Arini bangun lebih dulu pagi itu dan dia mendapatkan tangan Devan yang menyentuh perutnya. Dia menyingkirkan tangan Devan dari perutnya dan beranjak dari rebahnya, duduk di tepi tempat tidur sambil mengamati wajah Devan. Arini jadi mengingat semalam, dia yang enggan membuat segelas s**u hangat untuk Devan. Semalam dia masih kesal, dan kini dia menyesal. Beberapa saat kemudian, dia berdiri dari duduknya, melangkah menuju kamar mandi. Arini sudah berpakaian rapi sekarang dan dia sedang merapikan dandannya di depan cermin. Dia melihat Devan dari pantulan kaca cermin, yang baru saja bangun dari tidurnya. “Kita pulang pagi ini,” ujar Devan. “Aku harus segera ke kantor.” “Aku pulang kapan saja, Mas. Mau pagi atau siang … terserah. Lagi pula kamu bisa langsung ke kantor dari sini, dan aku yan