Part 2 Mantan

1331 Kata
Riska berdiri di hadapan lelaki yang tengah sibuk dengan komputernya itu, menyebalkan sekali, jika lelaki itu memang sibuk kenapa memanggilnya coba. "Ada apa Bapak memanggil saya?" tanyanya akhirnya karena sudah muak diam menunggu seperti patung. Segara meliriknya sesaat kemudian kembali berkutat dengan komputernya yang membuat gadis itu mendelik merasa dikacangin. "Kalau gak ada urusan lebih baik saya kembali bekerja saja," ujarnya sudah terlalu kesal dipermainkan, dengan berani ia beranjak dari sana. "Berhenti!" Riska menghentikan langkahnya, menoleh kesal kepada lelaki itu. "Duduk!" titahnya membuatnya mendecak pelan, meskipun tidak senang tapi karena sekarang statusnya adalah bawahan lelaki ini membuatnya harus manut-manut wae. Dan anehnya lelaki itu kembali berkutat dengan komputernya setelah memberikan dirinya instruksi seperti itu, jelas saja Riska mendelik kesal. Sebenarnya apa sih maunya lelaki ini! Namun justru perhatiannya teralih pada nampan berisi camilan cookies dan kue-kue an yang terlihat menggiurkan di depannya itu, pas banget ia belum sarapan jadi makin lapar. "Pak saya minta kuenya ya." Ujarnya dengan beraninya, mungkin hanya dirinya karyawan yang berani berujar seperti itu. "Terserah." Balas lelaki itu cuek seperti biasa, Riska hanya mencibir tanpa suara namun setelahnya langsung tersenyum ceria memakan camilan-camilan di sana, begitu menyuapkan makanan itu ke mulutnya kedua bola matanya langsung berbinar cerah, kenikmatan yang dirasakannya membuatnya tanpa sadar memakan semua camilan itu bahkan sampai benar-benar habis. Gadis cantik itu mengedarkan pandangannya, melihat air yang ada di atas nakas membuatnya langsung beranjak dari tempat duduknya. "Mau kemana?" Riska menghentikan langkahnya, padahal lelaki itu tampak sibuk sendiri tapi kenapa begitu ia bergerak sedikit sudah ketahuan saja. "Ambil minum." Segara kemudian mengguman pelan dan kembali fokus pada komputernya, Riska lagi-lagi mendengus melihatnya, dasar aneh! Setelah ia minum ia kembali duduk di tempatnya, kali ini ia benar-benar gabut dan bingung mau ngapain, apalagi nampaknya lelaki di depannya ini sama sekali tidak memedulikannya. Akhirnya ia membuka hanphonenya, ia melirik sekilas kearah lelaki itu apakah akan ditegur namun melihat lelaki itu tidak berbicara apa-apa membuatnya dengan senang hati bermain hanphonenya. Wah tau begitu sejak tadi ia main hanphone saja jadi tidak gabut. Ia melihat banyak sekali notifikasi yang masuk dari teman-temannya, akhirnya ia membuka grup yang ia buat bersama teman-temannya dan disana terdapat pesan yang terus masuk bahkan ketika ia sudah membukanya. Ajeng: kamu diapain? Sintia: lo gak dipecat, kan?! Ciko: send a voice note/ Riska yang tertarik kemudian menekan pesan suara itu dan langsung terperanjat syok karena volumenya sangat tinggi. "Kamu gak papa kan sayaaaang—" dengan terburu-buru dan panik ia segera mematikan suara itu namun sudah terlanjur terdengar beberapa kata, entah kenapa ia langsung merasa deg-degan tremor, Ciko adalah temannya namun lelaki itu memang suka memakai kata sayang untuk memanggilnya maupun yang lain, yah karena lelaki satu itu sedikit slayyy(kemayu). Riska mengelap keringat dingin di lehernya, langsung menutup hanphonenya tidak ada selera lagi untuk bermain. Ia mengamati wajah lelaki di depannya dan hampir terhuyung jatuh dari kursi begitu melihat lelaki itu menatap lurus dirinya dengan sangat tajam. "Siapa tadi?" Riska hampir tersedak mendengar pertanyaan lelaki itu, tidak biasanya lelaki ini kepoan. "Ah i-itu teman saya." Jawabnya gelagapan efek masih panik karena hal tadi. Lelaki bermata elang dan alis tebalnya yang menjadi pemikat itu menatap tajam dirinya membuatnya merasa benar-benar sesak, padahal di ruangan ini AC-nya dingin sekali kenapa dirinya seperti kesusahan bernapas ya. "Jangan bawa urusan pribadi ke pekerjaan." Ujar Segara dingin. Riska sontak mendengus, kenapa lelaki ini tidak percaya sih jika itu temannya. "Baik Pak." Malas berdebat ia akhirnya mengiyakan saja, entah hanya perasaannya saja atau memang benar ia sempat melihat pupil mata Segara membesar sesaat. Namun karena malas memikirkan tentang lelaki itu ia akhirnya mengabaikan saja. "Keluar!" Riska tersentak kaget, menatap lurus lelaki di depannya ini dengan tak percaya. Tadi ketika ia mau keluar dilarang-larang, namun sekarang tiba-tiba diusir keluar. Sumpah deh ia tak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki satu ini. Gadis berambut curly itu akhirnya beranjak dari tempat duduknya, yah ini lebih baik sih ketimbang dirinya yang harus terus berduaan bersama lelaki ini. Begitu Riska keluar sepenuhnya Segara langsung menggebrak mejanya dengan sorot membunuh, ia menatap layar komputernya yang sebenarnya sejak tadi hanya berisi homescreen. Ia kemudian mengeluarkan hanphonenya, segera mengetikkan pesan kepada asistennya. Anda: kirimkan data tentang karyawan bernama Riska, semuanya termasuk keluarga dan status hubungan saat ini. *** "Riska ...!" Begitu sampai di ruangan kerjanya nampak teman-temannya langsung berhambur memeluknya cemas. "Kamu gak papa kan? Kamu diapain aja sama Pak bos?!" tanya mereka dengan kerlipan khawatir. Riska tersenyum lembut melihat kekhawatiran teman-temannya, ia kemudian menggeleng menenangkannya. "Gak diapa-apain kok, cuma di suruh duduk diam aja." Jelasnya tidak berbohong, namun teman-temannya justru saling pandang dan tak lama memeluknya seperti tengah menyemangatinya. "Jangan ditahan, kami ada buat sandaran kamu kok." Ajeng berujar sambil sesenggukan. "Lo anggep kita temen kan? Kita bakal selalu dukung lo, Ris." Kini giliran Sintia yang berujar melow, padahal gadis satu ini biasanya tampak paling kuat dan anti menye-menye. "Yang kalau mau nangis jangan ditahan, aku siap jadi sandaran kamu." Nah kalau ini adalah Ciko teman lelakinya yang tadi sudah ia jelaskan jika memang sedikit kemayu, tapi jangan salah meskipun begitu temannya ini masih normal (bukan gay). Melihat ketiga temannya yang sudah serius menyemangatinya membuatnya tidak tega jika harus mengatakan yang sesungguhnya, akhirnya ia ikuti saja drama mereka, padahal mah sebenarnya ia memang tidak kenapa-napa, yah selain perkataan ketus Segara lelaki itu memang tidak berbuat apapun lagi kepadanya. "Hari ini aku bakal traktir kamu." Putus Ajeng membuat Riska tentu saja langsung berbinar semangat. "Wah makasih banyak ...!" pekiknya antusias, rejeki nomplok tidak boleh ditolak, hehe. *** Ketika jam pulang Riska mengemasi barang-barangnya, menatap semua orang yang sudah mulai pergi satu-persatu. "Kita balik ya, lo beneran gak mau nebeng kita?" tanya Sintia yang tahu jika ia tadi tidak membawa mobil. Riska tersenyum dan menggeleng sebagai balasan. "Hm kalian balik duluan aja gak perlu anterin aku lagian arah kita berbeda, aku bisa pesen taksi nanti." Ujarnya kearah tiga temannya itu, dan mereka akhirnya beranjak pergi setelah melambai singkat. Sepeninggalnya mereka ia segera berjalan keluar lobi hotel, namun entah kesialan yang keberapa kalinya lagi hari ini langit yang sebelumnya tidak mendung tiba-tiba turun hujan deras, ia tentu saja langsung mengeluarkan hanphonenya panik. "Gawat kalau hujan bakal susah cari driver!" gumamnya dan benar saja semua pesanannya ditolak karena cuaca, ia tentu saja langsung mengacak geram kepalanya, "ya Tuhan kenapa hari ini hamba apes sekali sih!" sambil menatap langit ia berujar dengan sangat dramatis, masalahnya bukan hanya sekali dua kali saja ia tertimpa keapesan hari ini, lama-lama akan ia nobatkan hari ini sebagai hari apesnya. Cukup lama ia berdiri di depan lobi sambil terus mengecek cuaca namun melihat intensitas derasnya sepertinya hujan akan terus turun semalaman. Ia akhirnya membuang napas pasrah, tidak ada pilihan lain lebih baik ia nekat sekarang ke halte bus daripada terus terjebak hujan seperti ini. Ia menoleh kanan kiri melihat apakah ada orang yang bisa dimintai bantuan, namun melihat keadaan sepi membuatnya harus melenguh berat dan mendekap tasnya sebelum berlari menerobos hujan yang deras itu. "Huwaaaa!" sepanjang lari ia sambil berteriak karena suara petir yang memekakan telinga, ia hanya berharap tidak mendapat keapesan lagi seperti tersambar petir tiba-tiba karena itu tidak lucu sama sekali. Namun ternyata kali ini keapesannya bukan tersambar petir melainkan tersandung sampai terjerembab mengenaskan di bawah guyuran hujan. Duh Gusti. "Arghhh!" pekiknya melempar tasnya sudah habis kesabaran, sumpah ia benar-benar ingin melampiaskan amarahnya saat ini. Namun ia jadi terdiam seketika menyadari air hujan sudah tidak mengenai tubuhnya lagi, ia menoleh cepat ke atas dan betapa syoknya ia ketika melihat sebuah payung digunakan untuk melindungi tubuhnya. "Bangun!" Riska mengerjap, sampai mengucek matanya berkali-kali takut salah lihat. Terlihat Segara berdiri menjulang di belakangnya sedang memayunginya. Bagaimana lelaki ini bisa ada disini? Tapi yang membuatnya kesal adalah lelaki ini melihatnya dalam keadaan yang menyedihkan seperti ini. Melihat gadis di depannya yang masih diam saja membuat lelaki itu menunduk membantunya berdiri, tak lupa juga membantu memungutkan tas yang tadi sempat dilempar oleh Riska. Dan karena gadis itu masih tampak cengo diam saja, ia lantas menggandeng tangannya untuk berjalan pergi. "Dasar bodoh." Gumam Segara, namun menutupi tubuh Riska dengan jasnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN