Sahda masih terhanyut menatap dalam mata suaminya, ia seakan tak mengerti dengan perasaan nya. Namun saat kini, rasa sakitnya seolah lebih besar dari rasa cinta terhadap suaminya hingga mampu mengalahkan gejolak dalam hatinya itu. “Sahda, Mas mohon. Mas akan tunaikan kewajiban Mas saat ini juga, mulai hari ini dan seterusnya, kau akan menjadi istri Mas satu-satu nya.” Sahda tersenyum miris saat membalas ucapan yang di lontarkan oleh suaminya itu, “Bisakah kau menjadi Mas Fathur yang jujur, kita tidak hanya berdua saat ini. Tuhan pun menyaksikan kebohongan dan kemunafikan mu.” tutur Sahda dengan tatapan yang sangat sarkas, sorot mata tajam di berikan olehnya. “Maksud mu?” “Memang nya aku tidak tahu mengenai percakapan ku dengan adik ku tadi sebelum kita pergi?” tanya Sahda. “Mas, Mas.”

