Fera keluar dari kamar mandi setelah beberapa jam di dalam. Rambut dia gulung menggunakan handuk atas kepalanya. Masih sama memakai baju tidur bergambar Doraemon.
Dia bergabung duduk di samping sofa suaminya yang sedang mengerjakan beberapa pekerjaan kertas berserakan atas meja ukuran medium.
Sementara notebook dia taruh di pangkuan sambil mengetik sesuatu. Lalu bagaimana dengan Fera duduk di sampingnya bukan karena coba sok dekat dengan suami jelek ini. Cuma dia kepo saja sih sama pekerjaan suaminya itu.
Curi-curi diam melirik layar monitor notebook ukuran mini itu. Terus berpindah melirik wajah suaminya masih fokus depan layar tersebut.
"Serius banget sih, memang pekerjaan itu penting banget, ya? Omong-omong aku mau tanya nih!" Fera mulai berbasa-basi dalam keadaan suara rintihan hujan masih terdengar di atas genteng rumah sederhana itu.
"Tanya apa?" sahut Chandra masih fokus sama grafik di depan monitor.
"Soal di kafe tadi, maksudnya kau itu apaan? Pakai acara kasih spesial minuman juice ke aku?" Fera bertanya melepaskan handuk di kepalanya. Rambut basah telah mengering sendiri.
Aroma sampo tercium oleh Chandra, dia melirik tingkah istrinya mengeringkan rambut dengan gosok handuk yang basah itu. Jenjang leher putih mulus terpampang jelas oleh penglihatan lelaki berewok ini.
Chandra mengalihkan pandangan ke depan layar notebook, dia harus menahan sensasi gairah buat dirinya tidak bisa menahan lebih lama. Sudah satu Minggu dua hari pernikahan dengan wanita manja ini sampai kapan dia menahan tidak menyentuh tubuh istrinya.
"Kok nggak dijawab? Please deh, jangan buat aku Kegeeran terus dari kemarin-kemarin atas perhatianmu! Terus aku heran kenapa pelayan ada di Kafe itu sebutin kau itu Pak? Bukannya kau itu hanya..." Fera mengipas rambutnya secara kasar sehingga sisa air dari rambut yang basah mengenai wajah Chandra.
Fera menatap suaminya penuh curiga, memang dia tidak peduli dengan privasi suami jelek ini, penampilan saja sudah buat dirinya merinding seram. Walau mendadak menikah karena perjodohan dari orangtuanya.
"Jangan-jangan kafe itu milikmu? Eh... tapi nggak mungkin deh, kalau milikmu terus..." Fera kayak percaya nggak percaya kalau kafe itu benar milik suaminya sendiri sering dia datangi.
Kalau pun dia percaya atau tidaknya pun tetap saja belanjaannya tidak pernah habis deh asal penampilan dan perawatan serta kesombongan harus di nomor satukan.
"Ya sudah lanjuti saja kerjaanmu... Aku mau tidur dulu, suhu udara dingin karena hujan efek mengantuk pun kembali menjemput," omelnya.
Suara petir tiba-tiba meledak buat jantung Fera berdegup kencang karena terkejut. Belum lagi lampu tiba-tiba mati total dan dalam rumah gelap hanya diiringi cahaya dari notebook milik Chandra.
Fera posisi duduk terdiam mencoba menyentuh sesuatu, sedangkan Chandra masih fokus layar monitor di depannya. Merasa ada tangan meraba-raba, dia tahu istrinya mencari sesuatu.
"Chan, masih di sini, kan?" Fera bersuara. Karena gelap dia tidak bisa melihat sekitar.
"Iya aku masih di sini, tunggu sebentar ya. Aku ambil lilin dulu," sahutnya berdiri meletakkan notebook atas meja medium itu.
"Eh, ikut!" Fera menarik tangan suaminya. Chandra terdiam menuntut istrinya menemani dirinya mengambil lilin tersebut.
Fera melirik ke belakang samping kiri kanan. Bukan karena apa, takut tiba-tiba ada hantu di kegelapan muncul apa dia tidak mati berdiri.
Chandra menyalakan api di lampu minyak, si Fera mengapit lengan suaminya. Chandra senyum dalam diam ditutupi oleh gelap. Dia senang kalau istrinya penakut bukan karena ini kesempatan untuk hubungan.
"Temani aku tidur yuk!" rengek Fera meminta suaminya tidur di kamar milik mereka berdua.
"Kenapa? Aku di sini tidak akan ke mana-mana," ucap Chandra.
"Iih... Dasar suami nggak peka, aku takut kalau tidur gelap begini! Kalau ada sesuatu dekati diriku bagaimana! Kau, kan, suamiku! Temani aku tidur!" cetusnya getir pengin menangis di depan suami kalau perlu.
"Tapi—"
"Nggak ada tapi - tapi lagi, yuk! Sudah mengantuk nih!" Desak Fera, dia benar takut kalau tidur keadaan gelap apalagi mati lampu belum lagi suara petir mengerikan.
"Ya sudah, aku bereskan dulu berkas-berkas ini. Kau bisa ke kamar dulu—"
"Aku tunggu di sini!"
Helaan napas dari Chandra benar buat dia harus menahan sabar karena manja istrinya. Mungkin sudah waktunya dia menunda pekerjaan dalam situasi membahayakan.
Di kamar Fera cepat - cepat naik atas ranjang medium menyelimuti tubuhnya hingga leher. Sedangkan Chandra bersiap untuk tidur di samping istrinya.
"Kau mau ngapain?" tanya Fera ketus.
"Tidur, kan?" jawabnya.
"Tidur di bawah, masa tidur di sini. Nggak mau! Seram sama bulu tebalmu!" ejeknya, Chandra pun menuruti saja diambil selimut tebal sebagai alas tidurnya.
Fera pun tidur dengan nyaman tanpa ada yang mengusik kembali, Chandra tidur menyamping menatap atas ranjang di mana istrinya posisi menghadap arah pintu kamarnya.
Pukul 02.00 dini pagi lampu belum juga datang, kemungkinan trafo meledak atau pohon tumbang karena beberapa petir halilintar pekak telinga.
Dia (Chandra) bangun dari posisi tidurnya. Kemudian menatap wajah istrinya tidur begitu pulas sehingga selimut melekat di badannya pun tidak tahu arah. Dia menarik selimut kembali tutup tubuhnya lagi agar tidak masuk angin.
Dielus - elus pipi mulut istrinya, jarak semakin dekat, kecupan singkat di bibir istrinya. Chandra menjauh takut wanita manja ini terbangun oleh perbuatan tanpa seizin darinya.
Fera mengusap-usap bibirnya karena geli oleh sentuhan bulu, dia mengira ada rambut atau debu dari mana datang mengganggu tidurnya.
"Eung... Apaan sih! Ganggu tidur saja!" Fera mengigau tidak jelas, kamar gelap kembali terang. Lampu sudah menyala kembali posisi Chandra masih menatap wajah istrinya dalam keadaan tertidur.
Dia mengambil selimut tebal yang tadi alas untuk tidurnya lalu keluar dari kamar miliknya sekali-kali melirik istrinya lagi. Pintu tertutup rapat, Chandra kembali posisi tidur di sofa ukuran pas-pas tubuhnya.