Arini sudah di depan setirnya, tertawa menggeleng mengingat kekonyolan yang dia lakukan barusan. Tidak tahu kenapa dia terbuai dengan sikap baik dan perhatian Adit akhir-akhir ini, menanyakan keadaannya. Sebenarnya dia sudah merasa nyaman dengan Adit sejak Adit menyuruhnya menyapanya dengan nama dan tidak dengan sapaan dokter seperti biasa, dan dia merasakan kedekatan dan kenyamanan sejak itu. “Astaga,” umpat Arini, tersadar akan sosok Adit, pria setengah baya yang tahun ini berusia lima puluh tahun, beristri dan memiliki sepasang anak. Arini berdecak kecil, menyesal, tapi hanya beberapa saat, setelahnya dia tertawa lagi sambil memegang perutnya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika dia melakukan keseruan ini, asal pandai menjaga rahasia. Ponsel Arini berbunyi, dia dengan semangat me