Kenrich berdiam lama duduk di kursi tersebut. Ia merenung dan menangis seiring ingatan yang terus didapatkan. Pria itu mulai menyalahkan keluarganya. Jika saja sejak lama ia diberi tahu tempat ini, mungkin sejak lama pula ingatannya kembali. Sebab ingatan itu juga harus sedikit dipancing, bukan karena obat dan terapi saja. “Apa maksud mereka menyembunyikan Wahda saat aku tidak ingat apa-apa? Kenapa tidak disinggung sama sekali?” Kenapa, kenapa? Pertanyaan itu berputar keras di kepalanya. Berbulan-bulan ia kesusahan menggali ingatan, sekarang sudah saatnya semua kembali meskipun sedikit demi sedikit. Kenrich lalu berjalan menuju pintu kamar utama, membukanya. Di sana, semua masa lalu yang pernah dilewati muncul secara perlahan, teratur. Bagaimana ia dan Wahda menghabiskan malam bersama,

