Shani mengajukan surat perjanjian itu bukan tanpa Fikir panjang. Justru, ia sudah memikirkan nya dengan sangat amat matang.
Bahkan, ia sampai berkonsultasi dengan sahabat nya yang bekerja sebagai dokter kandungan.
Dan setelah berkonsultasi juga memintai pendapat Jenice sahabat nya semasa mereka kuliah di Jerman. Dan, Akhirnya ia bisa membuat surat perjanjian mereka yang baru.
Semua telah beres, ia tidak perlu mengkhawatirkan apapun sekarang. Dan, Afdhal tentu tidak akan perlu bernegosiasi lagi dengan nya. Menurut nya, itu sudah saling menguntungkan.
Setelah selesai membersihkan diri, ia kembali keluar kamar.
Dan tidak lagi mendapati Afdhal di ruang santai.
Dan, ia juga tidak berminat untuk mencari nya.
Ia sudah lapar, jadi ia memilih untuk ke dapur. Melihat apa yang bisa ia makan atau kalau tidak ada. Ia bisa memesan makan malam nya.
Namun, yang ia dapati malah Afdhal tengah asik menyajikan makan malam di meja makan.
"Kamu ngapain?" Tanya Shani dengan heran.
"Masak!" Jawab Afdhal dengan santai.
Ia melepaskan celemek nya dan meletakan di tempat lain. Kemudian. Kembali, ke meja makan.
"Aku menemukan bahan makan di kulkas, jadi aku masak makan malam buat kita berdua. Gini-gini aku lumayan jago kalau urusan dapur. " Ujar Afdhal.
Shani menatap pria itu dengan heran, tidak menyangka kalau Afdhal bisa bersikap biasa saja. Setelah apa yang sudah mereka lewati. Atau, sikap nya pada pria itu. Apalagi setelah mereka membahas perjanjian mereka.
Melupakan tentang hal tersebut, ia memilih menarik kursi di seberang Afdhal.
Perutnya sudah lapar, jadi lebih baik menyampingkan dulu tentang rumah tangga mereka yang aneh itu.
Dan, makanan di atas meja makan juga terlihat sangat menggugah selera. Melihatnya saja, sudah membuat nya semakin lapar.
"Kamu beneran masak semua ini ?" Tanya Shani tidak yakin.
"Iya, kalau gak percaya liat aja tuh bekas aku masak masih belum di cuci. " Jawab Afdhal setelah menghela napas beratnya.
Shani langsung menoleh pada bak cuci piring. Dan benar saja, di sana ada beberapa wajan kotor dan juga peralatan lain yang habis di pakai dan belum di bersihkan.
Setelah itu ia memilih menikmati makan malam tanpa repot untuk membuka obrolan.
Afdhal juga terlihat begitu, pria itu tidak sama sekali berniat untuk mengajak Shani mengobrol selama makan malam itu.
***
Shani tipikal wanita karir yang selalu bekerja keras. Ia seorang wanita yang sukses dalam karirnya.
Sejak ia lulus kuliah dan kembali ke indonesia. Dirinya sudah di percaya untuk menjadi manager di perusahan Kakek nya. Dan dua tahun kemudian ia, di percaya untuk memegang kendali penuh atas perusahaan tersebut. Karena, Kakek nya sudah kewalahan. Jadi, ia ingin sang Kakek menghabiskan masa tua nya dengan bersantai saja.
Dan, ia mampu mempertanggungjawabkan semua yang di percaya sang Kakek padanya.
Jadi, tidak heran walau pun tengah libur Shani kadang masih suka bekerja. Seperti malam ini, ia memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan nya.
Memeriksa beberapa email yang masuk, atau kemudian akan mengerjakan beberapa berkas yang sengaja ia bawa bersamanya.
Hingga ia sendiri merasa lelah, matanya mulai terasa berat setelah hampir tiga jam ia duduk di sofa memangku laptop nya.
Tiba-tiba saja ia jadi kepikiran Cio, laki-laki itu tidak mengabari nya lagi setelah siang tadi. Membuatnya langsung meraih hp di atas meja.
Ia meletakkan laptop di atas meja, kemudian beranjak menuju balkon kamar sembari memainkan ponselnya.
Begitu ia menginjakkan kaki di luar, maka suara ombak langsung terdengar di telinga. Juga angin yang langsung terasa di tubuh nya, membuatnya merapatkan jubah tidur nya.
"Belum tidur ?"
"Eh!" Kaget Shani, hampir saja menjatuhkan ponsel di tangan nya.
Ia langsung mengangkat wajah nya, dan melihat Afdhal yang ternyata sedang duduk di atas pembatas balkon sebelah balkon kamar nya. Shani mendengus malas, ujung matanya melirik sebatang rokok yang terselip di jari pria yang menyandang status suami nya itu.
"Ngapain kamu?" Tanya Shani dengan nada dingin.
"Nyantai aja, lagi gak bisa tidur " jawab Afdhal, sembari menatap kedepan yang memang menghadap ke pantai.
Dari, tempat mereka berada sekarang. Keduanya bisa melihat laut lepas. Bahkan suara ombak terdengar cukup jelas.
Afdhal menghisap rokok nya sekali, lalu melepaskan asap nya dari mulut atau hidung nya.
Dan, Shani tanpa sadar mengamati itu.
"Shani " panggil Afdhal tanpa menoleh.
Wanita itu menoleh padanya, berdeham sebagai sautan. Pria itu tidak langsung melanjutkan nya. Terlihat terdiam, sejenak menatap kedepan dengan sorotan yang sulit di artikan. Hingga, ia menoleh pada dirinya dan menatapnya dengan lekat. Hingga membuatnya sedikit bingung sendiri.
"Aku tadi baru saja membaca sebuah artikel, dan aku menemukan ini". Ujar Afdhal, memberikan hp nya pada Shani menunjukkan layar yang menampilkan sebuah gambar.
Ia menerimanya, dan kemudian langsung mengernyitkan dahi nya saat melihat beberapa soal matematika miliki anak SD di sana. Membuatnya menoleh bosan pada Afdhal.
"Ini jawaban ku." Kembali cowok itu mengulurkan selembar kertas.
Shani tanpa protes menerima nya, melihat atau lebih tepat nya memeriksa jawaban Afdhal.
2+2= 4
4+4= 8
1+7=8
5+5=10
6+6=12
7+7=14
8+8=20
Wanita itu memeriksanya dengan muka datarnya, hingga di jawaban terakhir dahi nya langsung mengernyit. Dan, menyunggingkan senyum remeh nya. Lalu menoleh pada Afdhal.
"Kenapa?" Tanya Afdhal, dengan nada heran.
"Sepertinya aku harus mengchek ulang semua berkas-berkas dari kamu. Aku gak yakin, kamu beneran lulus dengan cumlaude saat kuliah dulu. Masa 8+8 jawaban nya 20. Cih.." jelas Shani mengembalikan kertas dan hp nya Afdhal.
"Aku yakin, bahkan keponakan kamu saja bisa menjawab nya dengan benar."
"Oya?. Kenapa kamu hanya fokus pada satu jawaban yang salah. Padahal saat jawaban yang lain benar kamu tidak menunjukkan ekspresi apapun, memuji pun tidak. Tapi, saat ada satu jawaban ku yang salah. Kamu malah merendah kan dan meremehkan nya dengan senang?."
"Maksud kamu?" Tanya Shani tidak mengerti.
Afdhal mengulum senyum nya, kemudian menggelengkan kepalanya. Kembali pria itu menyesap rokok nya dan menghembuskan asap nya kedepan.
"Manusia memang begitu, wajar sih. Di saat sejuta kebaikkan yang ia lakukan, maka cukup dengan satu kesalahan maka orang-orang akan melupakan sejuta kebaikkan tersebut. Iya kan ?" Jelas Afdhal, kembali menoleh padanya.
Masih dengan senyuman manis penuh keramahan. Pria itu beranjak dari duduk nya, ia juga membuang rokok nya yang sudah nyaris habis ke bawah.
Sedangkan Shani berdiri terdiam di seberang sana, memandanginya dengan sorotan mata kaget.
"Aku bukan malaikat, aku hanya manusia biasa yang punya sisi jahat nya. Mungkin pendendam adalah sifat jahat ku. Tapi, aku menerima pernikahan ini karena Pak Erwin orang baik. Beliau mempercayai ku untuk menjaga cucu kesayangan nya. Dan, aku sebagai manusia yang juga sudah umur cukup untuk menikah. Jadi, menerima nya saja. Mungkin, memang Allah sudah mentakdirkan ku sama kamu ". Ujar Afdhal dengan nada bijak.
Pria itu masih tersenyum dengan penuh keramahan. Memandangi Shani yang masih memandangi nya dengan lekat.
"Udah larut, sebaik nya kamu tidur. Aku juga udah ngantuk. Selamat malam" dan pria itu langsung berbalik pergi meninggalkan balkon masuk kedalam kamar nya.
Meninggalkan Shani yang masih berdiri dengan terkesiap. Ucapan pria itu seolah cukup untuk menamparnya atas sikap nya beberapa hari ini.