5.penyelidikan Nana

1040 Kata
"Ini kopinya Tuan." Ujar Nana pelan "Ka… kau!!!" Ucap Arkan dengan tangan yang menunjuk pada wajah Nana, serta ekspresi wajah terkejutnya. "Tu…Tuan," ucap Nana terbata karena sama dengan Arkan, sama-sama terkejut. Nana langsung membalikkan badannya membelakangi Arkan, kopi mulai bertumpah di nampan putih itu karena Nana gemetaran. Arkan langsung mendorong kursi kebesaran nya, untuk berdiri dan menghampiri Nana. "Sejak kapan kamu bekerja disini?" Tanya Arkan datar, memandang punggung Nana yang gemetaran dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. "Ba…baru hari ini Tuan," jawab Nana terbatas. Arkan mendekati Nana, dan berdiri tepat di depan Nana, Nana semakin menundukkan kepalanya, tidak berani membalas tatapan Arkan. Arkan mengambil alih nampan di tangan Nana, dan meletakkan di meja kerjanya. "Aku butuh penjelasanmu, apa kamu ada waktu banyak untuk kita bicara?" Tanya Arkan pelan, namun terdengar menakutkan di telinga Nana. "Maaf Tuan, saya tidak ada waktu." Jawab Nana cepat. Arkan langsung tertawa hambar saat mendengar nada penuh penolakan dari Nana. "Sesibuk itukah kamu? Memang setelah pekerjaan ini selesai, pekerjaan apalagi yang harus kamu kerjakan?" Tanya Arkan yang mulai tertarik ingin tahu banyak tentang kesibukan Nana. "Maaf Tuan, saya harus menjaga nenek saya dirumah, jadi saya tidak bisa berlama-lama dan pulang terlambat." Jawab Nana yang berusaha untuk terlihat tenang. "Memangnya kamu sudah memberi tahu nenekmu jam berapa kamu pulang kerja?" Tanya Arkan yang langsung mendapat gelengan kepala dari Nana, namun, detik berikutnya, Nana menatap Arkan dengan refleks nya, serta tangan yang sudah menutupi mulutnya karena sadar dirinya keceplosan. "Hahaha, aku tahu kamu bukan wanita yang pandai berbohong. Setelah jam makan siang, antarkan makan siang ku disini. Dan jangan lupa, aku ingin berbicara penting." Ujar Arkan tegas setelah selesai dengan tawanya. Arkan memberi kode pada Nana, agar segera keluar dari ruangannya, dengan segera Nana keluar dari ruangannya, dan langsung ke pantry. Baru saja Nana bisa menenangkan diri, Sinta datang dan bertanya tentang pekerjaan nya tadi. "Gimana? Tuan muda tidak langsung mendepak kamu kan?" Tanya Sinta, membuat dahi Nana berkerut karena tidak mengerti akan maksud Sinta. "Memangnya kenapa Kak?" Tanya Nana penasaran "Gak papa sih, soalnya jarang loh ada office girl yang bisa kembali ke party ini dengan tenang, pasti mereka akan mengeluh dan memilih memundurkan diri karena kekejaman Tuan muda, tuan muda orangnya tidak mudah menerima pegawai baru, makanya aku khawatir kamu juga sama seperti mereka. Tapi tidak kan?" Jawab Sinta yang langsung diakhiri dengan kalimat tanya. Nana yang mendengarnya penjelasan dari Sinta sangat terkejut, karena sebenarnya dirinya juga sama seperti mereka, sama-sama takut, bedanya Nana tidak akan menyerah dan tidak akan memundurkan diri. Selain karena Nana tidak ingin dipecat, Nana juga tidak ingin mengecewakan sahabatnya, yang sudah membantu dirinya dalam mendapatkan pekerjaan, karena jaman sekarang, mencari pekerjaan yang gajinya tinggi tidaklah mudah. "Tidak Kak, bersyukur Tuan muda tidak memperlakukan aku dengan kejam." Jawab Nana, membuat Sinta bisa bernafas lega. "Oh iya Kak, tadi tuan muda berpesan untuk mengantarkan makan siangnya keruangan Tuan. Biasanya, apa makanan kesukaan tuan muda, aku takut salah?" Tanya Nana "What? Tuan memintamu untuk mengantar makan siangnya?" Tanya Sinta tidak percaya "Iya Kak, kenapa?" Jawab Nana yang lagi-lagi dibuat bingung oleh tingkah Sinta. "Bagus Nana, kamu harus bisa menaklukkan tuan muda, jarang-jarang loh tuan muda minta makan siangnya di antar oleh office girl. Ingat, taklukkan." Jawab Sinta sambil memberi semangat pada Nana. Nana hanya mengangguk dengan tampang bingungnya. Sinta dengan semangatnya memberitahu semua kesukaan tuan mudanya, dari makanan, cemilan, sampai minuman Sinta beritahu Nana. Nana mencatat semua kesukaan tuan mudanya, sesuai yang diberi tahu Sinta. Nana kembali membaca untuk menghindar kesalahan, sebelum mempersiapkan semua untuk makan siang nanti. Setelah dirasa semua sudah benar, Sinta dengan santainya meninggalkan Nana di pantry, lalu kembali mengerjakan pekerjaan nya sendiri. Setelah kepergian Sinta, Nana menghubungi Dinda dengan semangatnya. "Hai Bestie! Bagaimana pekerjaanmu? Cocok?" Tanya Dinda dengan semangatnya "Cocok kok Din, tapi aku agak bingung." Jawab Nana "Bingung bagaimana?" Tanya Dinda heran "Aku minta kerjaan jadi pelayan restoran atau apa gitu, kenapa malah masuk ke kantoran besar seperti ini? Memangnya siapa kenalan kamu kok berani banget masukin aku ke kantor sebesar ini?" Tanya Nana penasaran. "Oh, itu. Aku melalui Kak Sinta, emang kak Sinta gak bantuin kamu gitu?" Jawab Dinda yang diakhiri dengan sebuah pertanyaan. "Bantuin kok, tapi aku ngerasa gak enak banget sama karyawan yang lain," ujar Nana yang sebenarnya bukan itu masalah utamanya, sebenarnya Nana merasa tidak enak karena tidak bisa bekerja dengan leluasa, andai saja tidak bertemu dengan atau bukan Arkan bosnya, pasti Nana akan menerimanya dengan senang hati. "Udahlah Na, yang penting kamu dapat kerjaan, terus dibayar, itu yang terpenting, biar kamu bisa segera lanjut kuliah. Oke" ujar Dinda mencoba untuk mengubah pikiran Nana. "Ya udah deh," ujar Nana. Panggilan pun berakhir. Untuk pertama kalinya Nana bekerja, tidak terlalu banyak pekerja yang dikerjakan. Arkan sendiri langsung memanggil Hans, sang sekretaris andalnya. "Tuan memanggil saya?" Tanya Hans setelah masuk ke dalam ruangan Arkan. "Yah, aku ingin kamu menyelidiki, perempuan yang anak buahmu culik, dan menjadi santapan ku di ranjang malam itu, selidiki keseluruhan nya tanpa ada satupun yang terlewati." Titah Arkan dengan tegasnya "Maaf, Tuan. Tapi, bagaimana dengan nyonya besar?" Tanya Hans, karena saat ini, Hans masih dalam penyelidikan mama Arkan, baru saja Hans mendapat titik hijau untuk menemukan nyonya besarnya, tapi dirinya harus mendapat pekerjaan baru. "Untuk mama, kamu lanjutkan besok, aku mau kamu mendapatkan informasi mengenai gadis di malam itu, saat ini juga, hari ini juga." Jawab Arkan tegas, dan tidak ada bantahan sedikit pun. Hans sedikit kesal, karena bosnya dengan seenaknya saja mengatakan pencarian nyonya besarnya harus dihentikan sementara, dan diganti dengan kasus penyelidik wanita yang sudah menemani ranjang hangat tuannya. "Baik Tuan." Ujar Hans dengan wajah masamnya. Tepat jam 12 siang, artinya jam makan siang telah tiba. Arkan langsung menutup laptopnya, dan duduk di sofa menunggu kedatangan Nana. Tidak lama Arkan menunggu, pintu ruangannya diketuk, dengan segera Arkan meminta orang tersebut untuk masuk. "Tuan, ini makan siangnya." Ujar Nana pelan setelah menutup pintu ruangan Arkan kembali. Arkan berdiri dan meminta Nana mendekatinya. "Letakkan di meja. Ikut aku." Titah Arkan tegas, lalu mulai melangkahkan kakinya menuju belakang rak buku yang menjulang tinggi, ternyata disana ada kamar pribadinya. "Tuan, makan siangnya… "Ikut." Titah Arkan lagi dengan tegasnya. Dengan ragu-ragu, Nana mulai mengikuti langkah Arkan, masuk ke kamar pribadinya. Arkan langsung mengurung tubuh Nana setelah Nana masuk ke dalam kamar pribadinya. "Tuan, apa yang…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN