“Sayang ....” “Aku mau pulang!” Kenrich menghela napas dalam, lalu mengembuskan panjang. “Kalau kamu marah gara-gara perlakuan saya, saya minta maaf. Saya melakukan dengan emosi karena marah sekaligus cemburu. Inilah sisi buruk saya, saya paling tidak bisa menahan diri kalau sudah cemburu. Jangan pulang dulu. Nanti kapan-kapan saya temani ke sana.” “Kembalikan aku ke keluargaku!” “Tidak akan.” Kenrich kian mengerahkan pelukan. “Beri saya waktu menyelesaikan pekerjaan. Nanti kita ke Yogya sama-sama. Saya janji akan mengantarmu." Wahda sudah tidak lagi menangis, tetapi sisa kesedihannya masih ada. “Masih perih?” Wahda terdiam. “Perlu saya tiup biar hilang rasa perihnya?” Wahda berdecak. Kenrich tertawa. “Baiklah. Tidurlah. Atau mau berendam air hangat?” Pria itu duduk, lalu menyi