Bab 5. Di Luar Dugaan

1855 Kata
Otak Nara seketika ngelag. Melongo dengan muka cengo, begitu mendengar ucapan Elang yang sungguh sangat tidak masuk di nalarnya. Matanya menyipit tajam. Justru mikir, apakah telinganya salah dengar. Iya! Dia yakin begitu. Moodnya sedang berantakan. Ditambah sakit hati tahu kelakuan b******k pacarnya, juga perlakuan dan sikap Elang yang mendadak aneh. Atau karena minum Whisky di Blackout tadi, makanya sekarang dia jadi halu begini! Terkekeh pelan, Nara menepis lepas cengkraman tangan Elang dari dagunya. Beringsut mundur menjauh dari hujaman mata tajam yang seperti hendak memangsanya itu, apa daya posisinya sudah mentok di pinggir. Bingung, dia hanya bisa diam membalas tatapan Elang yang masih terus membidiknya. Benar-benar sial! Entah apa yang salah dari pria ini, hingga tiba-tiba aneh begini. “Aku mau pulang!” Tangan Nara baru saja mau meraih tasnya, tapi dia memekik kaget karena Elang malah menyambar tangannya dan menarik pinggangnya merapat. Usahanya untuk meronta, justru berujung ringis kesakitan kakinya yang berdenyut. “Lepas! Apa-apaan kamu, Lang!” geramnya marah. “Kamu tidak akan bisa keluar dari tempat ini, sebelum kita selesai bicara!” Elang menanggapi santai Nara yang terengah dengan muka memerah. “Aku tidak tertarik dengan tawaran gilamu! Tanpa bantuanmu pun, aku bisa membalas sendiri Dikta sialan itu!” tolak Nara tegas. Berarti memang tadi dia bukan sedang halu. Elang benar-benar memintanya jadi pacar, dengan imbalan dia akan membantu balas dendam ke Dikta. Konyol! “Iya, kah?! Sejauh mana kamu mengenal Dikta? Yang dia perlihatkan selama ini hanya sifat manis dan bucinnya. Itu kenapa sekarang kamu juga baru sadar, kalau ternyata dia sama brengseknya dengan papamu!” ejek Elang tampak menyeringai melihat Nara makin meradang. “Lalu bagaimana dengan kamu sendiri?!” balas Nara terpaksa menghadapi Elang. Dia sedang di kandang macan. Dengan kondisinya sekarang, mustahil bisa pergi dari sini. “Teman macam apa yang justru menggunakan kesempatan kami sedang kisruh, untuk menikung pacarnya?! Kamu sama saja pengkhianat b******k seperti mereka! Aku tidak setolol itu terselamatkan dari Dikta, lalu menyerahkan diri ke kamu!” tegasnya. Elang tersenyum lebar. Menarik! Inilah yang dia sukai dari Nara, juga membuat Dikta sampai sekarang greget tidak melepeh gadis ini. Nara bukan hanya cantik, tapi juga tegas, cerdas, dan tidak menye-menye. Dia tidak banyak omong, namun lihatlah kalau sudah kena senggol begini. Seketika jadi singa lapar. “Aku dengan Dikta tadinya hanya sekedar kenal di Jerman. Setelah kembali ke sini, kami sempat beberapa kali bertemu. Itupun karena kami sama-sama berteman dengan Emir. Kalau kemudian aku mau dekat dengan Dikta, itu karena pacarnya yang terlalu cantik!” ucap Elang lagi-lagi membuat Nara melongo. “Sinting!” desis Nara menatap ngeri. “Hm, kamu benar-benar membuatku sinting!” angguk Elang tersenyum menikmati ekspresi kaget untuk prank di luar ekspektasi itu. Nyatanya sejak awal dia mau berteman dengan Dikta, karena tertarik dengan pacarnya. Tapi, Elang juga tidak sebrengsek itu main serobot pacar orang. Dia diam menunggu kesempatan merebutnya. Dan setelah sekian lama menunggu, kesempatan itu akhirnya datang juga. “Kamu ingat kapan pertama kali kita ketemu?” Elang masih tidak melepas cekalan tangannya, meski Nara tak lagi berontak saking syoknya. “Di restoran saat ulang tahun Dikta.” Nara masih ingat betul, karena dia sendiri tidak punya teman dan jarang mau diajak keluar oleh Dikta. Apalagi bertemu teman-teman tongkrongannya di nightclub. “Bukan,” geleng Elang. “Kamu pernah hampir menabrakku di lobi Abraham Hotel, sampai kue titipan mamaku berantakan. Mau bukti?!” Elang meraih ponselnya, lalu menunjukkan rekaman CCTV yang sampai sekarang bahkan dia simpan. Mata Nara nyaris tidak berkedip melihat video yang Elang tunjukkan. Iya, itu memang dirinya. Kalau tidak salah ingat, dia sedang buru-buru mau menemui kliennya di restoran yang berada di lantai dua hotel milik papa Jingga itu. “Maaf, waktu itu aku sudah telat mau meeting dengan klien penting,” ucapnya. “Tahu kok, karena setelahnya aku mengikutimu di restoran. Tadinya mau minta tanggung jawab, tapi sayangnya mamaku ngomel minta aku pulang mengambil kue buat ganti yang sudah kamu jatuhkan. Siapa sangka kemudian malah bertemu kamu lagi sebagai pacarnya Dikta. Aku kalah cepat!” sahut Elang greget. Sumpah! Nara benar-benar tidak menduga, diam-diam Elang menyembunyikan sesuatu selama ini. Dia menggeleng. Tetap saja itu tidak akan merubah keputusannya. “Apapun itu, aku tidak tertarik untuk mengikuti keinginanmu! Lepas!” Nara berusaha mengurai tangan Elang yang masih melingkar di pinggangnya. “Tidak akan! Kalau aku brengsekk, sudah dari awal aku jadi cepu supaya hubungan kalian berantakan. Jadi aku bisa mendekatimu. Sekarang karena kamu sendiri yang mau lepas dari Dikta, aku juga tidak punya alasan lagi untuk tidak maju. Menunggu kamu selesai dengan Dikta atau menikung sekarang, tak masalah! Toh, tujuanku cuma satu, bisa bersamamu!” Elang kukuh menginginkan Nara. “Tapi aku tidak cinta kamu!” seru Nara jengkel. “Kalau begitu beri aku kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta! Tak apa sekarang kamu hanya menggunakanku sebagai alat, untuk membalas sakit hatimu ke Dikta. Percaya Na, dia tidak akan semudah itu melepasmu! Kamu tidak tahu sebusuk apa Dikta. Apalagi kalau sampai dia tahu, kamu mau membalas dengan mempermalukannya!” seru Elang memperingatkan Nara untuk tidak menganggap remeh Dikta. Nara menghela nafas kasar. Tidak habis pikir, kenapa masalahnya malah makin ruwet begini. Keluarganya yang makin kelewat rakus, Dikta yang ternyata sebangsat itu mempermainkan perasaannya, Gizel dan Vina yang ingin sekali dia gampar. Sekarang malah ketambahan Elang yang ternyata diam-diam menyukainya dan ngotot mau menjadikannya pacar. Iya … dia tentu tahu Dikta sangat mampu melakukan apapun, jika nanti konflik mereka mulai pecah. Ego Dikta sebagai tua muda yang biasa mendapatkan apapun keinginannya, mana mungkin terima dipermalukan nantinya. Tapi, menerima tawaran Elang juga tidak ada dalam rencananya. Terlebih syarat yang diminta harus jadi pacarnya. “Nggak, aku tetap tidak mau melibatkanmu dalam masalahku dengan Dikta. Aku akan melakukannya dengan caraku sendiri. Dia kira karena punya harta dan kuasa, lalu bisa seenaknya begini mempermainkanku. Apapun alasannya, aku tetap tidak akan mempertimbangkan tawaranmu! Aku tidak semenyedihkan itu, sampai harus mempertaruhkan hatiku ke pria yang belum sepenuhnya aku kenal, hanya demi membalas dendam ke Dikta!” tegasnya. Tidak marah. Elang malah tersenyum mendengar penolakan Nara. Semakin sulit diraih, semakin menarik baginya. Tidak gampangan, itu yang juga membuat Dikta sampai sekarang penasaran. Dengan uang Dikta bisa membuat wanita manapun merangkak di ranjangnya. Tapi, sampai detik ini dia belum bisa menaklukkan Nara. Elang menyingkirkan rambut yang menutupi kening Nara, lalu mengusap lembut luka di sana. Entah akan semurka apa gadis ini kalau tahu, apa yang Dikta ingin dapatkan darinya. “Aku sudah menunggu selama ini, jadi jangan pikir akan semudah itu bisa kamu dorong menjauh! Mau atau tidak, aku tetap akan terus di sampingmu. Tidak akan membiarkanmu melakukan hal gila itu sendirian! Keras kepala boleh, g****k jangan! Dikta akan menghancurkanmu sehancur-hancurnya, kalau sampai tahu kamu merencanakan sesuatu untuk membalasnya!” “Elang …” gumam Nara lelah memberi pemahaman ke pria ini. “Hm …” “Hidupku sudah sulit, jangan tambahi lagi masalahku dengan keras kepalamu itu! Kamu bahkan bisa mendapatkan gadis seperti apapun seperti maumu. Kenapa harus aku?!” Suara Nara melunak. Sadar Elang tidak bisa diatasi dengan sikap kerasnya. “Karena aku maunya cuma kamu! Kalau tidak, buat apa aku sebodoh itu menunggu kesempatan kamu lepas dari Dikta hingga hampir dua tahun?!” jawab Elang melepas dekapannya. Dia mengambil plester, lalu menempelkan di kening Nara yang lecet membiru. Tunggu waktunya datang, dia akan membalas tua bangka sialan yang sudah melukai gadisnya. “Mau ya, jadi pacarku? Tinggalkan Dikta. Aku yang akan memberinya pelajaran untuk membalas sakit hatimu. Ya?” bujuk Elang lagi, tapi Nara tetap menggeleng. “Nggak! Aku tetap akan bersama dia. Menggunakan Dikta untuk membalas Gizel dan Vina, lalu menyelesaikan urusan kami dengan kejutan yang tidak akan bisa dia lupakan seumur hidup! Bajiingan itu tahu aku punya trauma sendiri dengan pengkhianatan, tapi dia justru sengaja melakukan hal yang sama padaku. Aku sendiri yang akan mengakhiri permainan busuk yang sudah Dikta mulai!” ucap Nara juga sama keras kepalanya dengan Elang. Yang satu tidak mau mundur, satunya lagi kukuh tidak bersedia menerima. Masalahnya, Elang bahkan jauh lebih gila dari yang Nara bayangkan. Kalau dia sanggup diam menunggu kesempatan selama itu dengan menahan cemburunya, mana mungkin Elang menyerah begitu saja oleh penolakan Nara. “Kalau begitu biarkan aku bersamamu! Dibilang selingkuh atau menikung teman, tak masalah! Toh, Dikta memang tak pantas untuk mendapatkan kesetiaanmu. Anggap saja keputusanmu kali ini untuk lepas dari dia, berarti kalian sudah tidak punya hubungan apa-apa! Sekarang kamu belum mau menerima perasaanku. Ok, biar aku yang mengusahakan membuatmu jatuh cinta padaku!” “Ck, kamu kenapa keras kepala banget sih?!” Nara mendecak kesal. Elang terkekeh pelan mengusap plester di kening Nara. Dia tidak keberatan dibilang gila atau dicap pagar makan tanaman oleh teman-temannya. Karena nyatanya secinta itu dia ke gadis cantik dan keras kepala ini. “Elang …” Nara sampai salah tingkah saat jemari Elang membelai wajahnya, lalu mengusap lembut bibirnya. Apa pria sinting ini tidak paham, apa yang dia lakukan membuat jantungan. “Apa harus dengan cara itu membalasnya, Na? Itu terlalu berisiko! Nurut ya, tinggalkan Dikta! Aku akan bantu kamu membalas dia, Vina, dan Gizel. Ya?” bujuk Elang, karena dia tahu seperti apa aslinya Dikta. Nara menggeleng. Kalau dia putus sekarang, pasti para curut di rumah yang selama ini selalu menghina dan menunggu dia dilepeh Dikta akan bersorak girang. Terlebih Regan yang tadi memberitahunya tentang kelakuan Dikta di Blackout. “Keras kepala! Untung aku sudah terlanjur cinta!” Elang mencubit pipi Nara gemas. “Apaan sih?!” Nara nyengir dengan muka merona merah. Sama sekali tidak pernah terpikir olehnya, hubungannya dengan Elang akan jadi serumit ini. “Deal! Mulai sekarang aku jadi selingkuhanmu!” “Heiii … siapa bilang aku menerima tawaranmu tadi?!” seru Nara panik. Yang benar saja, dia diklaim secara sepihak jadi pacar Elang. Elang tertawa tergelak menangkap tangan Nara yang mau menaboknya. Celah sudah dia dapatkan. Mana mungkin akan dia sia-siakan. Pintu diketuk dari luar, lalu Aben nongol di sana. Hanya kepalanya saja, orangnya tetap berdiri di luar. “Permisi! Bang pagar, tetangga yang punya rumput ada di bawah!” seru Aben cengengesan. “Mulut sialan!” Elang tertawa geli. “Maksudmu Dikta di bawah? Tadi bukannya aku sudah pesan, jangan bilang kalau aku di sini?!” “Sudah bilang! Dia datang sama temannya. Lihat saja sendiri, dia duduk di bawah. Kim juga sama dia. Di meja dekat bartender!” ucap Aben sebelum menutup pintu. Elang dan Nara saling lempar pandang. Tadinya Elang mau membopong Nara ke dinding kaca di sana, supaya mereka bisa mengawasi situasi di lantai bawah. Tapi, ternyata Kim sudah ngeh apa yang harus dilakukan. Dia diam-diam menghubungi Elang dengan video call. Begitu diangkat, Nara bisa melihat dengan jelas pacarnya yang sedang duduk memeluk perempuan lain. Bukan lagi Gizel, tapi wanita dengan pakaian sexy dan dandanan menor. Dadanya terasa sesak. Nyaris tidak percaya pacarnya yang selama ini bucin, ternyata tak lebih dari b******n b******k yang kelakuannya begitu menjijikkan. Tidak apa, dia pasti akan membalasnya. “Na ….” panggil Elang tak sampai hati melihat mata Nara berkaca-kaca. “Ok!” angguknya. “Apanya?” tanya Elang mengernyit bingung. “Mulai sekarang kita pacaran!” jawabnya sampai Elang melongo. “Serius?!” sahutnya tidak yakin. “Tapi dengan syarat, biarkan aku tetap bersama Dikta dan membalas dengan caraku!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN