“Aina kenapa sih, Nak?” tangis Megi dengan Aina di rengkuhannya. Sungguh ia bingung bukan kepalang. Tak biasa-biasanya bayi kecilnya seperti ini. Sedari pagi Aina menolak menyusu. Setiap kali diletakkan ia menangis histeris. Megi tak bisa melakukan apapun sedari tadi, bahkan ke kamar mandi pun Aina menangisinya. Sudah menjelang pukul dua siang dan belum ada yang masuk ke perut Megi terkecuali s**u yang ia minum sambil menggendong Aina. Bayinya yang belum lama melewati usia 40 hari itu kini demam. Megi tengah sendiri di rumah. Gendis sudah kembali ke Jogja, sementara ART harian yang Megi sewa tengah merawat suaminya yang jatuh dari motor. Megi lelah dan panik. Ia mengambil ponselnya yang nyaris mati karena kehabisan daya, menekan nomor Gary. Sayangnya, baru beberapa kali nada sambung be