Aku mencebik kemudian menatap kesal pada Mas Dewa. Lagi pula, kalau dipikir-pikir dengan logika yang benar, salahnya di mana kalau aku menolak pemberiannya? Pria itu selalu saja membuatku pusing dengan tingkah dan ucapannya. Pada akhirnya dengan berat hati, aku pun menerima kartu ATM bewarna abu-abu itu setelah sebelumnya telah menyimpan kartu bewarna emas ke dalam dompetku. "Ayo, tunggu apa lagi? Mau ikut seleksi PTN 'kan hari ini? Mau nunggu sampai ujiannya kelar?" sindir Mas Dewa ketika mendapati diriku yang masih duduk berdiam diri di atas kursi yang menghadap pada meja makan. Mas Dewa berjalan melewatiku menuju ruang tamu kemudian mengangkat Laquinna dalam gendongannya. Kupikir kami—aku dan Quinn akan diantar oleh Pak Amrin seperti biasanya. Tapi pria itu tiba-tiba seenaknya memeri