Bab 2

1356 Kata
Siang itu setelah selesai mengurus Rania, Nara berniat untuk menjenguk Nera karena sudah 1 minggu ini Nera dirawat dan kesehatannya makin memburuk. Nera memanggil Nara dan menyuruhnya untuk duduk di samping Randy, Nara ingin membicarakan sesuatu hal kepada mereka berdua. “Ada apa mbak? Mbak butuh sesuatu?” tanya Nara penasaran. Nera tersenyum walau berat, ada hal yang ingin disampaikannya kepada Nara dan juga Randy. “Nggak Nara, mbak hanya mau meminta tolong dan mbak harap kamu mengabulkannya,” kata Nara dengan napas tersengal - sengal. “Ada apa mbak?” Nara pun mulai penasaran, dia melirik ke arah Randy yang diam membisu sejak kedatangannya. Nera menarik napasnya lagi. "Mbak mohon Nara cuma kamu yang bisa gantiin mbak jaga mas Randy dan anak-anak mbak, mbak nggak rela mereka diasuh ibu tiri yang nggak mbak kenal," pegangan di tangan Nara semakin kuat, dengan sisa tenaga yang ada Nera meminta dan memohon ke saudara kembarnya itu. Nara langsung melepaskan tangan Nera. "Mbak ngomong apa sih, mbak akan baik-baik saja. Jangan mikir yang aneh-aneh deh. Aku nikah dengan mas Randy? Ya ampun dalam mimpi pun aku tidak pernah membayangkan itu," tolak Nara dengan halus. Nera menghela napas dan menggigit bibirnya, andai dia sehat dan kuat serta kematian yang sedang menuju ke arahnya. "Mbak nggak kuat," Nera menitikkan airmata. "Harus kuat! Demi Radya dia baru lahir mbak, merasakan asi saja anak itu belum pernah. Jangan menyerah apalagi mengatakan kata-kata gila itu," ujar Nara memberi semangat. Randy berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju jendela yang ada di ruangan itu. "Mbak mohon tolong kabulin ya,” Nera melirik ke arah Randy yang sedari tadi diam membisu di tempatnya berdiri, matanya menatap Nera dengan tatapan marah. “Mas, Nera mohon kalau Nera udah nggak ada mas nikah ya sama Nara," kali ini Nera memohon ke suaminya, Randy. Mendengar perkataan Nera, Randy mengepalkan tangannya dan menatap Nera dan Nara bergantian. "Jangan mimpi! Nara itu adik ipar aku, nggak mungkin aku menikahinya Nera, kamu itu aneh-aneh saja, kalau mau mati jangan tinggalin wasiat aneh-aneh deh!" ujar Randy dengan sinis. Nara kaget dan melihat Randy dengan tatapan marah, Nara tidak menyangka Randy sangat tega mengeluarkan kata-kata seperti itu gitu. “Mas bisa nggak pelan - pelan ngomongnya, kasian mbak Nera kan lagi sakit!” maki Nara dengan keras. “aku nggak akan menikah sama Nara, dia yang membuat kamu seperti ini seandainya dia jaga kamu dan memperhatikan kamu dengan bener maka kamu nggak akan seperti ini,” tolak Randy lagi. “Aku mohon mas, aku sudah bicara dengan orang tua kita dan mereka setuju, karena aku dan Nara saudara jadi mereka setuju saat mas melakukan Turun Ranjang,” balas Nera lagi Randy tertawa pilu, wanita yang amat dicintainya memaksanya menikahi wanita lain dan gilanya wanita itu adik kandungnya sendiri. “Tidak Nera, sekali tidak tetap tidak!” tolak Randy dengan tegas. Airmata Nera jatuh membasahi pipinya. “Aku sudah nggak bisa sama - sama kalian lagi, mautku sudah dekat, aku nggak mau mas dan anak - anak menderita setelah kepergianku,” balas Nera. Randy tidak menyangka Nera akan mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatinya. Selama ini dia berjuang agar Nera sembuh tapi orang yang diperjuangkannya malah menyerah dan putus asa. Randy marah! “Biar saja, kalau kamu sudah nggak ada aku akan jadi duda dan aku bebas memilih wanita mana saja menjadi istriku berikutnya, aku nggak mau menikah dengan Nara!” kata Randy dengan sengaja agar Nera mengubah keinginan gilanya itu. Nera langsung menggeleng pelan. Nara pun sebenarnya setuju dengan ucapan Randy tapi dia memilih untuk diam dan membiarkan Nera serta Randy menyelesaikan pertengkaran mereka. “Aku nggak rela anakku diasuh wanita lain, dunia akhirat aku nggak rela!” balas Nera dengan egois tanpa memikirkan perasaan Randy dan juga Nara. Randy muak melanjutkan pembahasan tidak berujung ini. “Sudahlah Nera ini nggak akan berhasil aku nggak bakal berubah,” ujarnya tajam. Nara hanya diam mendengar pertengkaran Nera dan Randy, Nara masih kaget dengan permintaan Nera, Turun Ranjang? Bahkan Nara tidak tau apa maksudnya. “Aku menikah dengan Mas Randy? Terus Restu diapakan? Nggak! Ini nggak boleh, aku nggak bisa menikah dengan suami kakakku.” Gumam Nara dalam hati. Nara berdiri dan menatap Nera serta Randy secara bersamaan. “Stoppppppp kenapa kalian nggak bertanya pendapat aku apa?” kata Nara sambil melirik Nera dan Randy secara bergantian. Randy semakin murka. “Diam kamu, aku lagi ngomong dengan istriku, jangan ikut campur!” maki Randy. Nara tertawa sinis. “Helloooo mas, aku juga terlibat kali ini! Ini hidup aku dan mbak jangan seenaknya dong nyuruh-nyuruh aku nikah dengan dia, Restu mau dikemanain,” tanya Nara dengan kesal. Nera menggelengkan kepalanya, sampai kapanpun dia tidak akan menyetujui Nara bersama Restu. Nara harus menikah dengan Randy, itu pikirannya. “Mbak nggak setuju kamu nikah dengan Restu, dia itu nggak baik...” balas Nera. “Restu itu baik mbak, kami sudah pacaran 10 tahun jadi mbak nggak bisa misahin aku dengan restu dan menyuruhku menikah dengan suami mbak, ni suami mbak loh bukan laki-laki lain, nggak mungkin aku menikah dengan kakak ipar aku,” tolak Nara lagi Nera tidak menyerah meski Nara menolak keinginannya, dia akan pastikan Nara dan Randy harus menikah sebelum dia meninggal. “10 tahun tanpa kepastian, apa kamu nggak mau menikah?” “Mungkin belum waktunya dan aku pastikan sebentar lagi Restu pasti akan melamar aku,” balas Nara dengan yakin. Nera menyunggingkan senyumnya. “Nggak bakal dia melamar kamu, jadi kamu harus memutuskan dia dan menikah dengan mas Randy.” Randy mulai bosan mendengar perdebatan Nara dan Nera. Prankkkk Pecahan kaca membuat Nara dan Nera diam seribu bahasa, mata mereka tertuju ke arah pecahan kaca di lantai. “Nikah nikah nikah... kamu kira aku apa! Memangnya kamu mau aku memperlakukan adik kamu hanya sebagai istri pengganti?” sindir Randy tajam. “Istri pengganti? Nggak aku nggak mau! Lebih baik perawan tua daripada menjadi istri pengganti.” gumam Nara dalam hati. Nera sakit mendengar itu tapi dia tidak akan menyerah. “Mas... aku mohon... kenapa kamu bisa sebenci itu dengan Nara dan memperlakukannya seburuk itu?” tanya Nera kepada Randy. Perdebatan alot di antara mereka berhenti saat mendengar pintu terbuka. “Sudah - sudah, kamu Randy turuti keinginan istri kamu atau papa coret kamu sebagai ahli waris group Bratawijaya,” kata papa Bratawijaya yang sedang berdiri di pintu masuk sambil menggendong Rania. Randy, Nara dan Nera kaget mendengar perkataan papa Bratawijaya. “Papi pa....” sanggah Randy. Papa Bratawijaya menatap Randy dengan tatapan tidak ingin dibantah. “Nggak ada tapi-tapian kamu nggak boleh nolak, apa kamu nggak kasian dengan anak - anak kamu, kalau Nera meninggal siapa yang akan mengasuh Rania dan Radya, papa nggak mau mereka diasuh wanita yang nggak jelas asal usulnya, sedangkan Nara kita udah tau siapa dia, jadi besok kamu harus menikah dengan Nara!” perintah papa Bratawijaya. “Ya ampun papa, secepat itu? Nera saja masih hidup pa masa aku beristri dua,” tolak Randy dengan putus asa. Tadi Nera dan sekarang papa Bratawijaya, bahkan lebih gilanya papa Bratawijaya menyuruhnya menikah dalam waktu dekat. “SINTING!” maki Randy dengan kesal. “Nggak apa-apa mas, lakuin secepat mungkin pernikahan itu. Aku sudah tidak mampu bertahan meninggalkan ruangan ini, bagaimana dengan mas dan anak-anak?” sela Nera. “Kamu diam! Ini semua karena kamu...” tunjuk Randy. Papa Bratawijaya kaget medengar Randy membentak Nera. “Randy jangan bentak Nera, dia sedang sakit...” kata papa Bratawijaya. “Ya ampun kenapa kalian nggak bertanya pendapat Nara sih, ini hidup Nara kenapa kalian memutuskan sendiri tanpa mendapat persetujuan Nara!” kali ini Nara menyela perdebatan mereka. Hari ini suasana makin canggung dengan makin, perdebatan dan paksaan. Papa Bratawijaya mendekati Nera dan memegang tangannya. “Nara sayang, om mohon kamu nggak kasian sama ponakan kamu?” bujuk papa Bratawijaya. “Tapi om ... Mbak Nera kan masih sehat kenapa harus secepat itu dan aku masih punya pacar om nggak bisa seenaknya gini dong,” kilah Nara agar Papa Bratawijaya membatalkan paksaannya. Papa Bratawijaya mengangguk tanda mengerti. Banya hal harus diselesaikan sebelum pernikahan. “Oke ... oke, 10 hari lagi dan jadi besok kamu bisa bicara dengan pacar kamu itu. Oh iya Nara lebih baik kamu putusin dia, om tau siapa Restu tapi om nggak mau membuat kamu terluka jadi lebih baik kamu yang mutusin dia,” ujar papa Bratawijaya. “Kenapa nggak ada yang suka dengan Restu? Apa karena dia nggak mampu. Besok aku harus bicara dengan Restu dan memintanya melamarku secepatnya, aku nggak mau menikah dengan Mas Randy, dia jahat dan mengganggap aku sebagai istri pengganti, lebih baik tidak,” gumam Nara dalam hati. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN