Dante masih ingat dinginnya malam itu. Hujan tidak turun, tapi langit tanpa bintang seolah tahu akan ada hati kecil yang remuk di rumah besar itu. Ia dan Delica berdiri berdua di ruang tengah, mengenakan pakaian piama yang hanya beda warna. Sebagai kembar mereka sering dipakaikan beberapa pakaian diserasikan. “Taruh lilinnya di tengah saja, Dante...” ucap Delica yang menatap dengan mata berbulu lentik. Ia sesekali menguap. Meributkan letak lilin ulang tahun di atas kuenya. “Iya, di tengah.” Angguknya. “Sudah dipastikan Papi pulang malam ini?” “Sudah, Mami sama asisten Papi yang bilang.” Dante begitu yakin. “Bagaimana kalau Papi cancel pulang?” “Ya, simpan saja kuenya. Kita berikan saat Papi sudah pulang.” “Apa—“ “Stop, please... kamu cerewet sekali!” Delica mencebik kesal