Tubuh Ophelia perlahan mundur. Nafasnya tersengal, tersendat di tenggorokan. Keringat dingin menetes di sepanjang pelipisnya, membasahi kulit yang pucat pasi. Tatapan matanya mulai tidak fokus, pupilnya membesar, seperti seseorang yang kehilangan batas antara kenyataan dan bayangan gelap di dalam pikirannya. Ia menunduk perlahan, bahunya bergetar halus. Tangan mungilnya meraba ke arah kakinya, dan dalam satu gerakan refleks, jemarinya menggenggam sesuatu yang dingin.Pisau. Cahaya dari lampu jalan memantul di bilah logam itu, berkilat seperti cahaya bintang yang jatuh, indah, tapi mengandung ancaman yang menakutkan. Langkah Ophelia mulai bergerak. Pelan, tapi penuh ketegangan. Setiap gerakannya bagai bayangan yang meluncur di antara kerumunan, lembut tapi berbahaya. Matanya terbuka lebar,

