Part 4

622 Kata
Putra menghentikan tawanya, lalu menelan saliva susah payah. Memang rasa cintanya untuk Briana masih belum sepenuhnya menghilang. Briana sudah menemani hari-harinya selama tiga tahun mereka menjalin hubungan. Ingin menyesal pun tak ada guna sekarang, karena Briana sudah menyerah atas mereka, dan memilih menikah dengan pria yang Putra rasa, layak mendapatkan Briana. Pria yang Putra lihat mencintai Briana dengan tulus. Bagaimana Putra bisa tahu? Walaupun hubungan Putra dan Briana berakhir, bukan berarti mereka tak bisa menjadi teman. Walaupun awal-awal mereka menjalin pertemanan sang canggung, karena mereka sebelumnya pernah menjadi sepasang kekasih. "I-itu... hahaha... Itu kan pilihannya dia, Bu. Avind juga ikut bahagia kalau dia akhirnya menemukan kebahagiaannya." Putra lagi-lagi mengelak, dan kembali pura-pura sibuk melakukan kegiatan yang tadi dia lakukan. "Sebenarnya kalian bisa bahagia bersama, kalau saja kamu tidak menanamkan pikiran itu terus. Janji yang kamu ucapkan waktu itu untuk tidak akan pernah menikah." Putra kembali terdiam, ternyata Ibunya mengingat dengan jelas janji Putra ketika pria itu berusia lima belas tahun. Putra meletakkan pisau dapur yang dipegangnya, lalu kembali mengalihkan pandangan ke arah sang Ibu. "Bu, bisa kita berhenti dari pembahasan ini? Avind cuma belum siap buat nikah. Nanti juga kalau datang jodohnya, Avind bakal nikah kok, Bu. Ibu tenang aja ya," ucap Putra sambil mengambil tangan Ibunya, lalu mencium sayang punggung tangan sang Ibu. "Kalau begitu Ibu kasih waktu sama kamu," ujar sang Ibu serius, lalu menatap intens Putra. "Waktu?" tanya Putra tak mengerti. "Ya, waktu. Kamu harus sudah menikah sebelum usiamu menginjak 30 tahun!" ucap Ibunya tegas, yang mampu membuat Putra melongo tak percaya, sampai tangan yang tadinya memegang tangan Ibunya, terlepas dengan sempurna. "B-bu... Ti-tiga puluh tahunnya Putra tuh tinggal delapan bulan lagi. Ma-mana bisa dapat jodoh secepat itu." "Bisa! Pasti bisa kalau kamu usaha! Kalau kamu cuma diam nunggu jodoh jatuh dari langit, itu baru tidak bisa, Vind! Ibu udah ngebet mau gendong cucu pokoknya!" "Nadia bisa menikah lebih dulu kok, Bu, kalau Ibu mau gendong cucu. Satria kan udah lamar Nadia. Tinggal kita iyakan saja lamarannya," ucap Putra masih berusaha mengelak, dan teringat adik pertamanya yang berusia dua puluh empat tahun itu. "Kamu tahu adikmu itu tidak mau melangkahi Masnya!" "Putra gak keberatan." "Kita sudah bahas berkali-kali, tapi kamu sudah pasti tahu, kalau Nadia bahkan lebih keras kepala dari pada adikmu yang lain." "Tapi..." "Lagi pula, kalau kamu menikah, adikmu itu pasti langsung menerima lamaran Satria. Jadi ini juga demi kebaikan bersama." "Avi..." "Kamu udah nyuruh Ibu buat berhenti jualan nasi. Ibu udah ikuti mau kamu. Sekarang giliran kamu yang harus ikuti mau Ibu. Ibu mau kamu cepet-cepet cari jodoh, dan tidak usah nunda-nunda lagi buat nikah! Lagi pula, Ibu mau punya kesibukan. Nganggur itu tidak enak, Vind! Dan Ibu mau repot ngurusin cucu!" tegas sang Ibu kembali, yang mampu membuat kepala Putra berputar tujuh keliling. Memang setelah dirinya menjabat sebagai Manager Pemasaran di salah satu Perusahaan Furniture tempatnya bekerja sejak sembilan tahun yang lalu, Putra meminta sang Ibu untuk berhenti berjualan nasi beserta lauk di depan rumah sederhana mereka. Putra rasa, Ibunya sudah cukup berjuang menghidupi keempat anaknya selama empat belas tahun ini. Dan giliran Putra yang berusaha membahagiakan Ibu dan ketiga adiknya. Karena gajinya sebagai Manager Pemasaran, sudah lebih dari cukup untuk menghidupi mereka berlima. Tapi tak disangka, Ibunya malah menjadikan hal ini sebagai senjata agar dirinya segera menikah. "Bu..." "Ibu mau bangunin Nadia dulu. Dan Ibu tidak terima bantahan!" "Bu... Bu..." panggil Putra memelas. Putra menghela napas pasrah, saat sang Ibu langsung pergi dari dapur rumah mereka menuju kamar adiknya yang pertama, sedangkan dua adiknya lagi, sepertinya sudah mandi dan bersiap untuk memulai aktifitas mereka. "Nyari jodoh di mana selama delapan bulan? Apa gw harus ikut situs jodoh gitu? Ck... Ibu ada-ada aja sih! Bikin gw vertigo seketika!" gerutu Putra sambil memijat keningnya frustasi. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN