Reyza terdiam dengan detak jantung yang masih tak beraturan, dan napas seakan tersangkut di tenggorokan. Telapak tangannya pun sangat basah, namun ia tetap mencengkeram kemudi dengan erat sambil memandangi mobil yang hampir hancur berkeping-keping setelah menabrak bagian belakang kendaraannya. Pria itu tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada Thea jika dia tidak nekad mengorbankan nyawanya demi menghentikan Nadia tepat waktu. Semua terjadi begitu cepat dan tiba-tiba, hingga tak ada celah untuk dia berpikir sejenak. “O-Orin,” gumam Reyza sangat pelan. Dia segera membuka pintu mobil dan berjalan sempoyongan ke arah sang adik–yang berada tak jauh dari posisinya–lalu menariknya ke dalam dekapan. Dia mengencangkan pelukannya dan bertanya dengan suara gemetar, “apa kamu terluka?