Sebulan telah berlalu sejak Dakota menetap di mansion milik Rain. Empat lukisan yang sudah hampir sempurna kini terpajang di sudut ruangan melukis yang disediakan khusus untuknya.
Setiap goresan kuas di atas kanvas itu memancarkan emosi yang dalam, seolah mencerminkan perjalanan batin Dakota sendiri.
Namun, ketika tiba di lukisan kelima, segalanya seperti terhenti.
Dakota duduk di kursi kayu di sudut ruangan, menatap kanvas kosong di depannya dengan pandangan kosong.
Ide-ide sebenarnya menari-nari di kepalanya, namun entah mengapa, tangannya enggan bergerak.
Pikirannya seperti terhalang oleh sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan. Ia merasa butuh inspirasi baru, atau setidaknya sesuatu yang bisa membebaskan pikirannya dari kebuntuan ini.
Selama ini, dia hanya menghabiskan waktu di ruangan itu, melukis dan melukis, tanpa pernah benar-benar keluar dan melihat dunia di sekitarnya.
Pikirannya terasa penuh, tapi kosong di saat bersamaan. Dakota ingin setiap lukisannya memiliki makna mendalam, bukan sekadar hasil karya tanpa jiwa.
Sore itu, setelah duduk berjam-jam tanpa menghasilkan satu garis pun di atas kanvas, Dakota akhirnya memutuskan keluar dari ruang melukisnya.
Matanya tertuju pada pemandangan di luar jendela lebar ruangannya — kolam renang yang berkilau diterpa matahari senja.
Dan di sana, Rain sedang berenang.
Tubuh pria itu terendam sebagian di dalam air, gerakan renangnya tenang dan teratur.
Cahaya matahari yang mulai meredup membuat air di sekelilingnya berkilauan seperti kristal.
Pemandangan itu entah kenapa terasa menenangkan bagi Dakota, bahkan seolah menghipnotisnya.
Tanpa berpikir panjang, Dakota beranjak dari tempatnya dan berjalan keluar menuju tepi kolam.
Langkahnya tenang namun ada keinginan yang misterius di dalamnya. Rain yang tengah berenang belum menyadari kehadirannya.
Dakota menatap air jernih itu sejenak, lalu tanpa banyak bicara, dia mulai melepaskan kaos oversized dan celana pendek yang dikenakannya, hanya menyisakan pakaian dalam hitam polos yang begitu pas di tubuhnya.
Suara cipratan air terdengar ketika Dakota meluncur ke dalam kolam dengan anggun, menyelam sejenak sebelum muncul kembali ke permukaan.
Rain yang tadinya membelakanginya, sontak menoleh dengan ekspresi terkejut.
“Dakota?” suaranya terdengar heran, alisnya terangkat.
Dakota tidak menjawab. Dia hanya berenang mendekat, wajahnya datar seperti biasanya.
Namun, ada kilatan emosi di matanya yang sulit diartikan. Setelah berada cukup dekat, Dakota akhirnya berbicara dengan suara rendah namun jelas.
“Aku butuh inspirasi.”
Rain mengernyit. “Inspirasi?”
Dakota mengangguk pelan, membiarkan dirinya melayang di permukaan air. “Aku ... stuck. Pikiran ini terlalu penuh. Aku butuh sesuatu yang segar. Jadi ... aku butuh sesuatu yang berbeda. Aku perlu membiarkan tubuhku merasakan kebebasan.”
Rain masih menatapnya dengan penuh tanda tanya, namun dia bisa merasakan bahwa Dakota benar-benar serius.
Selama ini wanita itu memang penuh dengan misteri. Meskipun hubungan mereka mulai dekat, namun Dakota masih cukup tertutup, dan ada sisi rapuh di balik ekspresi dinginnya yang membuat Rain ingin mengerti lebih dalam.
Rain tersenyum tipis. “Jadi ... berenang adalah caramu mencari inspirasi?” tanyanya setengah menggoda.
Dakota hanya mengangkat bahu. “Mungkin.”
Mereka berdua terdiam sejenak, hanya suara riak air yang terdengar. Dakota membiarkan tubuhnya tenggelam perlahan, lalu muncul kembali, merasakan sensasi dingin air yang menyapu tubuhnya.
Namun, ada yang aneh dengan perasaan ini. Bukan hanya air yang menenangkan, melainkan keberadaan Rain yang berenang di sisinya.
Rain memperhatikan Dakota dengan penuh rasa ingin tahu. Wanita itu tampak berbeda, lebih santai, lebih ... hidup. Tidak seperti biasanya yang selalu tegang dan masih menjaga jarak meskipun dia sudah berusaha mendekatinya.
Setelah beberapa saat, Dakota akhirnya naik ke pinggir kolam, duduk di tepi sambil membiarkan kakinya berayun di dalam air.
Rain ikut berenang mendekat dan berdiri di hadapannya beberapa meter, menatap Dakota dengan intens.
“Kau terlihat ... lebih rileks sekarang. Sudah mendapatkan inspirasi?” komentar Rain akhirnya.
Dakota menghela napas panjang. “Aku merasa lebih baik. Mungkin aku hanya perlu berhenti terjebak dalam rutinitas yang sama. Inspirasi? Sepertinya belum.”
Rain mengangguk paham. “Itu wajar. Kreativitas tidak bisa dipaksakan. Kau sudah melakukan banyak hal luar biasa dengan empat lukisan itu. Jadi, tidak ada salahnya beristirahat sebentar. Carilah inspirasi sebanyak mungkin dari hal-hal di luar sini.”
Dakota menatapnya dengan mata jernih. “Kau benar. Tapi aku juga tidak ingin mengecewakanmu. Aku tahu aku di sini untuk bekerja.”
Rain menggeleng. “Kau di sini bukan hanya untuk bekerja, Dakota. Aku ingin kau melukis dengan hati, bukan karena paksaan. Itu sebabnya aku tidak pernah menetapkan batas waktu untuk semua ini. Aku ingin kau menciptakan sesuatu yang benar-benar berarti.”
Perkataan Rain membuat d**a Dakota terasa hangat. Selama ini, dia terbiasa dengan tekanan, dengan harapan-harapan besar yang dibebankan padanya.
Namun, Rain berbeda. Pria itu memberinya ruang untuk bernapas, untuk menjadi dirinya sendiri.
Dan entah mengapa, hal itu membuatnya semakin nyaman.
“Aku akan mencoba,” ucap Dakota akhirnya dengan senyum tipis.
Rain mengangguk. “Bagus. Sekarang, bagaimana kalau kita buat tantangan? Siapa yang bisa menyelam lebih lama? Mungkin itu sedikit memberi inspirasi padamu.”
Dakota memutar bola matanya, namun bibirnya melengkung membentuk senyuman samar. “Itu bukan tantangan.”
Rain mengangkat satu alisnya. “Bukan tantangan? Lalu tantangan apa yang bisa membuatmu menghasilkan inspirasi.”
Dakota kemudian turun kembali ke air dan menghampiri Rain. Pandangan matanya tampak tak bisa ditebak.
Rain menunggunya hingga akhirnya tangan wanita itu melingkar di lehernya. Rain hanya diam, namun tangannya memegang pinggang ramping Dakota.
“Kau keberatan jika aku menjadikanmu sebagai sumber inspirasiku?” bisik Dakota.
“Nothing at all,” sahutnya dengan suara nyaris berbisik dan matanya menatap intens netra biru Dakota.
Dakota menempelkan tubuhnya lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Rain.
Wanita itu membuka bibirnya, namun sebelum bibir itu menempel, Rain membungkamnya terlebih dulu dengan bibirnya yang dingin.