Ayu Kinanti turun ke lantai bawah sudah memakai seutas gaun sepanjang lutut warna kuning cerah. Sambil berjalan menuruni anak tangga gadis itu memasukkan formulir pendaftaran di kampus kedokteran di mana Anggara mengajar.
“Loh sudah dandan, mau pergi?” Tanya Mariam seraya menuang s**u ke delam gelas Ayu Kinanti. Ayu masih berjalan menuju ke ruang makan sambil menenteng tasnya.
“Iya, Buk. Ayu nanti mau ke kampus, Ayu mau serahkan formulirnya hari ini.” Ucapnya sambil menarik kursi lalu duduk di sana. Ayu menikmati makan pagi bersama ayah dan ibunya.
Baru beberapa suap Ayu menikmati sarapan paginya, terdengar suara klakson mobil Anggara di halaman depan kediaman. Pelayan rumah langsung menuju ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang ke sana.
“Assalamu’alaikum..” salam terdengar dari bibir Anggara.
Mariam dan Darus langsung mengukir senyum ramah melihat siapa yang datang ke kediaman mereka. Anggara langsung menuju ke arah ruang makan untuk mengambil tangan Darus dan Mariam seperti yang biasa dia lakukan saat tiba di sana. Tidak hanya sekali dua kali Anggara datang ke kediaman Darus, hari ini adalah yang ke sekian kalinya. Tatapan Anggara tidak lepas dari sosok Ayu Kinanti. Gadis yang dia lihat biasa menggerai rambut panjangnya kini rambut itu disanggul apik dalam satu ikat di belakang puncak kepala. Kulitnya yang mulus terbalut dengan gaun warna cerah, cantik sekali!
“Nak, ayo sarapan dulu..” tawar Mariam padanya.
“Nggak usah Bu, tadi Gara sudah makan di rumah. Anggara ke sini mau jemput Ayu sekalian bareng Gara ke kampus.”
Ayu langsung berdiri dari kursinya, lalu mengambil tangan ayah dan ibunya. Entah kenapa sejak Gara mengancam ingin mengungkap hubungan antara mereka berdua di depan kedua orangtuanya rasa dalam hati Ayu tidak bisa tenang sama sekali.
“Kok buru-buru sekali?” tanya Darus saat Ayu mengambil dan mencium punggung telapak tangannya.
“Iya, Pak nanti keburu siang. Buk Ayu berangkat dulu..” pamitnya sambil mengukir senyum manis pada bibirnya.
“Pak, Bu, kami berangkat dulu,” tambah Gara.
“Iya, kalian hati-hati di jalan.” Sahut kedua orang tua Ayu bersamaan.
Sampai di luar kediaman, Anggara segera membukakan pintu mobil untuk Ayu Kinanti.
“Masuk Yu..” perintahnya pada gadis itu. Ayu segera masuk ke dalam.
Setelah Anggara masuk ke dalam, mobil tersebut mulai meluncur pergi meninggalkan kediaman Darus.
Anggara sesekali mencuri pandang ke arah Ayu yang kini duduk di sebelahnya, kebetulan sekali saat itu Ayu juga sedang menoleh menatap ke arah dirinya.
“Mas Gara? Katanya tadi Mas antar Mbak Dini ke klinik?”
Pertanyaan tersebut tidak langsung Anggara jawab, pria itu memilih menepikan mobilnya lalu mendekatkan wajahnya untuk mencium pipi Ayu Kinanti.
“Iya sudah tadi, terus langsung jemput kamu.” Bisiknya dengan suara serak seraya menyentuh pipi Ayu menggunakan ujung hidung mancungnya. Anggara menahan pipi satunya, dan kini bibir Anggara berlabuh pada bibir Ayu Kinanti. Dipagutnya bibir Ayu Kinanti dengan lembut, Ayu hanya diam saja diperlakukan demikian. Puas memagut bibir Ayu Kinanti, Anggara mengusap lembut bibir mungil Ayu menggunakan ibu jarinya. Ditatapnya kedua mata gadis itu sambil tersenyum.
Ayu membalas tatapan mata Anggara, lalu segera menundukkan wajahnya. Anggara masih tersenyum, pria itu kembali melajukan mobilnya menuju ke kampus. Sampai di sana Anggara membawa Ayu menuju ke kantor untuk mendaftar.
“Persyaratannya?” Anggara menadahkan tangannya.
Ayu memberikan amplop dan juga map pada Anggara. Anggara melihat isi amplop tersebut dan dia agak terkejut karena amplop itu berisi uang, dan jumlahnya juga tidak sedikit.
“Ini saja,” Anggara hanya mengambil map sementara amplop itu Anggara kembalikan pada Ayu.
“Mas, ini dari Ibuk buat Mas Gara..” Ucapnya dengan tatapan serius. “Ayu lupa bilang sama Mas Gara. Kata Ibuk, semuanya dari pendaftaran juga lainnya minta Mas Gara yang urus.” Ucapnya pada Anggara.
“Semuanya aku yang urus, itu uang buat kamu saja.” Sahutnya sambil mengukir senyum.
“Mas, nanti Ibuk marah sama aku..”
“Nanti aku yang akan bicara sama Bu Mariam. Sudah masukkan amplopnya ke dalam tas..” Anggara mengedikkan kepalanya agar Ayu segera memasukkan amplop tersebut ke dalam tas.
Bibir Ayu bergetar, dia ingin berkata sesuatu pada Anggara tapi tidak ada yang keluar dari bibirnya. Anggara sudah selesai mengurus pendaftaran Ayu, beberapa kelengkapan lain dia juga yang akan mengurus semuanya.
“Mas..”
“Siapa, Gar?” Tanya salah satu rekannya di kampus tersebut.
“Oh, ini.. bini gua yang ke dua! Dul.” Sahutnya asal sambil menggerai tawa.
“Bisa saja kamu, Gar! Sudah aku mau ke kelas dulu. Eh, bukannya kamu ngisi kelas siang? Tumben pagi-pagi sudah datang?”
“Ngurus bini gua! Nih!” Kelakar Anggara sambil mengibaskan dokumen dalam genggaman tangannya.
“Aku bilangin Andini loh! Bercanda jangan main-main. Kasih ke aku kek, masih jomblo nih!” Seru Abdul pada Anggara, menimpali kelakar Anggara dengan sengaja.
“Dibilangin ini yang ke dua!” Anggara mengepalkan tinju kanannya mengarahkan pada wajah Abdul.
Abdul Karim segera berlalu dari koridor tersebut mendahului mereka berdua, dan saat melewati Ayu Kinanti, Abdul menghentikan langkah kakinya sejenak. Pria itu berbisik pada Ayu kinanti. “Dik, jangan mau sama dia, Gara itu playboy!” Bisik Abdul sambil terkekeh menatap ke arah Anggara yang kini melotot ke arahnya.
Ayu tidak menimpali ucapan Abdul lantaran Anggara meremas sisi belakang pinggangnya. Sebagai isyarat pada Ayu kalau dirinya hanya milik Anggara.
“Mas, akh, jangan remas..” bisik Ayu sambil menggeliat berusaha melepaskan pinggangnya dari remasan tangan Anggara.
“Kamu ini milikku, awas kalau curi-curi pandang, curi-curi perhatian sama laki-laki lain.” Desisnya pada daun telinga Ayu.
“Iya Mas, Ayu nggak akan seperti itu.” Ucapnya dengan wajah menunduk. “Mas, ini pendaftarannya sudah selesai kan? Ayu balik ke rumah ya?” pamitnya dengan suara pelan.
“Ayo!” Anggara menarik pergelangan tangannya.
Melihat Anggara menyertai langkah kakinya menuju ke arah pintu keluar, Ayu segera menoleh pada Anggara untuk bertanya.
“Loh, Mas nggak ngajar?”
“Nanti siang, masih jam sepuluh.”
Anggara membawa langkah kaki Ayu menuju ke arah mobilnya. Ayu terbengong lantaran Anggara menarik pergelangan tangannya dengan sedikit memaksa.
“Mas pelan-pelan..” ucapnya saat pria itu mendorong tubuhnya agar lekas masuk ke dalam mobil.
“Lamban banget kamu ini,” gerutu Anggara padanya. Pria itu masuk ke dalam mobil lalu memakaikan sabuk pengaman pada pinggang Ayu.
“Kaki aku masih sakit, Mas..” ucapnya dengan bibir cemberut pada Anggara.
Anggara menyentuh dagunya. “Kurang lama? Lain kali lebih lama agar jadi terbiasa.” Desis Anggara di depan wajah Ayu Kinanti sambil menyentuh area intim di sisi bawah tubuh Ayu.
Ayu Kinanti menelan ludahnya, gadis itu menggeleng cepat sambil berusaha menjauhkan tangan Anggara dari sisi bawah tubuhnya.
“Kenapa? Nggak mau?” Tanyanya dengan tatapan mata tidak senang. “Harus mau pokoknya!” Tegas Anggara padanya.