Hate You 3

1845 Kata
Diah mengikuti langkah lebar Sultan Azka memasuki lebih dalam kediaman puti Nia. Ia sudah mengatakan bahwa sang Putri sedang tidur dan tidak mau diganggu tapi Sultan Azka tidak pernah mendengar perkataan seseorang yang lebih rendah posisinya. “Tinggalkan aku, Di!” “Tapi Sultan-” “-Kakak tidak akan celaka hanya karena kamu membiarkannya bersamaku.” Sultan Azka melirik tajam dayang keras kepala Kakaknya. Sudah sejak lama ia ingin dayang ini di ganti saja. “Maaf Sultan, saya undur diri.” ucap Diah menunduk, ia segera menjauh agar tidak diamuk oleh pria yang sebenarnya lebih muda darinya itu. Jika banyak yang suka dengan perubahan sikap Putri Aini maka Azka adalah pengecualian. Ia lebih suka sepupunya yang dulu. Anak gadis yang tidak menguarkan aura intimidasi dan anak gadis yang sangat lemah lembut dalam bertutur. Lihat saja bagaimana sekarang sang Kakak benar-benar hidup seperti Putri raja. Anak presiden saja yang memegang pucuk pemerintahan negara Indonesia tidak sesombong dan secongkak Puti Aini. Dan ini sudah lebih delapan kali Azka mengetuk pintu kamar sang Kakak. “Kak Aini!” panggil Azka putus asa. Segitu tidak inginnya Sultan kita ini dinikahkan sampai ia akan tetap berdiri di depan kamar kakaknya sampai pagi datang. Kalau memang diperlukan. “Orang yang kamu cari sudah mati,” sahut Nia yang tak lain tak bukan adalah Aini itu sendiri. Cewek itu duduk dengan wajah yang sudah tidak sedap dipandang. Pantang sekali bagi cewek satu ini mendengar seseorang memanggilnya dengan nama Aini. Nama itu sangat menjengkelkan. Juga terdengar begitu lemah. “Maaf, Kak, tapi-” “-Keluar, kakak tidak punya cukup tenaga untuk memerangi kamu hari ini.” Ya, Nia suka menyebut segala urusan dengan Azka dengan istilah satu itu karena sepupunya yang satu ini memang selalu mencoba menentangnya meskipun ujung-ujungnya Azka menurut dengan paksa. Setelah adiknya itu keluar dari biliknya, Nia benar-benar mengunci pintu kamarnya. Ia punya perang sendiri saat ini. Seseorang memiliki cukup tenaga untuk melawannya berkat seseorang lainnya. Rumah yang ditempati Nia sejak kecil ini tidak punya begitu banyak ruangan. Hanya ada beberapa kamar tidur, dapur, ruang makan, ruang santai keluarga serta gudang. Setiap kamar tidur di rumah ini seperti bilik di dalam bilik. Kamu bisa menemukan semacam ruang tamu mini di dalam tiap kamar tidur yang tujuannya bisa digunakan untuk apa saja oleh si empunya jika ia tidak ingin bergabung dengan orang lain. Sehingga ia bisa melakukan kegiatan belajar atau bekerjanya dari sana. Keluarganya bukan keluarga biasa dimana kamu hanya akan menemukan keluarga inti saja di rumah. Nia adalah orang terpandang yang darahnya dianggap lebih suci dari apapun. Banyak orang yang datang untuk menemui orang tuanya dengan berbagai tujuan dan kadang para Sultan dan Puti kecil tidak seharusnya menampakkan diri pada mereka. Itulah alasan kenapa keberadaan Azka barusan tedengar sedikit ambigu. Si Sultan belum masuk ke kamar tidur kakaknya tapi ia sudah masuk ke dalam bilik Kakaknya itu. >>>  Fatih dan Ayahnya melihat tamu yang mendatangi rumah mereka dengan dahi berkerut. Kakaknya dirangkul oleh Denis tapi yang aneh disini adalah wajah sedih Kakaknya ditambah mata yang bengkak. “Well well well, ini ada apa sama kalian? Bulan madunya udahan aja?” Fay mendengus namun urung merespon kata-kata adiknya. Ia melongok ke arah belakang Ayah dan Fatih untuk menemukan keberadaan kedua putranya. Denis mendorong pelan istrinya agar memeluk dan menyalami ayah Raffa, mertuanya. Sementara ia ingin menanyakan perkembangan rencana mereka di Sumatera pada Fatih. “Kamu bertengkar sama bocah,” kekeh sang Ayah, si pria dengan dua cucu laki-laki itu gemas dengan hubungan anak dan cucunya. Dua hari yang lalu Ammar mengatakan kalau Mamanya bersikap bodoh. Hal itu tentu langsung membuat perhatian Raffa yang awalnya ingin menghabiskan waktu untuk bermain dengan cucu bungsu hiperaktifnya menjadi mendengarkan apa yang cucu pertamanya barusan katakan. Dan hal yang lucu di sini adalah bagaimana sang cucu mengatakan Mamanya bodoh padahal berkat Mamanya ia sudah bisa menarik akar pangkat tiga di umur lima tahun. Fay duduk dan meletakkan kepalanya di bahu sang Ayah, orang tua yang sampai saat ini masih sehat, hal yang selalu Fay syukuri. Anak sulung juga satu-satunya anak perempuan dari Ayah Raffa juga merasa bahwa menjelaskan kembali tidak ada gunanya karena baik Ammar ataupun suaminya pasti sudah lebih dulu melapor pada sang Ayah. Sementara itu Fatih mengatakan kekesalannya pada si Abang ipar mengenai seorang cewek yang mempermainkannya. “Harusnya lusa aku bisa bicara dengannya, Bang, tapi pesuruhnya bilang kalau si Putri tidak bisa di ganggu, sangat tidak punya tatakrama  ‘kan dia? Putri apanya modelan begitu?” “Jangan terlalu cepat menilai seseorang, Teh, karena bisa jadi dia memiliki urusan yang sangat mendesak. Seperti yang kamu bilang, dia bukan sekedar bangsawan biasa. Dia penguasa Sumatera,” kekeh Denis. The Last Princess, begitu orang menyebutnya. Aini Radinka Jebat bukanlah orang sembarangan. Kalau kamu mengusik dan membahayakan nyawanya bukan hanya orang Sumatera saja yang akan memerangimu. Siap-siap untuk berhadapan dengan beberapa bangsawan Iraq, Kamboja dan Thailand. Kerajaan Pagaruyung memiliki Anjiang Mualim, sebutan untuk pengawal kerajaan yang berasal dari Persi (Iraq sekarang). Kambiang Hutan, sebutan untuk barisan perusak yang berasal dari Kamboja. Harimau Campo, sebutan untuk para pemburu yang juga berasal dari Kamboja. Juga Kuciang Siam, sebutan untuk barisan penyelamat yang berasal dari Siam (Thailand). Jadi pesan, Denis hanya satu, jangan macam-macam. Tak lama kemudian muncul Fay bersama ayah mereka. Fay kembali memancing perselisihan dengan adiknya dengan membahas pernikahan. Si kakak merasa bahwa Fateh sudah seharusnya memulai rumah tangga dan berhenti mengadakan arisan gilanya dengan Runa, Agam, dan Gilang serta mengganggu anak-anaknya. Arisan yang Fay maksud adalah ritual para sepupunnya untuk menghambur-hamburkan uang dengan mengunjungi tempat-tempat antah berantah. Mereka sering sekali melancong ke berbagai tempat dan mendapat sorotan publik akibatnya. Meskipun perusahaan keluarga Fay tidak sebesar milik suaminya, keluarganya tetap saja jadi omongan gara-gara para pria lajang tersebut. Memang ada yang memuji tapi tak jarang ada mengatai mereka semua tidak tahu diri. Dan hal itu sama sekali tidak muncul di infotaiment karena mereka bukan artis, tapi langsung datang ke telinga Fay sendiri, baik itu kiri ataupun kanan. “Aku masih dua enam dan ayah bahkan ga keberatan dengan apapun yang kulakukan. Kalau menikah yang kakak ingin, tunggu sampai umurku tiga puluh lima tahun, sampai saat itu tiba silahkan tutup mulut saja!” Fateh segera meninggalkan Kakaknya yang jadi menjengkelkan. Pantas Ammar kabur dari rumah, Kakaknya terlalu memaksakan agar semua berjalan seperti keinginannya. Beruntung Denis sanggup bertahan dengan Kakak. Hanya Denis yang akan sanggup. Kalau tidak akan jadi apa Kakaknya ini? “Pokoknya Ayah harus kenalkan Fateh sama makhluk bernama cewek.” Fay sangat tau bahwa hanya ada beberapa cewek di hidup adiknya itu dan ini tidak baik. Dan bagaimana mungkin Fateh tidak pernah pacaran di umurnya yang lima bulan lalu sudah dua puluh tujuh tahun? Sementara itu Denis kembali menggeleng-gelengkan kepalanya melihat istrinya kembali paranoid.  Denis tau bahwa Fay takut Fateh terjebak prilaku menyimpang namun melihat apa saja yang para sepupunya bahas ketika mereka berkumpul, rasanya mustahil Fateh menyukai sesama jenis. “Seingat aku,  kita kesini karena kamu ingin baikan dengan anak kesayanganmu,”  ucap Denis pada istri kesayangannya itu. “Sayangnya anak kesayanganku sedang tidak bisa diganggu,” dengus Fay. Anaknya mengunci diri di ruang kerja sang Kakek dengan alasan Om Fateh dan Abi terlalu berisik dan mengganggu konsentrasinya belajar. Kalau alasan sang anak adalah belajar, Fay adalah orang yang akan menahan diri untuk tidak mengganggu karena dulu ia pun tidak pernah diganggu saat belajar. “Kalau jagoanku?” tanya Denis setelah menciumi pelipis istrinya. “Abi sedang tidur, pasti Fateh membuatnya lelah hari ini.” Kali ini istri Denis Hardian tersenyum lebar mengingat ekspresi tidur anak bungsunya.  Melihat bulir keringat di dahi dan leher Abi membuat Fay semakin bahagia karena ia memiliki anak yang sehat dan aktif. Sayangnya Fay keliru, justru anak bungsunyalah yang membuat Fateh kelelahan. Sementara di kamarnya sana,  sambil membersihkan keringat Abi dan menutup mulut ponakannya yang menganga karena tidur, Fateh menghubungi si bungsu dalam genknya. Gilang tentu saja, siapa lagi? “Tolong beri aku tempat tidur di rumah baru Om Bayu!” “Mintalah sama Ayah,  memangnya Abang kira aku anak yang bisa buat keputusan seenaknya tanpa sepengetahuan Ayah? Pelor pistol Ayah bahkan masih ada dan lebih dari cukup untuk membunuh kita semua.” “Ckck...  Pokoknya sebagai langkah awal kau katakan saja sama Omku itu kalau aku akan menumpang untuk beberapa hari.” “Untuk?” “Bertemu Putri Sumatera.” “Apa pilihan Abang berhenti di Puti Aini? Akhirnya..” “Kamu dan segala pemikiranmu tentang cinta. Otakmu benar-benar sudah tidak bisa ditolong. Aku hanya punya sedikit urusan dengannya tapi sialnya cewek songong itu membatalkan janji yang sudah dibuat sejak awal.” “Oooo...” gilang hanya memberikan respon pendek.  Ia tentu sangat tau apa yang membuat Puti Aini membatalkan janji karena hal itu pula yang sedang mengganggu kawan baiknya.  Tapi Gilang rasa,  bukan hal yang tepat untuk menceritakan hal ini pada Bang Fateh. >>>  Saat Fay beserta suaminya sedang membicarakan tentang anak-anak pada Ayahnya.  Mereka dikejutkan oleh cewek yang makin hari makin ceria. Cewek si satu-satunya yang bilang bahwa bukan kacang yang membuat wajahnya dihuni jerawat.  Dan dia datang dengan sebuah koper. “Mau kemana?” tanya Fay. Kalau Vio ingin menginap di rumah Ayah maka ia akan mengangkut Fateh bersamanya. Meski mereka sepupu tetap saja tidak boleh tinggal bersama. Fay tidak ingin terjadi hal yang aneh-aneh di antara mereka berdua mengingat mereka juga tidak punya pasangan sampai saat ini. “Diajak abang,” jawab Vio pendek. Setelah bertahun dilewati akhirnya ia mendapatkan tempat di hati pada sepupunya. Hal yang selalu menjadi doanya setiap ribuan malam yang lalu. “Kemana?” tanya Fay lagi. “Temu ramah sama Om Bayu,” jawab Fateh dan mengulurkan tangan kanannya  kemudian tanpa diperintahkan Vio mendekat dan menyalami sang abang seperti ia menyalami gurunya semasa sekolah. Membuat Fay mencibir pada kelakuan keduanya. “Temani saja Ayah disini.” Fay tau, adik and the genk nya pasti ingin bepergian lagi.  Dan kali ini gosip akan bertambah parah karena keberadaan Viona hanya keluarga dekat saja yang tau.  Ia bisa sakit kepala dengan pertanyaan rekan mengajarnya nanti.  Saat Fay ingin menguliahi Fateh kembali, ia mendengar suara anaknya.  Ammar segera mendekat ke Mamanya.  Ada apa sampai mama datang kemari? Begitu pikirnya, namun begitu Ammar tetap memeluk mamanya terlebih dahulu. ”Jangan bilang Mama sudah daftarkan aku di SMP biasa.”  Fay memutar bola matanya bosan.  Ia tau ke depannya urusan dengan Ammar tidaklah mudah karena anak ini memiliki seratus persen cara kerja otaknya dan hanya tiga puluh persen kelembutan Papanya dalam berlaku pada perempuan. “Bukan begitu cara bicara sama Mamamu, Danis!” “Tapi, Pa,  Papa ‘kan tau gimana Mama.” Ammar mencoba membela diri dan betapa tidak sukanya ia dipanggil dengan nama Danis. “Memang Mama gimana?” tanya Fay dengan nada ingin merajuk. Denis yang mendengar perubahan suara istrinya kembali merasakan sakit kepala. Istri dan anak pertamanya, mereka selalu membesarkan hal-hal sepele. Fateh yang melihat itu menyikut Vio agar segera keluar dari debat akbar Ibu dan anak itu. Sebagai seorang adik yang baik sudah seharusnya Vio membantunya memasukkan pakaian kedalam travel bag miliknya. Mengingat, Fatih juga yang akan menanggung semua biaya yang Vio perlukan nantinya selama mereka di Padang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN