Perjalanan pulang terasa hangat. Wangi hujan tipis masih menggantung di udara, dan lampu kota menciptakan bayangan lembut di wajah Jenia. Sesekali mereka saling berbagi senyum, atau Farlan menggenggam tangannya secara refleks, membuat tubuh Jenia bergetar kecil karena perasaan nyaman. Sesampainya di apartemen Jenia, ia terkejut. Lantai ruang tamu diterangi lilin-lilin kecil yang berkelap-kelip, menimbulkan suasana hangat dan intim. Jenia menelan ludah, matanya membelalak. “Farlan… ini… kamu nggak harus repot-repot begini.” “Siapa yang repot? Aku cuma minta bantuan si mbak pelayanmu,” Jawab Farlan sambil menyelipkan helai rambut yang jatuh di pipi Jenia ke telinga. Jenia tertawa, memeluk Farlan erat. “Kamu ini, kejutannya nggak habis-habis,” Farlan tersenyum, “Aku hanya melakukan hal

