"Arkan, kakak tidak mau tahu, kamu harus menerima gadis pilihan kakak, mau sampai kapan kamu terus melajang hah?" Tanya Fatimah, kakak dari Arkan.
"Sudahlah Kak, Arkan capek dengar permintaan Kakak yang tidak bisa Arkan penuhi," ujar Arkan dengan malasnya, lalu melangkah melewati tubuh Fatimah, menaiki anak tangga menuju kamarnya.
"Arkan! Arkan, kakak belum selesai bicara," teriak Fatima dengan kesalnya. Dinda yang melihat mamanya teriak-teriak seperti di hutan langsung menghampirinya.
"Mama kenapa sih? Ini bukan di hutan, kenapa harus teriak segala?" Tanya Dinda dengan malasnya. Yah, Dinda malas karena hampir setiap hari mamanya beradu mulut dengan om kesayangannya.
"Ini semua gara-gara Om kamu, dia sudah tua, tapi masih betah aja membujang," jawab Fatimah dengan kesalnya. Dinda yang melihat kekesalan di wajah mamanya hanya geleng-geleng kepala, lalu pergi begitu saja ingin menemui Om kesayangannya.
"Om, Dinda masuk ya?" Tanya Dinda sebelum membuka kamar Arkan
"Masuk saja Din, om lagi kerja," titah Arkan. Dinda langsung membuka pintu kamar Arkan, lalu duduk di pangkuan Arkan dengan manjanya.
"Berhenti dulu bekerjanya, Dinda mau curhat." Ujar Dinda yang langsung menutup laptop Arkan
"Mau curhat apa Little girl?" Tanya Arkan sambil mencubit hidung mancung Dinda dengan gemasnya.
"Masih di topik yang sama seperti biasa Om," jawab Dinda dan merubah raut wajah sedihnya.
"Mau cerita apa? Apa temanmu tidak bisa membayar uang kuliah?" Tanya Arkan yang langsung di angguki Dinda
"Kenapa tidak dibantu? Apa kamu juga kesusahan untuk membantu temanmu?" Tanya Arkan, yang langsung mendapat gelengan kepala dari Dinda.
"Lalu?" Tanya Arkan dengan dahi berkerut
"Dia gak mau Om, katanya dia takut tidak mampu untuk menggantinya," jawab Dinda dengan nada sedihnya
"Lagian kenapa kamu harus minta gantian, apa mamamu sudah tidak sanggup memberimu uang lebih?" Tanya Arkan Dinda kembali menggelengkan kepalanya membuat Arkan kesal sendiri.
"Katakan yang jelas dong Din, om mana ngerti," pinta Arkan yang merasa sudah tidak bisa lagi menebak maksud dari ucapan Dinda.
"Masalahnya dia selalu menolak bantuan dari Dinda Om, baru kalo Dinda menyetujui dia menggantinya, baru dia mau dibantu." Jawab Dinda yang langsung turun dari pangkuan Arkan, dan berdiri membelakangi Arkan.
"Kenapa sih Om gak ngasih beasiswa aja sama teman Dinda, toh dia juga pintar," usul Dinda dengan mudahnya
"Mana bisa dia dapat beasiswa tiba-tiba Din? Semua harus proses, tidak bisa tiba-tiba langsung dapat beasiswa, tanpa didiskusikan dulu." Ujar Arkan pelan
"Tapi Dinda sedih, dia jadi tidak bisa ke kampus lagi, kalau sampai belum bayar uang kuliahnya, apalagi dia sempat meminta saran untuk mengajukan cuti sementara, aku tidak setuju, bantu Dinda dong Om," ujar Dinda dengan wajah melasnya. Arkan yang merasa frustasi dengan jalan hidupnya, langsung membanting tubuhnya di ranjang. Baru saja dirinya beradu mulut dengan sang kakak, sekarang malah di buat pusing oleh anak dari kakaknya.
"Nanti Om bantu, tapi tidak sekarang, kamu tau kan, om sedang di tekan mamamu untuk segera menikah, jadi kasih om waktu, oke." Ujar Arkan. Dinda keluar dari kamar Arkan, dan ternyata disana sudah ada perempuan cantik yang sedang duduk dengan anggunnya.
"Tante siapa?" Tanya Dinda dengan penuh selidik
"Kamu anaknya Imah ya?" Tanya perempuan itu yang sudah berdiri dan menatap Dinda dengan ramahnya
"Iya Tante," jawab Dinda ramah, dan langsung menyalami Seyla dengan hormat, karena menghormati teman dari mamanya.
"Tante ngapain kesini?" Tanya Dinda dengan menampilkan raut wajah ketidak sukaan. Dinda sendiri sebenarnya tidak menyukai Seyla, hanya saja karena menurut Dinda Seyla teman mamanya, jadi Dinda juga harus menghormati Seyla, seperti menghormati mamanya.
"Sayang, kamu ke kamar dulu ya Nak, nenek ada perlu sama Tante itu." Ujar nenek Feni yang langsung dipatuhi oleh Dinda. Dinda pergi dan nenek Feni pun mendekati Seyla.
"Selamat malam Tante," sapa Seyla dengan ramahnya
"Malam, maaf Nak Seyla. Sebenarnya apa niat kamu kesini Sayang, Imah tadi bilang, tujuannya tidak lain hanya ingin mendekati Arkan, bukankah Arkan sudah menolak kamu?" Tanya nenek Feni, mencoba untuk meminta Seyla berhenti mendekati Arkan secara halus, namun, meski nenek Feni menggunakan cara yang halus, tetap saja Seyla merasa tersinggung dan sakit hati. Tanpa permisi, Seyla pergi dari rumah nenek Feni, tanpa menunggu Imah yang masih berkutat di dapur. Nenek Feni hanya memandang kepergian Seyla, tanpa ada niatan untuk mencegah, atau meminta, agar menunggu Imah sebentar.
"Loh, Seyla sudah pulang Mah?" Tanya Imah yang sudah tidak melihat keberadaan Seyla, saat baru keluar dari dapur, dengan membawa nampan yang berisi Snack untuk Seyla.
"Iya, tidak tahu kenapa? Kelihatannya dia juga terburu-buru gitu." Jawab nenek Feni. Imah duduk di sofa dengan raut wajah kecewa, niat malam itu Imah ingin mendekatkan Seyla dengan sang adik gagal.
"Kamu masih berusaha ingin mendekatkan Arkan dengan perempuan itu?" Tanya nenek Feni dengan penuh selidik
"Apa ada yang salah? Bukannya Mama juga pengen melihat Arkan segera menikah? Mah, Arkan sudah dewasa, bahkan semua teman-teman dia sudah memiliki momongan, setidaknya mereka punya pasangan meski belum dikaruniai anak. Apa Mama tidak setuju Arkan menikah cepat?" Tanya Imah yang merasa mamanya keberatan dengan idenya.
"Mama sangat tidak keberatan kalau Arkan segera menikah, tapi, kita tidak perlu menentukan siapa pasangan dia, biarkan Arkan memilih pasangannya sendiri, karena meski menurut kita cocok buat Arkan, belum tentu cocok di Arkan, jadi biarkan Arkan memilih sendiri pasangan dia," ujar nenek Feni yang bisa mengerti isi hati sang putra
"Tapi kalau menunggu Arkan sendiri yang bisa memilih calonnya, sampai kapan Mah, yang ada dia semakin santai saja dan tidak pernah berkeinginan memiliki pasangan. Mama tidak malu sama teman-teman Mama yang lain, teman Mama yang memiliki anak yang seumuran Arkan, rata-rata semua sudah punya anak, hanya Arkan yang masih betah dengan status bujang nya." Ujar Imah yang masih ngotot ingin mempertahankan idenya. Imah sendiri sangat mendukung Arkan memilih Seyla, berbeda dengan Feni, Feni sangat keberatan dengan ide sang anak sulung, karena merasa Seyla bukan perempuan baik-baik seperti yang ada di pikiran Imah.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, Feni minta diantar supir, untuk menemui gadis yang beberapa waktu lalu ditemuinya. Karena jarak dari rumah menuju rumah kost gadis itu cukup jauh, akhirnya nenek Feni berinisiatif untuk membawakan oleh-oleh buat gadis itu. Feni turun, dan berjalan kaki untuk membeli buah tangan, baru saja nenek Feni turun dari mobil, ada segerombolan dua pria yang serba berbaju hitam yang menghadangnya, dengan segera nenek Feni melangkah pergi, dengan cara jalan kaki. Supir nenek Feni yang melihat majikannya dikejar oleh penjahat, langsung menolongnya, namun langkah sang supir harus terhenti saat ada seseorang yang membius dirinya dan
Bruk
Tubuh sopir itu ambruk, dan tak sadarkan diri. Nenek Feni masih terus mencoba menyelamatkan diri dari kejaran orang jahat itu, karena nenek Feni sudah merasa tidak mampu lagi untuk melanjutkan berlari, jalan nenek Feni pun mulai melambat. Para penjahat itu mulai semakin dekat, dari kejauhan ada seorang gadis muda yang melihat penjahat mengejar seorang nenek, langsung berlari ingin menolong nenek tersebut. Para penjahat itu yang mulai menyadari keberadaan gadis itu, langsung melayangkan pisau kecil pada nenek Feni dan
Srek
"Tidak!!!"