109.Menatap Sengit

1517 Kata

Kenrich berdiri kaku saat mendapat serangan mendadak. Tangannya refleks terangkat. Ia ingin membalas pelukan setelah tahu siapa yang tengah ada di da-danya tersebut, tetapi masih berpikir panjang. Apalagi saat matanya mengedar, semua karyawan menatapnya bingung, heran, atau bahkan mungkin syok. Pria itu hanya bisa diam, tanpa melakukan apa pun. Keadaan seperti itu bertahan beberapa detik. Dalam hati, Kenrich berhitung. Jika sampai hitungan lima istrinya ini masih memeluk, ia akan membalas pelukan sekalian mengumumkan dan mengenalkan Wahda pada karyawannya. Sayangnya, baru hitungan ketiga pelukan sudah dilepaskan. Wanita itu sudah sadar sepenuhnya. “Maaf-maaf.” Wahda menunduk sambil membungkuk sekilas. “Sa-saya salah orang.” Wahda bergerak mundur beberapa langkah, lalu membalik badan.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN