Lexa masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tangannya kini mengepal dingin. Dadanya mulai naik turun dengan ritme yang tidak beraturan. Dia menarik napas dalam-dalam, menghirup sisa-sisa wangi sabun di tubuhnya sendiri. Matanya masih melihat Loco. Suaminya. Lelaki yang selama dua bulan terakhir dia abaikan. Kaki Lexa akhirnya bergerak maju. Langkahnya pelan, nyaris tak bersuara di atas karpet tebal. Setiap inci yang dia tempuh terasa seperti menembus dinding tak kasat mata yang selama ini dia bangun. Silent treatment. Perang dingin yang melelahkan, dimulai dari sebuah dendam yang akarnya sudah terlalu dalam untuk dicabut, dan ujungnya terlalu rumit untuk diperdebatkan lagi. Karena dendam itu, Lexa dan Loco sama-sama menderita. Meskipun pada akhirnya Lexa berhasil menghancurkan V

