97. Siksa

1324 Kata

Wahda bergerak-gerak agar bisa melepaskan diri. Ia ingin berteriak, tetapi tidak bisa karena mulutnya dibekap. Tubuhnya dipepet masuk rumah dan berhenti di dinding. Tangannya juga ikut dicekal oleh pria misterius yang memakai masker tersebut. Dua tangan dijadikan satu, diletakkan di atas kepala. “Tenang, Wahda.” Suara itu ... suara yang sang sangat familier. Suara yang dirindukan sekaligus dibenci. Lampu ruang tamu kebetulan sudah dimatikan. Dalam keadaan remang-remang dari penerangan teras dan ruang tengah, Wahda tidak bisa melihat secara jelas siapa pria ini. Namun, dari tinggi badan aroma parfum, ia sedikit bisa menebak. “Ini saya.” Wahda menajamkan pendengaran untuk memastikan keyakinan pemilik suara ini. “Ken. Suamimu.” Bukannya berhenti bergerak, Wahda justru bergerak makin

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN