Karmila menatap nanar puing-puing reruntuhan rumahnya. Tidak ada yang tersisa dari rumah tempatnya lahir, tumbuh dan besar ini. Semuanya binasa sehitam jelaga. Hanya ada garis polisi berwarna kuning yang menutup akses ke bagian rumah lainnya. Seperti mesin waktu, Karmila mencoba membayangkan keadaan rumah ini di masa lalu. Ia seolah-olah melihat bayangannya sendiri dan Berman kecil sedang bermain petak umpet dan bersembunyi di belakang sofa besar. Sementara Ayah dan ibunya menonton televisi dan sesekali saling berbisik mesra. Mata Karmila berair melihat pemandangan fiktif di depannya. Bayangan berganti saat teman-teman lama ayahnya berkunjung sambil membawa minuman beralkohol. Pada mulanya ayahnya tidak mau meminumnya. Ayahnya bilang ia sudah tidak mau minum-minum lagi. Nanti istrinya ma