Kekasih Bayangan

2287 Kata
Iksan baru saja turun dari mobil jemputan crew di Flops bandara untuk melaporkan kedatangannya. Hari ini dia akan terbang ke Denpasar, Bali. Penerbangan tiga kali landing ini akan berakhir pukul tujuh malam nanti waktu Denpasar. "Selamat siang Capt, nanti saya ikutan ya," sapa Faradiba, pramugari senior dalam penerbangan Iksan siang menjelang sore ini. "Ikut kemana?" tanya Iksan dengan mimik wajah serius masih sambil terus berjalan menuju meja petugas flops diikuti Faradiba. Faradiba jadi bingung dengan pertanyaan Capt. Iksan," Schedule Bali ron, Capt," jawabnya. "Ooowh, kirain mau ikut absen," jawab Iksan sambil terkekeh. Dia memang suka berakting seperti itu, sudah banyak yang tahu kelakuannya ini sebenarnya, tapi karena Diba jarang terbang dengan Capt Iksan, jadi dia termasuk pramugari yang masih suka terkaget - kaget karena belum tahu kapan Capt. Iksan bercanda dan kapan seriusnya. "Captain ih, sampe kaget saya ... perasaan tadi lihat di absen terbangnya sama Captain Iksan, tapi kok malah bingungin jawabnya," protes Diba. "Memangnya saya Superman bisa terbang?" tanya Iksan lagi sambil mengambil pulpen di saku bajunya untuk mengecek data yang disodorkan petugas flops. "Serius dong Capt." "Beneran mau saya seriusin?" tanya Iksan yang sudah terkenal Captain 'high quality jomblo' di perusahan mereka ini, sedangkan Diba ini istri orang. "Isssh ... Captain!" "Haha ... becanda mbak, serius amat, lima belas menit lagi kita ke terminal ya," jawab Iksan sambil melihat jam tangannya. "Baik Capt, saya mau briefing dulu, Captain mau briefing nggak?" "Nanti aja di pesawat sebelum boarding." "Oke siap," jawab Diba lalu meninggalkan Iksan. "FO Reza belum datang ya mas?" tanya Iksan ke petugas Flops yang berdiri di depannya. "Belum Capt, tapi sudah di Tol info dari orang transport." "Oke makasih." Iksan memasukkan pulpen kembali ke sakunya lalu meninggalkan meja flops dan masuk ke dalam crew room, dia akan mengecek loker dulu, siapa tahu ada surat penting atau titipan. "Selamat siang Capt," sapa FO Rizal yang berselisih jalan dengannya. "Siang bro .." balas Iksan sambil berjalan ke lokernya, ternyata tidak ada apa - apa, lokernya masih kosong. Ponsel Iksan berbunyi, menandai ada panggilan masuk, ternyata dari Ririn. Iksan memilih tempat agak ke pinggir ruangan dan menghadap ke jendela. "Ya Rin .." "Mas Iksan belum berangkat kan?" tanya Ririn. "Belum, baru juga sampe di Cengkareng, masih sepuluh menitan lagi ke terminal. Kamu sudah sampe di tempat show?" "Udah, lagi menuju ke ruang make up nih,"jawab Ririn. "Owh ... nanti aku masih sempat lihat di TV nggak ya, kamu tampil jam berapa Rin?" "Giliranku jam setengah delapan sama jam delapan," jelas Ririn. "Owh masih bisa, kalo nggak ada delay atau masalah, aku harusnya sampe hotel jam delapan malam nanti." "Jam delapan ya, nggak keburu dong Mas, udah selesai dong." "Eh maksudnya jam delapan local time, berarti jam tujuh sini." "O ya pas kalo gitu, jangan lupa nanti review-nya ya." "Iya, pokoknya kamu harus tampil maksimal." "Siaaap. Ya udah, mas Iksan udah mau jalan kan? Happy landing ya Mas." "Thank you ...sukses buat penampilan kamu nanti, bye Rin." "Bye Mas." "Kok mau - maunya lo jadi kekasih bayangan, kalo gue sih ogah." "Anj ..." Iksan yang sangat kaget hampir saja melontarkan umpatan kasar. Mungkin karena tadi saat menerima telepon dia berusaha jauh dari orang - orang, makanya dia kaget ketika ada yang menegur dari belakang, ternyata Owka. "Istighfar woyy ... mau ngomong kasar kan lo," tuduh Owka. "Sialan, bisa nggak sih nggak usah ngaget - ngagetin gitu, njirr! Bikin gue jantungan aja lo," balas Iksan. Dia benar - benar kaget, perasaan tadi tidak ada Owka di ruangan ini. "Masih aja telponan sama pacar orang? Nggak keki tuh perasaan?" tanya Owka yang tentu saja maksudnya mengejek Iksan. "Apa sih, orang cuma nelpon doang, kan nggak pergi - pergi lagi." "O ya, kapan terakhir bawa pacar orang jalan?" "Udah lama Ka, udah minggu lalu gue terakhir jalan sama Ririn, udah nggak pernah lagi." "Nggak kagum gue, kalo lo udah punya pacar yang bukan Ririn, baru gue terkejut." "Ckkk ... ya nanti lah." "Abis acara tunangan Ririn? Eh dia udah bilang kan sama lo? Atau jangan - jangan belum?" "Udah, yaelah judes banget sih kakak ipar." "Tuh kan, masih aja lho dia." "Maksud gue kakak ipar Alvin," ralat Iksan cepat. "Maaf Capt, kosong lima pesawat mendarat," FO Reza yang sudah datang langsung menginterupsi obrolan mereka, bagusnya Iksan selamat dari intimidasi Owka. "Kita jalan dua menit lagi ya Za," jawab Iksan. "Oke Capt," jawab Reza dan langsung meninggalkan mereka berdua menuju lokernya. "Selamat lo ya," ucap Owka sinis. "Ckk ... itu tadi Ririn cuma mau ngasih tahu kalau dia tampil jam berapa nanti, maksudnya biar gue bisa lihat dia tampil di TV nanti malam, cuma itu doang kok Ka, swear deh, kalo lo nggak percaya, tanya Ririn deh nih," Iksan menyodorkan ponselnya. "Ya ngapain lagi sih lo mau tahu urusan dia, manajer bukan, asisten bukan, biarin aja lah dia mau tampil kek atau apa kek, nggak usah terima lagi laporannya. Gue kakaknya aja nggak pernah dilaporin dia mau tampil dimana, mau di TV kek, mau dimana kek." "Iya - iya, emang gue yang salah." "Bagus deh kalo lo ngaku." Iksan berdecak lagi, sudah mengaku salah, masih saja dikomentari. "Ya udah lo jalan gih, crew lo dah nunggu tuh." "Lo nyerep Ka?" "Iya." "Yaudah, gue jalan ya." "Safe Flight." "Thank you sayangku." Iksan pun langsung meninggalkan Owka yang mendengus mendengar ucapannya. **** Sementara itu malamnya di suatu tempat pertunjukkan di Jakarta, Nafas Ririn masih tersengal ketika masuk ke belakang panggung. Bernyanyi dan melakukan gerakan yang enerjik memang membuat nafas ngos - ngosan juga, padahal dia rajin mengolah nafas dan berolahraga. "Semangat banget lompatnya jeng..." sindir Dona lelaki setengah matang yang sudah menjadi asisten Ririn setahun belakangan ini, kini Dona sibuk mengelap keringat Ririn yang bercucuran. Walau tempat pertunjukkan ini ada ac sentral yang membuat penonton mungkin saja kedinginan, bukan berarti Ririn bisa merasakan dinginnya, lampu sorot watt besar yang mengarah padanya mengalahkan dinginnya pendingin ruangan itu. "Hape gue mana?" tanya Ririn sambil berjalan menuju ruang tunggunya, dia akan berganti baju dan memoles make up lagi untuk penampilan selanjutnya "Bentar ih, minum dulu ... nggak bisa nelpon kalo lo dehidrasi!" omel Dona sambil menyodorkan tumbler blink - blink berisi infuse water. Cuma Dona yang bisa ngomel ke Ririn seenak jidatnya tanpa takut Ririn tersinggung. "Alvin sudah bisa dihubungi nggak?" tanya Ririn sambil menyeka bibirnya dengan tisu. Alvin sedang ada show ke Batam, masih dalam rangkaian promosi produk dan dia menjadi brand Ambassadornya. "Udah, dia baru mendarat di Batam satu jam yang lalu. Itu juga Acel yang telpon gue wak." "Emang dia sibuk?" "Sibuk dikerubuti fans dan panitia kata Acel. biasalah banyak penggemar." Ririn mendengus." Dia kebiasaan ngikutin semua di luar acara, acara resminya kan baru besok pagi." "Tuh kan ... marah, mendingan nggak usah nelpon deh, ntar lo berantem lagi gara- gara begitu doang." "Ihh nggak, sini hape gue," paksa Ririn. "Nggak akan ... ntar gue tanya Acel dulu kalo Alvin udah di hotel baru boleh lo nelpon." "Astaga Doni Perkasaaa! Jangan bikin gue emosi deh." teriak Ririn. "Sekali lagi lo sebut nama itu, gue jambak lo ya wak!" ancam Dona. Dona paling emosi kalau nama lahirnya sudah disebut Ririn, dan Ririn justru sengaja memanggilnya begitu kalau Dona sudah bertingkah banyak melarangnya. Mereka ini seperti dua orang yang saling menyakiti sebenarnya, tapi tidak bisa lepas satu sama lain, hubungan atasan dan bawahan yang aneh, tapi herannya awet. "Yuk shaay ganti baju dulu," ajak Jali bagian kostum, setelah ganti kostum baru Ririn akan di poles lagi wajahnya sambil menunggu giliran tampil selanjutnya. "Mana bajunya?" "Sudah di dalam shaay." Maksud jali tentu saja di dalam ruangan ganti Ririn, jadi ruangan kecil didalam ruang rias ini. Terdengar ketukan pintu dari luar dan membuat mereka menoleh ketika pintu itu terbuka, "Rin, abis tiga lagu dan pengumuman pemenang, naik lagi ya ... tiga puluh menit," ucap koordinator talent artis, mas Arga yang membuka pintu ruangan Ririn dan melongokkan kepalanya saja. "Siap mas," Ririn mengacungkan jempolnya. Dia sudah bersiap ganti baju. "Mas Arga tambah seksi nggak sih wak?" bisik Dona ke Ririn sambil melepaskan aksesoris yang dipakai Ririn. "Udah punya anak bini, dan nggak akan mau dia sama banci kaleng kayak lo," ucap Ririn judes lalu masuk kedalam ruang ganti kostumnya sendirian untuk berganti kostum selanjutnya. Walau yang didekatnya para tulang lunak yang diragukan keperkasaannya, tetap saja Ririn yakin mereka punya sisi laki - laki yang akan tergiur melihat tubuhnya, Ririn ogah telanjang dan berganti baju di depan mereka, kalo nanti jakunnya pada naik turun, siapa yang mau menanggung? "Duh ... tajam sekali lisan andaaah, menusuk sampai ke ulu hati," Dona mulai drama dibalik pintu tempat Ririn mengganti bajunya. "Don ... itu ada anak baru bagian setting panggung ada yang ganteng, masih jomblo kayaknya," sahut Endang juru rias Ririn malam ini, dia semodel dan sebangsa dengan Dona dan Jali juga. "Eikeh pemilih neeek..." jawab Dona. "Iiiiih ... nggak laku pake milihh. Eike kasih tahu ya waak, kalo jomblo nggak boleh bilang pemilih, pamaliii," sahut Endang yang lebih tua dan senior dibanding mereka bertiga. "Eike bencong bermartabat, harga diri tinggi, nggak bisa asal merek neek, " "Martabat lo lima puluhhhh ribu ya waaakk.." ejek Endang sambil tertawa, langsung riuh rendah ruangan ganti yang didominasi kaum hawa jadi - jadian itu. Ririn ikut tertawa mendengar bercandaan teman - temannya yang hidupnya sedang melawan kodrat mereka sebagai laki - laki dari dalam ruangannya. Setelah selesai, Ririn keluar dari ruangan kecil itu dan sudah memakai baju yang akan dipakainya tampil selanjutnya. "Uuuuh ... navy blink - blink terbaik ya waakk," teriak Dona melihat Ririn sudah cantik dengan gaun membentuk body bagian atas hingga bokongnya dan ada ekor mermaid ke belakang. Kali ini dia memakai gaun yang terlihat anggun karena lagu yang dibawakan juga lagu slow dari album terbarunya, kalo tadi karena lagunya agak nge-beat, Ririn memakai kostum model celana panjang. Baju panggung Ririn memang tidak ada yang terlalu seksi karena papanya sudah wanti - wanti soal kostum, dan itu harga mati. "Bagus ya?" tanya Ririn sambil bercermin. "Keren tauuukkk," jawab Dona lagi dan membuat Ririn tersenyum simpul. "Keren itu tidak harus terbuka," sahut Jali. "Mas Captain nelpon nih shay ..." Dona menunjukkan layar ponsel Ririn yang ada di genggamannya sedang menunjukkan adanya panggilan masuk. Ririn melihat ke arah ponselnya yang sedang dipegang Dona, Ada tiga orang Captain yang dia kenal dan Dona suka asal menyebut, aa' Owka kadang juga dia bilang mas Captain, yang lebih parah kadang papa Owie juga dia bilang mas Captain. Tapi ternyata kali ini benar ... mas Iksan yang menelponnya "Tumben lo bener." Dona mencebikkan bibirnya. Ririn mengambil ponsel yang disodori Dona. "Halo mas ..." "Rin, aku lihat kamu tadi di TV, udah selesai?" tanya Iksan yang sedang berada di Bali. "Belum mas, masih ada satu lagi .. kira - kira dua puluh menit lagi," jawab Ririn. "Owh oke." "Tadi gimana mas, suka nggak?" tanya Ririn. Jangankan melihat aksi panggung Ririn yang sering spektakuler, lihat Ririn tanpa make up dan mulutnya ternganga pun Iksan suka.Ririn tidak sadar kalau sudah salah bertanya. "Bagus, cuma aku takut kamu jatuh lompat - lompat gitu, mana pake sepatu tinggi, ngilu lihatnya Rin." Ririn terkekeh. "Kan sudah ada koreografinya Mas, aku cuma ngikutin geraknya aja, udah latihan dulu sebelumnya." "Iya, tapi mendingan kamu biarin aja dancer-nya yang abis - abisan gerakannya, kamu nggak perlu begitu." ":Iya ...lain kali aku nggak gitu." "Kamu masih persiapan kan, lanjut dulu." "Nanti telpon lagi ya mas, aku mau touch up make up dulu." "Ya nanti kalo aku nggak ketiduran ya." "Oke ...oke, tapi lihat penampilan aku dulu sebelum tidur." "Iya, kan sebentar lagi, aku lagi makan di kamar." "Okeeh, bye mas." "Bye, Rin." "Sini teleponnya," pinta Dona melihat Ririn sudah selesai panggilan dengan Iksan. "Apa sih, gue mau nelpon Alvin," tolak Ririn mencari kontak Alvin lalu menyentuh layar ponselnya. Ririn di touch up sambil menghubungi Alvin melalui video call. "Halo sayang.." Wajah Alvin muncul di layar ponsel Ririn. "Kamu ngapain sih, kok nggak nelpon?" Belum apa - apa Ririn sydah ngegas. "Ya ampun ... boro - boro bisa nelpon, bisa nafas aja udah bagus sayang, rame banget deh ... ini aku baru aja masuk kamar, hape ku baru dikasih si Acel. Kamu udah tampil?" "Udah yang pertama, lagi persiapan ke dua." Terdengar suara Alvin menyuruh Acel menyalakan TV untuk bersiap - siap menyaksikan penampilan Ririn. "Kamu sudah makan?" tanya Ririn. "Udah, tadi ceritanya setelah dari bandara, penyelenggaranya ngajak makan malam, nggak tahunya di tempat makan sudah banyak orang, sampe susah aku makan, tapi nggak diladenin ya nggak enak juga Rin." "Suka gitu panitia, udah tahu kita capek, malah ngajak yang udah rame orang." "Sudah terlanjur juga." "Bos ... oleh - oleh ya," sahut Dona yang langsung muncul di kamera Ririn. "Lo bilang lah sama si Acel, Don ... gue malas mikir." "Siap bos kuuu." "Udah dulu ya, aku mau siap - siap ke stage." "Oke, sukses ya sayang." "Thank you, bye." "I love you." "I love you too." Telepon itu pun berakhir. " Nih," Ririn menyodorkan lagi ponselnya pada Dona. "Udah, puas??" "Puassss," jawab Ririn membalas ejekan Dona. "Udah Cyin ... mau ditambah gliter nggak?" tanya Endang. "Nggak usah tante, bajunya aja udah silau," jawab Ririn ke Endang sambil mematut wajahnya di cermin yang terang benderang karena ada lampu disekelilingnya. "Oke deh, siap - siap yuk. Pasti sebentar lagi ada panggilan standby di belakang panggung." Ririn pun bersiap keluar ruang riasnya menuju belakang panggung. Beberapa saat kemudian namanya dipanggil untuk tampil lagi. Iksan tidak melepaskan pandangan dari TV di depannya menyaksikan penampilan Ririn dari Bali, di kamar hotelnya. Kita tidak pernah memulai, tapi anehnya harus selesai. Kita tidak pernah ada hubungan apa - apa, tapi disuruh menjauh... kok rasanya seperti disuruh udahan sama pacar ya? Padahal kita bukan siapa - siapa, hubungan kita tidak punya nama, gumam Iksan sambil melihat Ririn bernyanyi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN