa-apa, asal sewajarnya aja. Jangan nempel-nempel ke aku."
Edzard menghela napas lalu mengangguk pasrah. Ia akan mengikuti ucapan Adreanne. Gadis itu hanya mengatakan tak nyaman jika bersama di sekolah. Jadi, ia memutuskan untuk lebih sering main ke rumah Adreanne, toh kalau di luar sekolah gadis itu mengatakan ia nyaman.
Tak lama kemudian Nicholas kembali membawa dua porsi ifumie seperti punya Adreanne dan Lily. Melihat kedua cewek itu memakan mie, mereka juga tergiur ingin mencicipi.
"Nih, buat lo, Ed." Nicholas memberikan satu piring ke Edzard.
"Kita pindah ke meja sebelah aja," ujar Edzard, mengangkat piringnya sendiri.
Adreanne tersenyum samar melihat Edzard menurutinya. Cowok itu bersama teman-temannya meninggalkan mejanya dan Lily, ia jadi memiliki ruang untuk berbicara bersama Lily. Suara berisik dari Nicholas dan temannya tidak mengganggunya lagi.
"Kayaknya si Edzard suka sama lo deh, Re," bisik Lily.
Adreanne menggeleng. "Kami cuma teman. Kayak aku sama kamu, Ly. Temenan doang."
Lily diam sejenak lalu mengangguk mengiyakan, ia tidak akan menyangkal lagi. Bisa-bisa Adreanne kesal padanya karena ia mencocoklogikan apa yang sedang terjadi antara Adreanne dan Edzard.
***
to be continued...
jangan lupa tap love yup
follow igku: Kangnield (dm for follback)