Tangan Devan gemetar saat menyentuh tulang di punggung Arini dan dia yang terus menangis, menyadari bahwa Arini yang telah menutupi keadaannya selama ini. “Aku ingin mati dengan tenang, Mas. Tetap sebagai istrimu.” “Kamu istriku, Arini. Aku nggak pernah menceraikan kamu.” Arini menghela napas lega. Devan mengecup lembut bibir Arini dan mereka berdua menangis tersedu-sedu. “Mas,” desah Arini dan nada suaranya lebih tenang. “Iya, Sayang.” “Jangan lupa kamu luangkan waktu bersama Hening. Sudah dua kali kamu menikah, kalian yang tidak pergi berbulan madu.” Devan tertawa di tengah tangisnya. “Kenapa kamu malah memikirkan itu, Sayang.” “Aku serius. Hening sudah merelakan masa gadisnya, dan dia yang tidak pernah bersenang-senang. Dia bekerja keras selama ini, dan aku tahu karena dia yang

