Chapter 4.Kenapa ia menculikku?

1200 Kata
Aku membuka mataku yang kini sulit untuk terbuka. Kepalaku sakit sekali, aku memegang kepalaku dan terasa seperti ada sesuatu yang melilit kepalaku. Bukankah ini perban? Aku mencoba mengedarkan pandanganku sekeliling, akhirnya aku mengingat kejadian kemarin tetapi kenapa aku bukan berada di rumah sakit malah disebuah kamar asing? "Kau sudah bangun?" Aku tersentak mendengar suara seorang pria dan ternyata aku sedari tadi tidak menyadari jika ia tidur di sampingku. Aku mencoba bergeser ke tepi kasur, memberi jarak padanya. "Kenapa aku ada disini?" tanyaku dan pria itu duduk dari posisi tidurnya. Ternyata pria gila kemarin. "Aku yang membawamu kesini," ucapnya datar. Sedangkan aku menatapnya tidak percaya, bagaimana ia bisa berkata begitu mudahnya. Aku ingat jika David menyuruhku untuk menjauhinya, tanpa disuruh pun aku sudah takut berada disekitar pria ini. "Terima kasih merawatku, aku akan pulang," kataku dan segera turun dari kasur itu namun pria itu menahanku. Aku menatap genggaman tangannya padaku lalu matanya. "Bukankah kau seharusnya tahu jika aku yang menyuruh mereka mengejarmu dan menabrakan mobil mereka padamu?" jelasnya sembari menatap mataku dalam. "Juga bukankah aku berkata padamu kemarin jika kita akan bertemu," tambahnya membuatku menggeleng tidak percaya, pria ini sangat gila menurutku. Aku mencoba melepaskan genggaman itu tapi tidak bisa, ia terlalu kuat mencengkram tanganku. "Apa yang kau mau!?" teriakku. Pria itu menarik tanganku kuat sehingga membuatku terjatuh ke kasur dan berjarak dekat padanya. Ia mendekatkan wajahnya padaku dan tersenyum. "Kau akan menjadi milikku," tegasnya dan aku tidak terima, aku berusaha melepaskan genggaman tangannya dengan menarik tanganku. "Lepaskan aku!" desisku dan pria di depanku ini hanya menatapku remeh. "Lepaskan!" desisku lagi dan ia malah tersenyum. "Kau tidak akan terlepas dariku Rosie, kau akan terjerat selamanya bersamaku. Jadi ingatlah itu." Aku tidak mau bersamanya, aku langsung menggigit tangannya dan membuat genggamannya di tanganku merenggang, tidak tunggu lama aku langsung mengambil kesempatan itu untuk kabur. Aku membuka pintu kamar lalu langsung berlari menuruni tangga besar yang menuju ke bawah. Sebentar, aku merasa terpukau oleh besar dan megahnya mansion ini. Saat sampai di bawah aku kebingungan, mansion ini terlalu luas, bagaikan kastil. Aku mencoba melewati lorong yang berdiri pilar-pilar besar membuatku terperangah, tempat ini seperti kastil yunani saja. Saat aku berbelok di lorong itu, entah darimana datangnya pria itu sudah berada di sana sembari bersidekap tangan. Wajahnya yang dingin dan tatapannya yang tajam menandakan ia sedang marah. Aku memilih berlari kembali melewati lorong tadi dan tanganku tersentak ke belakang. Pria itu cepat sekali mengejarku dan kini ia menggenggam tanganku atau lebih tepatnya meremasnya dengan kuat. Aku menarik tanganku yang diremasnya. Ini sakit sekali, sungguh! Pria itu menarikku dengan kuat membuatku oleng dan ia langsung memapahku seperti karung. Aku berusaha menggeliat sekuat tenaga di pundaknya bahkan tanganku sudah memukul dan menarik celana belakangnya tetapi ia tetap saja tidak terpengaruh. Ia membawaku ke kamar tadi dan mengehempaskan tubuhku ke atas kasur. Aku langsung menyudut ke ujung kasur dan menatapnya was-was. Pria itu mengusap wajahnya letih lalu menunjukku. "Kau tidak akan keluar dari mansion ini," kecamnya. Lalu ada seorang pria yang datang kemari, ia melihatku lalu menatap pria gila itu. "Apa yang kalau lakukan dengannya Charles?" tanya pria itu dan aku akhirnya tau nama pria gila itu. Charles menatap pria itu dengan tatapan dinginnya. "Bukan urusanmu James," jawabnya. Aku melihat James orang yang baik maka dari itu aku menatap matanya, memohon agar ia membantuku keluar dari pria gila ini. Namun yang ditatap malah hanya memberiku tatapan sedih, membuatku putus asa. "Jangan menatapnya!" Aku kaget dan langsung menatap Charles. Charles dengan langkah besar segera menutup pintu dan menguncinya lalu ia menujuku kembali. Aku semakin menyudut sampai punggungku menabrak dinding. Aku terjebak sekarang. Charles kini berdiri di depanku, menarik daguku agar melihatnya dan ia berbisik di telingaku. "Kau milikku," ucapnya pelan lalu kini daguku dicengkram kuat. "Maka jangan menatap pria lain selain diriku!" teriaknya membuatku ketakutan. Tubuhku bergemetar, aku takut ia memukulku. Setelah itu ia menatapku dengan senyumannya yang membuatku malah tambah ketakutan. "Jadilah wanita penurut dan setelah itu kita akan menikah," ucapnya. Aku terkejut, sungguh. Baru dua hari aku melihatnya dan kini ia bilang menikah? Aku tidak ingin menikah dengan pria seperti dia, aku ingin menikahi pria normal. Aku sungguh tidak sudi. "Jangan berharap aku mau menikah denganmu!" desisku. Plak! Ia menamparku dengan keras sekali, pipiku terasa hangat dan runyam. Aku tidak tahan jika begini, aku mau pulang, aku ingin David, aku tidak mau ditampar lagi, David dimana kau? Aku merindukanmu. Air mataku tanpa aku sadari lolos begitu saja dari kelopak mataku. Charles menatapku, tangannya yang tadi menamparku mulai bergerak lagi. Aku takut, aku menutup mukaku, aku tidak ingin ditampar lagi. Hentikan, aku tidak menyukainya. Aku merasakan tangan yang membuka tanganku yang kugunakan untuk menutupi mukaku, aku membuka mataku sesaat setelah tak ada lagi penghalang mukaku. Dan aku mendapati Charles menatapku cemas. Tangannya mendekat ke wajahku membuatku menjauhi mukaku darinya dan air mataku tidak berhenti malah semakin deras. Jemari Charles menghapus air mataku, jemarinya terasa hangat sekali. "Jangan menangis, aku tidak akan menamparmu lagi," ucapnya sembari merengkuhku ke dalam pelukannya. Aku hanya pasrah, takut ia bertindak lebih parah daripada tadi. Charles mengangkat tubuhku dan aku hanya menurut saja. Ia memapahku ke kasur lalu ia membuatku rebahan dan menutupi tubuhku dengan selimut sampai ke daguku. Tangannya masih saja menghapus air mataku yang masih keluar. "Aku akan meninggalkanmu, agar kau merasa lebih baik," ucapnya dan pergi meninggalkanku keluar kamar. Dari luar aku dapat mendengar jika ia mengunci pintu kamar ini. Aku menarik selimut sampai menutupi mukaku. Entah kenapa tangisan ini semakin deras, yang kutau saat ini aku merindukan David. Aku merindukannya, sangat merindukannya. Aku menghapus air mataku dan mencoba untuk tidur. Aku hanya berharap besok aku terbangun dan ini hanyalah mimpi. • • • "Hey, wake up Rosie." Aku menutup kepalaku dengan bantal. Tidak bisakah David memberikanku waktu sedikit agar tidur lebih lama? Kenapa ia mudah sekali bangun pagi? "Rosie, ayo sarapan." "Sebentar lagi Dave, give me ten minutes and I will make your breakfast," ucapku setelah itu tidak terdengar suara lagi. Akhirnya aku bisa tidur nyenyak. Aku meraba sisi kasur lain mencari bantal gulingku, tapi yang kudapatkan benda kotak-kotak elastis dan lebar. Aku memukul benda itu dan terdengar suara ringisan. Akhirnya aku membuka mataku dan melihat seseorang yang kini menahan tanganku di perutnya. Ah! ternyata yang kukira benda tadi adalah perutnya Charles. "Kau suka sekali meraba diriku," kekehnya membuatku beringsut menjauh. Sialan, jadi kemarin bukan mimpi. Charles kini bertelanjang d**a, ia hanya memakai celana tidur saja. Badannya atlestis dan banyak kotak-kotak disana, bila dihitung ada delapan kotak di perutnya. Memang sungguh tubuh yang mempesona. "Menikmati apa yang kau lihat, huh?" Aku malu, dia memergokiku melihat perutnya. Charles tertawa. "Tidak apa, lihat saja karena ini nantinya akan menjadi milikmu," godanya semakin membuatku blushing. Charles mengambil piring sarapan di atas nakas dan memberiku sarapan itu. Aku sebenarnya tidak ingin makan, namun Charles terus saja memaksaku. "Ayolah Rosie, kau harus sarapan," geramnya yang sudah lelah membujukku. Aku hanya takut jika makanan itu sudah dimaksukkan sesuatu yang membuatku menyesal nantinya. Charles kembali menyodorkan makanan itu dan aku menolaknya. Hingga Charles mulai menggenggam kuat piring itu. "Baiklah jika kau tau mau makan." Prank! Charles membanting piring itu membuatku amat sangat terkejut. Ia menatapku tajam lalu berdiri dan meninggalkanku di kamar ini sendiri. Dan tak lupa, ia selalu mengunci pintunya. Akankah ini berakhir?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN