Sesampainya di rumah, Azka melempar kunci mobil ke meja dan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Ia menatap langit-langit rumah mewahnya yang sunyi, namun hatinya tak tenang. Dulu, baginya hidup adalah tentang kekuasaan, status, dan harga diri. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya, ia merasa kalah. Bukan oleh harta atau gengsi, tapi oleh keberanian dan ketulusan seorang gadis sederhana. “Kenapa aku malah ngerasa... kosong?” gumamnya lirih. Dadanya sesak, seperti dihantam palu gada. Seumur hidup, Azka tak pernah merasa kekurangan. Semua keinginannya selalu terpenuhi. Tapi justru sekarang, melihat cara Athira menjalani hidup yang penuh keterbatasan dengan kepala tegak, ia merasa dirinya kecil—dan tidak tahu apa-apa. Azka menatap tangannya sendiri. “Aku yang punya segalanya... terny

