Perasaan Zea begitu bahagia ketika akhirnya bisa kembali menjejakkan kaki di Qruinz. Setelah mengalami pergolakan batin beberapa pekan terakhir, kini hatinya terasa ringan. Zea duduk memandangi jalanan kota Verz yang masih lengang di pagi hari, dari jendela taksi yang membawa mereka meninggalkan bandara. Gadis itu menurunkan kaca jendela lalu menghirup napas dalam-dalam, menikmati udara pagi yang terasa sudah begitu akrab dengannya. “Lega rasanya bisa kembali menghirup udara di sini,” gumam Zea dengan wajah berbinar. Aaron yang duduk bersama Zea di kursi belakang terkekeh pelan mendengar kata-kata gadis itu. Diusapnya kepala Zea lembut. “Ucapanmu seperti seseorang yang sudah pergi sangat lama saja.” “Aku memang tidak pergi lama, tapi aku pergi dengan rasa takut.” Zea mengalihkan pand