Dengan hati yang teriris, Liora melangkahkan kaki gontai, sesekali ia menengok ke belakang, berharap mantan brengseknya itu mengejarnya dan menjelaskan sesuatu. Tapi harapannya harus musnah ketika ia tidak melihat batang hidung pria itu sama sekali. Bodoh. Liora terlalu bodoh jika masih berharap pada si b******k itu. Tetesan-tetesan air mata kembali membasahi pipi juga dagunya. Hidungnya mulai tersumbat mengikuti sesak di dadanya, padahal sebentar lagi ia akan bertunangan dengan kekasihnya itu, tapi ternyata kenyataan tak sesuai harapannya. Setidaknya Liora harus merasa bersyukur karena Tuhan telah menunjukkan kepadanya bahwa pria yang menjalin hubungan dengannya adalah pria yang buruk. Juga, ia harus berterima kasih kepada Rendy nanti, karena telah memberi tahunya suatu kenyataan yang