Ambisi Isabella

1846 Kata
Isabella memilih pergi ke tempat dimana dia bisa bertemu Nando. Prioritas utama dalam hidup Isabella sekarang hanyalah Nando. Dia tidak sedang jatuh cinta. Dia tidak sedang menggila. Tidak juga disebut patah hati. Hubungannya dengan Nando sama tidak jelasnya. Mereka hanya sebatas partner. Partner tidur lebih tepatnya. Sebenarnya selain melancarkan misinya untuk membuat laki-laki itu bertekuk lutut. Isabella juga membutuhkan uang guna membayar biaya kuliah semester depan. Jangan sampai Isabella kembali menggunakan uang pemberian Prof. Warsono lagi. Cukup sudah dia terikat dengan laki-laki tua itu. Maka yang perlu Isabella lakukan adalah berdandan dan berpakaian semenarik mungkin. Isabella tahu apa yang tengah dilakukannya adalah bukan dirinya yang sesungguhnya. Ini adalah sikap Diana sewaktu masih hidup. Sekelebat ingatan soal Diana membawanya kembali pada masa lalu. “Pembunuh...” “Dia pembunuh.” Isabella menggeleng cepat. Ingatan itu sungguh menyiksanya. Kenapa harus manusia seperti Nando yang jadi kekasih Diana dulu. Kenapa bukan laki-laki dengan latar belakang yang jelas. Oh Isabella hampir melupakan fakta bahwa Nando memang berasal dari keluarga baik-baik. Pribadinya saja yang tidak baik. Isabella memilih masuk ke dalam rumah megah kepunyaan keluarga Nando. Matanya awas menatap setiap pasangan yang ada di lantai dansa. Entah acara macam apa yang selalu diselenggarakan keluarga ini. Isabella tidak tertarik untuk mencari tahu. Dia hanya butuh Nando saja. "Hay Sayang." Panjang umur laki-laki itu sudah muncul dengan setelan jas formal. Lumayan tampan meski aura pembunuh tidak bisa Isabella lepaskan. Ngomong-ngomong hanya dia yang tahu soal masalah itu. Isabella memberikan satu ciuman lalu menatap Nando dengan sorot mata indah miliknya. Bukankah laki-laki selalu senang dia tatap begini. Lantas kenapa Nando sulit sekali ditaklukkan. “Mau minum?” tawarnya mengajak Isabella keluar dari kediaman kakeknya “Nggak.” tolak Isabella. Dia harus waras malam ini. Terlalu banyak minum membuatnya selalu salah langkah. Terlebih keberadaan Beryl patut diwaspadai. Laki-laki sok itu selalu mengikutinya sampai sejauh ini. Itu bencana Nando mengajak Isabella pergi menaiki mobil mewah yang harganya sangat fantastis. Sejauh ini Isabella tidak lagi terkejut. Laki-laki pilihan Diana memang tajir tiada duanya. Isabella menemukan luka di pipi kanan Nando. Apakah itu bekas tonjokan Beryl waktu itu. Akan lebih baik jika tonjokan itu mengenai hidung atau matanya. Sangat menguntungkan bagi Isabella. “Bell, laki-laki yang sewaktu di klub membawamu pergi. Siapa?” “Siapa?” Isabella kembali mengulang pertanyaan Nando Oh seperti bukan respon yang diinginkan oleh Nando. “Dia hanya teman kuliahku.” Jawabku sebiasa mungkin “Dia kekasihmu?” Nando kembali bertanya “Bukan. Kamu kan kekasihku.” jawabku serius. Setidaknya dia harus menunjukkan banyak sinyal agar Nando tahu dia menyukai laki-laki itu Nando tertawa, “Ya, memang hanya aku partner tidur terbaikmu.” Kurang ajar, dipikir dia hebat apa. Isabella bahkan sebenarnya enggan memberikan tubuhnya cuma-cuma jika bukan karena misi membuat laki-laki ini jatuh cinta. Dia bersumpah akan membuat Nando menderita seperti penderitaan Diana waktu itu. “Kend, mencarimu?” “Aku tidak menyukainya, Nando.” Isabella jengah sendiri. Dirinya tahu pesonanya ini sulit ditolak. Isabella rasa dia punya standart tinggi juga tipe perempuan pemilih. Nando mengelus puncak kepala Isabella. “Aku tahu. Bagaimana mungkin aku meragukanmu.” Isabella senang. Setidaknya ikatan hubungan antara dia Nando harus segera terjalin. “Nando...” kata Isabella pelan “Ya?” jawab Nando lembut “Apa kau tidak ingin terikat sebuah hubungan?” Nando melirik Isabella dengan senyum tampan miliknya, “Denganmu?” Isabella tidak perlu menjawab bukan untuk yang satu ini. Nando sepertinya cukup peka. “Kau ingin menjalin hubungan denganku, Bella?” “Memangnya, tidak… boleh?” Nando tertawa, “Siapa bilang tidak boleh?” “Maksudmu bagaimana Nando. Kita sudah sejauh ini. Apa tidak ada hasrat untuk lebih serius.” “Ada. Aku ingin serius...” Nando mengatakan dan menjeda ucapannya membuat Isabella mengernyit kebingungan. “Tapi kamu harus bisa menjadi seperti yang aku mau.” ______________________________ “Nando jahat, sialan. Apa dia tidak tahu aku sudah mengorbankan segalanya dan sampai sejauh ini terasa sia-sia.” "Dia pikir dirinya sehebat itu apa. Sungguh aku akan menghabisimu, Nando. Kau tidak layak untuk hidup diatas kematian Diana." Isabella menenggak kembali satu gelas cairan berwarna bening. Tidak tahu sudah menghabiskan berapa gelas. Nando membuatnya kehilangan akal waras. Huh, cara apa lagi yang harus Isabella pakai untuk membuat laki-laki sepertinya jatuh pada pesona yang dia tunjukkan. Isabella sudah melakukan banyak hal dan gagal. Isabella menatap laki-laki dengan pakaian santai duduk mendekatunya. Lama-lama dia muak dengan manusia berjenis kelamin laki-laki. “Danis...” katanya memperkenalkan diri sementara Isabella hanya acuh. Responnya tidak menyambut kedatangan Danis “Lo pacarnya, Beryl?” Oh, apalagi ini. Bagaimana bisa orang gila ini mengatakan dia adalah kekasih Beryl. Berdekatan dengannya saja Isabella merasa ingin selalu mengamuk. Bagaimana bisa berpacaran. Dia dan Beryl hanya cocok menjadi lawan bukan pasangan. “Gue nggak kenal Beryl. Nggak mau kenal sama dia juga.” Isabella menarik satu botol minuman. Kosong tanpa sisa. “Mau?” Danis menawarkan minumannya. Isabella menolak. Dia tidak suka dikasihani “Gue rasa lo butuh teman.” Danis menarik tengkuk Isabella. Tanpa persetujuan membungkam perempuan itu dengan ciuman. Oh, s**t. Isabella terus mendorong tubuh Danis. Apa begini rasanya dilecehkan? Sementara di pintu masuk Beryl terus menatap interaksi antara Danis dan Isabella. Dia sudah melihat semuanya. Dari Isabella yang terlihat kacau hingga kedatangan Danis yang melecehkan Isabella. “Jangan dia, Nis!” Beryl menarik tubuh Danis dan mendorongnya ke sofa. Danis nampak terkejut dengan kehadiran Beryl. Tatapannya meminta penjelasan atas sikap Beryl barusan. “Ayo pulang.” Perintah Beryl dan dibalas tawa oleh Isabella “Lo siapa ngatur-ngatur hidup gue.” “Berhenti bersikap kekanak-kanakan, Bella. Prof.Warsono di rumahmu. Dia menunggumu dari tadi siang. Aku diperintahkan untuk mencarimu.” “Sekarang pulanglah. Bilang sama dia. Gue bisa mengatur hidup gue sendirian tanpa campur tangan dia. Bilang sama dia juga bahwa gue tidak pernah menggunakan uang pemberian darinya selama ini.” Isabella mulai linglung. Pengaruh alkohol sudah bekerja Beryl mengumpat. Sungguh perempuan ini merepotkan disegala situasi. Apa dia tidak tahu kalau tindakannya akan sangat merugikan dia di masa depan. Dasar perempuan sinting Beryl mengangkat tubuh Isabella. Tidak memperdulikan Danis yang terus rewel memintanya untuk tinggal. Sebenarnya Beryl kasihan kepada Danis karena harus menjadi pengacau diantara kesenangan mereka. Sayangnya tindakan temannya itu lebih mirip pelecehan ketimbang suka sama suka. ________________________________ Beryl membawa masuk Isabella ke rumah Prof.Warsono. Ini juga atas perintah dari dosen itu. Karena menurutnya lebih aman keponakannya berada dalam satu rumah dengannya. “Bagaimana ini bisa terjadi, Beryl?” Prof. Warsono membuka pintu kamar dan mempersilahkan Beryl membawa Isabella. “Saya menemukannya sedang berada di klub malam.” “Apa yang dia lakukan. Maksud saya dengan siapa dia disana?” Prof.War terlihat khawatir Haruskah Beryl mengatakan Isabella di klub bersama Danis. Keponakannya kacau bahkan sempat dilecehkan oleh temannya sendiri. Itu akan merugikan siapa atau menguntungkan siapa. “Sendiri, Prof.” _________________________________ Beryl masuk ke salah satu ruang kelas milik angkatan satu tahun di bawahnya. Seperti biasa jadwal mengisi kelas atas perintah dari Prof. Warsono. “Selamat siang teman-teman semua. Karena hari ini Prof.Warsono berhalangan hadir. Maka saya akan mengisi untuk jam mata kuliah hukum pidana. Apakah sudah ada yang tahu mengenai hukum Pidana?” Semua mahasiswa satu kelas itu mulai membuka tumpukan buka. Lalu mengetik pencarian di google mengenai hukum pidana yang ditanyakan oleh Beryl. “Kamu yang duduk di bangku tengah. Yang dari tadi sibuk sama pacarmu. Tolong dijawab pertanyaan saya.” Perempuan dengan rambut sebahu, baju merah maroon menunjuk dirinya sendiri. “Saya kak?” “Iya. Tolong cepat tanggap kalau semisal ada dosen yang bertanya kepadamu.” “Di kelas Prof. Warsono atau kelas saya sama saja. Kalian harus fokus. Tidak boleh banyak guyonan, gagdet hanya dipergunakan untuk keperluan perkuliahan, sebelum masuk kelas pastikan sudah membaca buku apapun yang sudah menjadi pegangan sehingga pikiran kalian benar-benar fokus.” “Saya tidak akan memberlakukan aturan harus membaca berapa bab. Minimal bacalah materi untuk perkuliahan besok. Ingat disini kalian hanya empat tahun. Kalau itu memang bisa tepat waktu. Saya harap juga akan tepat waktu kalau bisa bahkan kurang dari ketentuan.” “Oke. Sudahi rasa tegang di kelas saya. Kita enjoy supaya dapat menyerap ilmu lebih baik. Ayo silahkan Lolita apa pengertian hukum pidana menurut kamu?” Sebenarnya Beryl tahu. Meskipun enjoy tetap saja mahasiswa akan tegang dan takut jika dilempar pertanyaan. Hal yang lumrah ketika pembelajaran berlangsung ada sesi komunikasi yang dirasa tepat untuk membangun dan menentukan keberhasilan pembelajaran. “Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.” Kata mahasiswa bernama Lolita “Itu pendapat dari siapa, Loli?” Beryl mendekati tempat duduk Lolita. Membuat perempuan itu seperti ketakutan. Apakah wajahnya ini mirip dengan hantu. Jujur kadang Beryl merasa ngeri jikalau beberapa orang memotretnya saat tengah mengajar. Dia seperti dijadikan idola padahal dirinya sama saja seperti mereka. “Dari Sudarsono, Kak.” Beryl tersenyum kecil. “Kalau pendapatmu sendiri bagaimana, Loli?” Suara lembut Beryl justru membuat banyak mahasiswi iri karena bisa berinteraksi dengannya. “Kalau menurut saya pelanggaran yang mengatur kejahatan seperti halnya pelanggaran umum. Dimana akan diacam dengan hukuman yang telah diatur pada Kita Undang-undang Hukum Pidana.” “Terima kasih sudah menjawab, Loli. Lain kali tolong dibaca lagi materi kita minggu lalu supaya gampang untuk belajar materi hari ini.” Pesan Beryl sebelum akhirnya melanjutkan pembelajaran siang itu. Untuk memberlakukan aturan tegas pada teman-temannya Beryl masih saja tidak rela. Dia merasa tidak berhak untuk itu. Padahal ketika dia mengisi kelas pun. Aturan dan cara mengajar sudah sepenuhnya dia pegang. Beryl keluar kelas setelah memberikan tugas seperti yang diminta oleh Prof.Warsono. Sehingga itu lebih mempermudah dirinya tanpa berpusing-pusing mencarikan tugas baru. “Kak...” panggil mahasiswi yang setahu Beryl bernama Evita “Ya?” tanya Beryl kemudian “Untuk minggu depan apakah proposal sudah bisa dikumpulkan atau bagaimana, ya.” tanyanya seolah memikul beban berat Beryl menduga jika Evita ini adalah penanggung jawab kelas. Pasti rumit karena dijejali oleh banyak pertanyaan dari teman-temannya. “Untuk pengumpulan masih dua minggu lagi. Tolong teman-teman mu dikoordinir dalam pengumpulan ya. Nanti saya bisa langsung menyerahkan pada Prof.Warsono.” “Baik, Pak. Eh...Kak. Terima kasih.” Beryl berlalu, ya sudah biasa memang dia dipanggil pak atau kak. Itu memang sudah resikonya. Setelah ini dia jadwalnya harus mengisi kelasnya sendiri. Siapkan dirimu dengan pertanyaan soal Isabella. Dirinya harus terlihat biasa saja. Tidak boleh takut atau terkejut. Begitu membuka pintu kelas teman-temannya langsung heboh karena kelas hari ini diisi oleh Beryl bukan Prof. Warsono. Suasana kelas sudah seperti pasar. Ramai dan riuh. “Ini dia cowok ganteng penuh pesona. Siapa lagi kalau bukan Beryl.” “Huhu... Lo jadian sama Isabella. Pajak Jadian, bro.” Hendro mengompori teman-teman “Wuiiih, sejak kapan, Ber?!” “Pakai apaan lo bisa gait mahasiswi idaman itu. Kasih tipsnya dong.” “Ber, gue broken heart.” Ana menampilkan mimik wajah yang dibuat-buat seolah dia terluka Lalu tatapannya jatuh pada Aida yang kata teman-temannya menyukai dia. Dia enggan menatap kearahnya. Apa dia marah?! Sepertinya tidak mungkin. Beryl segera mengenyahkan pikiran gila itu. Lalu fokus pada kelasnya. Tidak perlu menjawab semua pertanyaan unfaedah dari mereka. Beryl tidak menyukai Isabella, berpikir untuk tertarik pun tidak pernah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN