Chasing Memory 4b

1082 Kata
Jika mengingat awal pertemuan mereka, sebenarnya Zea memang memiliki ketertarikan khusus terhadap Aaron. Namun ketika melihat sosoknya yang menakutkan, Zea jadi ciut. Tapi, setelah beberapa kali bertemu, Zea kembali menemukan sisi menarik dalam diri Aaron yang membuatnya ingin terus bertemu. Katakanlah ia munafik, karena setiap kali bertemu Aaron, Zea menunjukkan sikap yang berlainan dengan hatinya. Hingga akhirnya Zea tergoda untuk ikut bersama Aaron meski dengan alasan yang tidak jelas. "Ayo, turun!" ujar Aaron begitu tiba di kediamannya. Zea memandangi bangunan yang lebih menyerupai tempat tinggal ketimbang kantor. "Bukankah kau bilang ingin mengajakku ke tempatmu bekerja?" "Hm." Aaron mengangguk kecil. Zea mengernyit bingung. "Tapi ini terlihat lebih mirip tempat tinggal." Aaron kembali mengangguk. "Aku tinggal dan bekerja di sini." Zea tidak bisa lagi bertanya karena Aaron sudah turun dari mobil lalu berjalan meninggalkannya. Cepat-cepat Zea turun dan menyusul Aaron, sebelum pria itu menghilang ke dalam dan sulit dicari.  Ketika menjejakkan kaki di kediaman Aaron, ada rasa takjub yang diam-diam menyelinap dalam hati Zea. Tadi ketika menaiki mobil Aaron, Zea mulai bertanya-tanya. Kini, ketika melihat isi kediaman Aaron, kecurigaannya terbukti. Mata jeli Zea tidak dapat dibohongi.  Sekian tahun menjalani hobi sebagai seorang blogger, membawanya berkenalan dengan orang-orang dari kalangan atas, dan cukup hanya dengan sekali melihat, Zea bisa menilai tingkat kehidupan seseorang dari barang-barang yang melekat padanya. Penampilan Aaron yang terkesan cuek dan urakan sama sekali tidak membuat orang berpikir jika pria itu tinggal di tempat semewah ini. Benar-benar pria yang misterius. "Di sini aku bekerja," ujar Aaron di depan sebuah pintu putih besar, kemudian dengan cepat membukanya lalu berjalan masuk. "Kau bisa melihat-lihat dan tanyakan semua yang ingin kau ketahui." Zea memandang kagum pada ruang kerja Aaron yang terlihat sangat berkelas ini. Tidak seperti studio tato pada umumnya yang terkesan seram dan kotor, tempat Aaron ini sangat bersih dan apik, jauh dari kesan angker. Suasananya nyaman bahkan mewah. Dalam hati Zea yakin, orang yang datang ke sini pastilah tidak berasal dari kalangan sembarangan.  Perlahan Zea berjalan berkeliling, memandangi gambar-gambar di sepanjang dinding ruang kerja Aaron, dan kembali merasa takjub. Gambar-gambar itu terlihat hidup dan nyata, membuat orang tidak bosan memandanginya terus menerus.  "Ternyata kau tidak berbohong tentang pekerjaanmu," ujar Zea setelah mengelilingi ruang kerja Aaron. "Aku tidak suka berbohong," balas Aaron datar. "Sudah berapa lama kau melakukan pekerjaan ini?" tanya Zea penasaran. Jika melihat betapa lengkap peralatan yang Aaron miliki, juga kualitas karya-karyanya, tentulah pria itu sudah cukup lama menekuni bidang ini. "Cukup lama, seingatku sekitar 10 tahun." "Sudah lama juga." Sesuai dugaan Zea, Aaron sudah cukup lama menggeluti bidang ini, namun tidak dikiranya sudah selama itu. Padahal wajah Aaron terlihat masih muda. Seketika rasa penasaran Zea bangkit. "Kukira usiamu masih muda. Apa aku salah?" "Kau tidak salah." Aaron tersenyum sambil menggeleng. "Aku memang belum tua, aku hanya memulai pekerjaan ini terlalu muda." "Apa yang membuatmu tertarik dengan pekerjaan ini?" Jika sudah seperti ini, sulit rasanya berpura-pura tidak tertarik. Zea malah jadi semakin penasaran dengan sosok Aaron. "Aku sendiri kurang yakin." Aaron mengangkat bahunya bingung. "Terjadi begitu saja. Tapi jika dipikir-pikir, mungkin awalnya karena aku suka menggambar." "Kenapa harus memilih menggambar di tubuh orang? Kenapa bukan menjadi pelukis? Atau membuat mural? Atau menjadi seorang ilustrator?" Sikap Aaron yang kini tidak terlalu mengancam lagi bagi Zea, membuat gadis itu mulai bisa merasa santai.  "Aku senang membantu seseorang mempertegas identitasnya melalui gambar di bagian tubuh mereka." Zea menatap penuh minat pada gambar ular di lengan Aaron. "Seperti gambar di tanganmu itu?" "Hm." "Memang apa artinya?" tanya Zea penasaran. Tato di tangan Aaron terlihat sangat menarik bagi Zea. Misterius, sedikit menyeramkan, namun sekaligus indah. Aaron menunduk sepintas untuk menatap gambar di tangannya sendiri. "Ini mewakilkan kecerdasan dan ketajaman dalam berpikir, juga keberanian." Dalam hati Zea menyetujuinya. Sosok Aaron memang terlihat seperti yang baru saja dikatakan pria itu. Cerdas juga berani. Lalu tiba-tiba Zea merasa penasaran tentang dirinya sendiri. "Kira-kira gambar apa yang cocok untuk mewakilkan diriku?" Aaron tersenyum geli kemudian menggeleng kecil. "Aku harus mengenalmu lebih dekat untuk bisa memutuskan gambar yang tepat untukmu." "Apa harus begitu?" tanya Zea curiga. Benarkah seperti itu atau ini hanya untuk menggodanya saja? "Hm." Aaron mengangguk serius. "Semua orang seperti itu?" tanya Zea lagi.  "Hm." Kembali Aaron mengangguk serius. "Kalau begitu repot sekali menjalankan pekerjaanmu," cibirnya. Sejujurnya ia sedikit kesal. Entah apa alasan kekesalannya ini. "Kau harus mengenal dekat semua klienmu, apa itu tidak buang-buang waktu?" "Aku tidak sembarang menyetujui permintaan semua orang untuk menggambar mereka. Aku akan bekerja jika aku ingin. Dan biasanya aku hanya menerima orang-orang yang memang sudah kukenal sebelumnya. Bukan orang baru," jawab Aaron angkuh. "Apa itu artinya, tidak banyak orang yang pernah menjadi klienmu?" Zea mencoba mengambil kesimpulan. "Bisa dibilang begitu." Setiap jawaban yang Aaron berikan selalu menuntun Zea pada pertanyaan lainnya. Selalu ada hal yang menarik untuk ditanyakan. "Apa ini pekerjaan utamamu?"  "Hm." Zea mengangguk beberapa kali. "Berarti kau dibayar sangat mahal untuk setiap pekerjaanmu." Aaron mengerutkan keningnya. "Kenapa beranggapan begitu?" Zea mengangkat bahunya santai. "Kau bisa tinggal di tempat semewah ini." Senyum Aaron mengembang mendengar jawaban Zea, kemudian ia tertawa geli. "Kau cerdas!" "Berapa banyak yang harus kukeluarkan?" tanya Zea tiba-tiba. "Apa?" balas Aaron tidak mengerti. "Uang. Seberapa mahal tarifmu?" "Untuk apa bertanya?" sahut Aaron bingung namun juga merasa tergelitik dengan pertanyaan gadis itu. “Aku ingin mencobanya.” “Apa?” Aaron mendelik heran. “Tato,” jawab Zea santai. Aaron harus memastikannya. “Kau ingin aku membuat gambar tubuhmu?”  “Hm." Zea mengangguk antusias. "Sepertinya menarik.” Aaron tidak menduga jika Zea akan mengatakan hal seperti itu. Jarang ada perempuan yang tiba-tiba datang dan meminta dibuatkan tato. Biasanya para perempuan yang menjadi klien Aaron adalah orang-orang yang diberi tanda oleh pasangannya.  “Nanti akan kubuatkan,” jawab Aaron sekenanya. “Kapan?” “Nanti.” Sekarang Aaron yang kebingungan. Rasanya seperti ditodong tiba-tiba. Bagi Aaron, membuat gambar itu hal mudah. Tapi membuat gambar yang memiliki ikatan kuat dengan tubuh sang pemilik itu hal yang sulit. Tidak semudah dan seinstan ini prosesnya. “Kenapa tidak sekarang?” tuntut Zea tidak sabar. “Karena aku belum cukup mengenalmu," ujar Aaron hati-hati. "Kalau waktunya sudah tepat, aku akan menggambar sesuatu yang spesial di tubuhmu.” Tidak dapat dipungkiri, jauh di dalam hati Aaron ada keinginan untuk mengenal Zea lebih jauh. Katakanlah ini sebuah ketertarikan, karena masih terlalu dini untuk memberi label spesial pada kedekatan mereka. Namun gilanya, ada keinginan kuat yang tiba-tiba muncul dalam dirinya untuk menandai gadis itu. Mengklaim Zea Muller sebagai milik Aaron Cruise, seperti yang ia lakukan pada Valenzka dulu atas perintah Eldo. ***  --- to be continue ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN