Hari kedua masuk kantor, suasana tidak banyak berubah. Obrolan beberapa pegawai yanh sudah datang dan jam kerja yang belum di mulai. Namun ada satu hal baru yang membuat Rielle mengernyitkan dahi. Meja di depannya, yang sebelumnya kosong, kini sudah ada seseorang yang menempati. Seorang wanita dengan penampilan rapi, rambut panjang tergerai, dan langkah percaya diri. Tangan wanita itu menggenggam sebuah tumbler berwarna pastel, sementara mata Rielle menatapnya lekat-lekat, mencoba memastikan ingatannya. Seperti ada potongan masa lalu yang tersingkap. “Kak Teysya?” suara Rielle lirih, namun cukup jelas terdengar. Wanita itu berhenti, menoleh dengan dahi berkerut. Matanya menyipit, meneliti wajah di hadapannya. “Elle?” tanyanya ragu, seolah tidak percaya dengan penglihatannya. Sekilas,

