Angin subuh menerpa tubuh kami yang berselimut jaket dan helm. Kedua tanganku yang memegang stank motor pun dilindungi sarung tangan kulit yang kebetulan ada di rumah Mama. Milik Ardi yang tak sempat dia bawa. Aku terus memacu kendaraan roda duaku dengan kecepatan yang sedang. Mengejar matahari yang masih malu-malu keluar dari peraduannya. Cahaya yang dia berikan pun masih berwarna jingga, membentuk siluet indah pada alam sekitarnya. Seperti hari kemarin saat berangkat, dalam perjalan pulang ini pun kami tidak banyak bicara. Mungkin Akmal masih ngantuk, masih kedinginan atau justru dia bingung mau bicara apa karena aku sendiri tidak banyak bicara sejak sebelum berangkat tadi. Akmal sudah pasti masih belum terlalu banyak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi, hingga membuat Mamaku