Ken masuk ke ruang rawat Devanya setelah wanita itu mendapat penanganan khusus dari tim dokter. Ruang rawat kelas satu itu hanya dihuni satu ranjang Devanya dengan fasilitas penunjang lainnya seperti kulkas kecil, dispenser dan juga sofa yang bisa diubah menjadi sofa bed. Devanya sedang duduk meratapi lukanya, luka di punggung tak terlalu besar namun di lengan tangan kirinya cukup besar mengingat dia yang tidur di kamar lantai atas, dan memakai selimut basah untuk menutupi dirinya menerjang api yang sudah membakar lantai satu rukonya, juga ruko-ruko di sebelahnya yang dilalap sang jago merah tersebut. “Ken,” isak Devanya sambil memajukan bibir sedih, Ken mencoba tersenyum meski terpaksa, duduk di sisi Devanya. Sebelah rambut Devanya bahkan terbakar dan menyisakan bau gosong. “Semuanya