Chapter 3

1134 Kata
Felica membuka kedua matanya, aroma khas hewan melata tercium di indera pencumannya. Tubuhnya masih terasa lemah dan tidak bertenaga. Mengerjapkan mata, wanita itu membiaskan cahaya masuk ke dalam matanya. Langit-langit dengan lukisan wajah seseorang, Felica mencoba memfokuskan pandangannya dan ia melihat wajahnya sendiri terlukis di langit-langit ruangan itu. Mengernyitkan dahi, Felica baru menyadari jika dirinya masih hidup. Felica mencoba menggerakkan jemari lentiknya, tetapi sia-sia. Ia merasa begitu lelah dan matanya tidak terasa berat. Suara langkah kaki terdengar mendekati kamar miliknya saat ini, Felica berusaha untuk menggerakakn jemarinya, tetapi gagal. Jantungnya mulai berdegup kencang, ia takut jika itu adalah anak buah Salvador. Pintu terbuka menampilkan seorang lelaki bersurai putih dengan pakaian hitam tanpa lengan. Di tangan kanannya terdapat sebuah tatto berwarna hitam. Felica membulatkan kedua matanya saat melihat wajah lelaki itu. Kombinasi antara White dengan dirinya, jantung Felica semakin berdegup kencang saat lelaki itu mendekatinya. "Mommy, aku senang akhirnya kau sadar," ujar lelaki itu dengan senyum menghiasi wajahnya. 'Mommy? Apa maksud lelaki itu?' batin Felica mencerna kalimat lelaki tampan yang tersenyum ke arahnya. Felica memperkirakan jika usia lelaki itu setara dengan Salamander atau Salazar. Bola mata Felica bergulir ke arah sofa dan mendapati seseorang yang sangat ia kenali. "Prince, bagaimana keadaan Ibumu?" tanya White yang tiba-tiba saja sudah duduk di sofa dekat dengan ranjang Felica. "Aku sedang memeriksanya," jawab lelaki bernama Prince itu. White bangkit berdiri lalu mendekat, ia naik ke atas ranjang dan mengecup kepala Felica dengan lembut. Felica melihat ke arah White yang tersenyum lembut ke arahnya, ia memberikan senyuman kepada White karena telah membuatnya tenang dari orang asing yang sedang memeriksa tubuhnya. "Aku akan kembali menyuntikkan racun milikku, dengan begini racun si b******k itu akan hilang sepenuhnya,"  ujar Prince sambil menyuntikkan racun miliknya lewat pergelangan tangan Felica. "Apa Felica akan baik-baik saja?" tanya White yang terlihat khawatir menatap Prince. "Seratus persen baik-baik saja, Daddy, sebaiknya hangatkan tubuh Mommy. Fase penyembuhan membutuhkan waktu tiga hari, temperatur tubuhnya akan selalu berubah-ubah dan itu sedikit mengkhawatirkan," jawab Prince, sambil mengecup punggung tangan Felica. "Apa kau mengejekku? Aku tidak bisa menidurinya!" desis White, menatap tajam putra bungsunya. "Apa karena itu Daddy memberikan misi itu untukku, agar Daddy bisa menikah dengan Mommy?" tanya Prince sambil tersenyum penuh kemenangan. "Jika kau sudah tahu, enyalah dari sini," Prince menggelengkan kepalanya, ia ikut naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Felica. Dengan sikap manja, Prince memeluk tubuh Felica dan mengabaikan tatapan White yang ingin sekali mengulitinya. Sedangkan Felica hanya bisa diam sedari tadi, ia tidak tahu apa yang terjadi padanya saat ini. Menghembuskan napas kasar, White lebih memilih mengalah pada putra bungsunya. Tidak ada salahnya jika Prince dekat dengan Felica, karena Prince adalah putranya dengan Felica.          Dracania Prince Snake, ia terlahir saat kandungan Felica berusia empat bulan dan sedang mengandung Salazar. Nero menyuntikkan benih milik White dalam rahim Felica saat wanita itu dinyatakan tengah mengandung. Benih yang sudah sedemikian rupa Nero rubah agar menjadi manusia, meskipun akan ada gen ular yang tidak dapat hilang. Dan tepat saat empat bulan Prince terlahir tanpa diketahui siapa pun termasuk Felica yang ia buat tidak sadarkan diri. White membawa pergi Prince untuk di besarkan dalam laboratorium miliknya yang hanya diketahui dirinya, Nero, dan juga para kloningan yang ia buat untuk menjadi bawahannya. White dan Prince mengetahui jika Felica sama sekali tidak bisa bergerak, wanita cantik itu hanya merespon dengan matanya yang sesekali bergerak menatap ke arah White dan Prince. Tangan jahil Prince mulai menekan pipi Felica yang terasa lembut di telunjuknya. Sejak lahir Prince selalu berada dalam laboratorium milik White, ia di ajari dengan sangat baik dan penuh kasih sayang oleh White. Namun, saat ia beranjak remaja ia merasa kekurangan, ia tidak mendapatkan kasih sayang seorang ibu yang orang lain rasakan seperti di buku-buku yang ia baca. Prince sempat berpikir ibunya telah membuang dirinya dan juga White, hingga mereka berdua tidak pernah keluar dari hutan yang berada di sekeliling laboratorium milik White. Meski ia tidak begitu kesepian karena kakak-kakaknya yang berwujud ular selalu menemaninya sepanjang waktu, Prince Tetap merasa kekuarangan seseorang yang ia harapkan. Masa-masa mengerikan ia lewati di bawah bimbingan White hingga beranjak dewasa. 'Jika kau ingin melihat Ibumu, maka kau harus menjadi kuat!' itulah yang dikatakan White padanya, sehingga Prince berusaha keras di bawah bimbingan Ayahnya yang tanpa ampun menghajarnya. Prince tersenyum saat mengingat masa-masa itu, ia memeluk tubuh Felica dengan erat merasakan temperatur tubuh Felica yang mulai menurun. Felica yang merasa kehangatan dari pelukan Prince mulai merasa mengantuk, ia kembali jatuh terlelap dengan napas yang mulai teratur. White bangkit berdiri dengan sebelumnya mengecup kening Felica, Prince mengamati Ayahnya yang terlihat tidak rela meninggalkan Ibunya. "Daddy ingin pergi?" tanya Prince. "Ada sesuatu yang harus aku urus, aku serahkan kesehatan Felica padamu," ujar White sambil memakai jubah hitam dan sebuah topeng menutupi wajahnya. "Hector," panggil White, sebuah bayangan hitam masuk ke dalam ruangan lalu membungkuk hormat ke arah White. "Yes, Master." "Jaga Prince, jangan sampai membuat ulah dan membunuh orang lain dengan sembarangan," titah White. "Dad, Hector adalah bawahanku!" "Aku yang membuatnya, jadi jangan berbuat sesukamu. Saat ini Felica dalam keadaan kritis, kau harus menjaganya atau kau ku buat tidak akan pernah lagi bertemu Ibumu," jawab White yang langsung menghilang dari tempatnya berdiri. "Ck, menyebalkan, Daddy pikir aku masih anak kecil!" gerutu Prince sambil mengacak kasar rambutnya. "Kau memang masih kecil, kau saja belum beranjak remaja," timpal Hector yang langsung saja membuka jubah hitam dan juga topeng miliknya. "Kau membuatku kesal, Hector." "Aku tidak peduli, lebih baik kau cepat-cepat beranjak dewasa seperti kakak-kakakmu itu,"  jawab Hector sambil menunjuk ular-ular yang mulai memasuki ruangan. "Mereka lahir terlebih dahulu dariku," jawab Prince sambil memasang wajah masamnya. Untuk usia ular, Prince memanglah masih belia dari ular-ular lainnya. Namun, otak jenius milik Felica menurun padanya. Sifatnya yang kekanak-kanakan masih menunjukkan jika ia pun belum beranjak remaja, meski dalam usia manusia ia sudah tumbuh dewasa. Prince sangat menyukai permainan kematian, permainan yang membuat lawannya terlihat seperti boneka yang menari-nari di telapak tangannya. "Sebaiknya kau jangan berisik dan selimuti tubuh Mama dengan selimut," jawab Hector sambil berlalu keluar ruangan. Prince berdesis sambil menjulurkan lidahnya, Hector sudah seperti seorang kakak untuknya yang selalu saja mengatur dan melarang apa yang tidak boleh ia lakukan. Prince adalah lelaki yang bebas, ia tidak suka terkekang, karena itu Prince harus di awasi selama dua puluh empat jam. Setelah menutup tubuh Felica dengan selimut, ia mengambil sampel darah Felica untuk ia tes apakah racun miliknya berhasil atau tidak.  "Aku akan kembali setelah meneliti darahmu, Mommy." Ujar Prince sambil mengecup kening Felica dan meninggalkan Felica yang terlelap. Sepeninggalan Prince seorang bersurai putih lainnya dengan sebuah tatto menghiasi mata, memasuki ruangan dan mengunci pintu. Pria itu menoleh ke arah Felica dan menyeringai, ia berjalan mendekat lalu duduk di tepi ranjang dengan tangannya yang mengelus wajah Felica. "Ahh, Felicaku sayang. Akhirnya kita bertemu dalam wujudku yang seperti ini, dengan ini kau juga bisa menjadi milikku!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN