Damar berdiri di balkon apartemen sambil memegang cangkir kopi yang masih mengepulkan uap panas. Pikirannya melayang, teringat akan percakapan yang ia lakukan dengan Tasya di kafe tadi sore. Damar sudah menduga Tasya akan menolak keinginannya untuk meresmikan hubungan mereka. Karena itu, dia berusaha membujuk Tasya dengan tawaran yang menurutnya sangat menggiurkan. Namun, hal itu belum cukup untuk mengubah keputusan Tasya. Damar menghembuskan napas panjang. Dia mulai menyeruput kopi di cangkir sedikit demi sedikit. Damar sengaja memberi waktu kepada Tasya untuk berpikir. Dia berharap Tasya akan berubah pikiran dan mau membantunya lagi. Damar tidak keberatan jika harus mengeluarkan banyak uang untuk memenuhi keinginan Tasya sebagai upah atas bantuannya kali ini. “Apa yang harus aku laku