"s**t! s**t! s**t!", maki Faza sambil memukul roda kemudi dengan telapak tangannya, "ngapain kali gue pake ngomong kaya gitu, tuh anak tuyul jadi nangis kaya gitu kan." omelnya pada diri sendiri.
Tok.. Tok.. Tok...
Faza mengalihkan pandangan ke arah kaca mobil yang diketuk. Faza menghembuskan nafas, mencoba mengatur pernafasannya agar kembali normal.
"Mamas ngapain kok nggak masuk ke rumah Mamah perhatiin?" tanya Vita; Mama Faza setelah ia menurunkan kaca mobilnya.
"Mama dari mana? Kok mobilnya dibelakang mobil Mamas?" tanya Faza yang masih berada di dalam mobil.
"Mamah?" tanya Vita sambil menunjuk dirinya sendiri, "Mamah habis jemput Tante Icha dari bandara. Tuh, Papa kamu lagi ngerokok bareng sama Om Brandon disamping mobil."
"Hah?"
"Iya, tadi sore Tante Icha tuh udah sampai dari Jogja, cuman kita makan dulu tadi sekalian cek restonya Papah kamu yang di Kuningan." Jelas sang Mamah, "masukin gih mobilnya, biar mobil Papah bisa masuk Mas."
"Iya Mah." ujar Faza. Faza menyalakan mobilnya, membunyikan klakson agar gerbang di depan dibuka satpam rumahnya.
"Mas."
Faza melepaskan pedal gas dari kakinya, saat mendengar Mamanya memanggil namanya.
"Mbok suruh bikin minum ya Mas. Mas ganti baju terus ke ruang tamu. Mamah sama Papah mau ngomong penting." Faza hanya mengangguk, sebagai jawaban atas titah sang Mamah.
Memarkirkan mobilnya digarasi rumah, Faza segera masuk ke dalam. Melalui pintu samping, ia segera melangkahkan kakinya ke dapur.
"Mbok, ada tamu kata Mamah suruh buatin minum. Kaya biasanya aja, Om Bran sama Tante Icha yang dateng."
"Iya Den."
Setelah menyampaikan pesan sang Mamah pada asisten rumah tangga dirumahnya, Faza segera melesakkan kakinya ke kamarnya.
"Huft, ngapain coba gue nangis. Nggak tega gitu gue?" tanya Faza pada dirinya sendiri. Jemarinya menghapus air mata yang lancang, menetes ke pipinya mengingat tubuh Angel yang tiba-tiba saja jatuh diranjang milik gadis itu tadi.
"Mending gue ganti, sebelum Mamah nanti teriak." katanya tidak ingin mendapat hari yang buruk untuk kesekian kalinya dihari yang sama.
"Mas.. Mamas."
Faza buru-buru memakai kaosnya saat mendengar suara teriakan sang Mamah. Dengan langkah cepat dia membuka pintu kamarnya, "iya Mah, ini Mamas jalan ke ruang tamu.", sahutnya sembari melaksanakan apa yang bibirnya ucapkan.
"Duduk kamu." titah sang Papa menatap Faza dalam. Ashar, Papahnya menghembuskan nafasnya, hingga terdengar ditelinga Faza.
Tanda-tanda Papah mau marah, ucap Faza dalam hati mengingat tanda-tanda yang selalu Papanya lakukan ketika lelaki penuh humor itu dipenuhi amarah.
"Katanya besok kamu mau nikahin pacar kamu itu?" tanya Ashar sambil menyesap kopi yang dibuatkan oleh asisten rumah tangganya tadi.
"Pah."
"Angel yang bilang! Dia satu jam lalu telpon Mamanya nangis, cerita kamu mau nikah sama model itu besok." jelas Ashar membuat Faza menghembsukan nafasnya, sama seperti apa yang Papanya lakukan tadi.
"Faz, Kamu bisa jauhin Angel?" tanya Icha; Mama Angel.
"Maksud Tante?" tanya Faza cepat.
"Jauhin Angel, sepertinya rasa suka Angel ke kamu itu nggak wajar. Tante pikir dulu itu hanya rasa kagum adik perempuan terhadap Abangnya, mengingat kamu sahabat dekat Arsen." Icha menjeda kata-katanya sebelum melirik suaminya yang tengah mengeraskan rahang, "tapi ternyata putri Saya benar-benar patah hati sampai merengek untuk memindahkan kuliah dia ke tempat Omanya sekarang berada."
"Intinya gini Fa, kalau emang kamu itu nggak suka Angel. Om nggak-Papa. Kamu anak sahabat Om, Om udah anggep kamu kaya Arsen, anak Om sendiri meskipun sebenernya masih warasan kamu. Tapi Om nggak rela princess Om satu-satunya jadi kaya gini karena kamu. Om minta jauhin Angel, bisa?"
Jemari tangan Faza terkepal disisi pahanya mendengar penuturan Brandon; Papa Angel. Matanya menyorot tidak suka dengan permintaan sahabat Papanya itu.
"Mas." ujar Vita menepuk pundak putranya.
"Jauhi Angel, kamukan sudah mau menikah. Sedangkan anak Saya masih tergila-gila sama kamu. Itu nggak baik buat dia, karena semakin ke sini dia semakin parah dengan patah hatinya Fa." lanjut Brandon memberi pengertian pada anak sahabatnya itu.
"Saya akan jauhi Angel Om."
"Oke! Kalau gitu kamu pilih. Kamu yang keluar dari pekerjaan Kamu, atau Angel yang Om pindah ke Jerman?"
"PAPAAAAH!"
to be continued