Ranjang masih menyisakan aroma hangat tubuh mereka ketika dering ponsel dari ruang tamu memecah keheningan. Rielle menggeliat kecil, matanya mengerjap-ngerjap, berusaha menyesuaikan pandangan dengan cahaya samar yang masuk dari celah tirai. Belum sempat ia benar-benar sadar, sesuatu membuatnya nyaris berteriak. Tepat di hadapannya, kulit kekar Harven begitu dekat, d**a bidang itu membungkus dirinya rapat, bahkan ia bisa mendengar detak jantungnya yang berat dan teratur. Selimut tipis yang menutupi hanya membuat segalanya semakin terasa jelas, kulit mereka bersentuhan tanpa sekat, panas yang tersisa dari pertemuan intim tadi masih melekat di pori-pori. Rielle buru-buru menutup wajah dengan kedua telapak tangan, pipinya berdenyut panas, semerah tomat matang. Ingatan singkat tentang bagaima

