Part-2

926 Kata
"Mas dari mana saja?" todong Putri saat Alan baru saja sampai di rumah. "Apa kamu tidak lihat, aku baru saja sampai?""Mas, aku tidak pernah mempermasalahkan kedekatanmu dengan Luna, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya, Mas ....""Punya hak apa kamu mengaturku?!""Mas lupa, aku ini istri Mas?" meskipun ada rasa ingin menangis, tetapi Putri menahannya. Jangan sampai Alan menganggapnya lemah. "Tapi bukan berarti kamu harus mengaturku. Kamu tahu, Luna satu-satunya wanita yang aku cintai. Aku pernah merasakan hidup tanpa dia, dan kamu tahu?! Rasanya hampa! Di sini hampa rasanya!" jawab Alan sambil menunjuk dadanya dengan jarinya sendiri. Kalah. Putri kalah. Air mata itu memaksa untuk keluar. Dan ia tak mampu lagi membendungnya. Wanita mana yang tidak sakit hati ketika suaminya terang-terangan mengatakan bahwa dia mencintai wanita lain di depan matanya sendiri. "Itu semua karena Mas yang tidak mau berusaha melupakannya. Mas yang tidak mau mencoba membuka hati untukku." "Aku tidak mau dengar apa pun lagi. Terserah kamu! Bertahan di sisiku, berarti kamu harus rela untuk tidak menjadi prioritas utamaku." Alan meninggalkan Putri dalam tangisnya. 'Tuhan, beri aku kekuatan. Beri aku ketabahan dan kesabaran. Hanya Engkau yang mampu membolak-balikkan hati seseorang. Buatlah agar suamiku mencintaiku. Buatlah agar dia bisa terlepas dari masa lalunya. Aamiin.' *** Putri memencet bel sebuah apartemen, dengan kemantapan hati yang ia dapat semalam. Ya, siang ini Putri sedang berada di depan pintu apartemen Luna. Ia sudah bertekad untuk meminta Luna agar menjauhi Alan secara baik-baik. Tak lama, pintu terbuka. Munculah Luna dengan baju seksinya. "Kamu?! Ada perlu apa kamu datang ke sini?" tanya Luna dengan nada sinis. "Boleh saya masuk?" "Apa ada hal penting?" "Sangat. Sangat penting." Luna menggeser tubuhnya, ia memberi jalan kepada Putri agar Putri bisa masuk ke dalam. Tanpa dipersilakan, Putri duduk di salah satu sofa yang berada di ruang tamu apartemen Luna. "Hal penting apa yang ingin kamu bicarakan?" "Tentang suami saya." Putri langsung menjawab pertanyaan Luna dengan tegas. "Suami kamu? Pacarku? Orang yang teramat mencintaiku?" "Anda wanita. Saya pikir, Anda memiliki empati sebagai sesama wanita." "Empati?! Berbicara empati, harusnya kamu yang memiliki empati. Aku rasa, kamu tahu jika kami saling mencintai. Kenapa tidak kamu saja yang mundur untuk berempati kepadaku sebagai sesama wanita?!" Luna memang wanita yang berwatak keras. Tidak ada satu pun yang bisa menghalangi ketika ia memiliki keinginan. "Tapi di sini, sayalah istri sah Alan. Dan saya akan memperjuangkannya. Karena bagi saya, pernikahan itu sakral. Bukan untuk dipermainkan." Jika Luna keras, Putri adalah wanita yang tegas. Ia tidak akan mudah menyerah, jika memang dirinya benar. "Ya sudah, berarti kamu harus rela menjadi yang nomor sekian dari Alan. Karena aku yakin, hanya aku yang menjadi prioritas utamanya." "Jadi Anda tidak akan berhenti?! Anda akan tetap menjadi benalu dalam rumah tangga saya?" "Kenapa harus berhenti?! Aku juga berhak memperjuangkan perasaanku." "Tidak akan malu, jika nantinya Anda akan disebut pelakor?!" "I don't care. Dan aku rasa, kamu sudah terlalu banyak bicara. Aku tidak punya banyak waktu." "Baiklah. Saya akan buktikan kepada Anda, jika Alan tidak benar-benar mencintai Anda. Dan di saat itu tiba, saya harap Anda mau meninggalkan suami saya! Berhenti mengganggu rumah tangga saya!" "Kita lihat saja! Dan jika kamu tidak berhasil, maka kamu yang harus pergi!" Tanpa menjawab, Putri pergi meninggalkan apartemen Luna. Putri sudah bertekad, ia akan mempertahankan Alan. Akan membuatnya melupakan Luna. Meskipun saat ini Alan mencintai Luna, tetapi Putri yakin meskipun sulit, jika ia mau berjuang, pasti Alan juga akan luluh. *** Satu minggu kemudian, dengan senyum mengembang di bibirnya, Putri datang ke kantor Alan. Ia ingin makan siang bersama suaminya itu. Setelah bertanya pada sekretaris Alan tentang keberadaan Alan, Putri langsung masuk ke ruangan Alan. Karena sekretaris Alan, mengatakan jika Alan ada di dalam. "Mas ...," sapa Putri begitu masuk ruangan Alan. "Kamu?! Tumben datang ke sini." Alan tampak cuek saja. Ia tetap sibuk menandatangani berkas di hadapannya. "Iya, aku ingin makan siang bersama Mas." Putri melangkah mendekati Alan. Ia berdiri di belakang kursi Alan. Kemudian melingkarkan tangannya di leher pria itu. Sesekali Putri menggoda Alan dengan mencium pipi sang suami. Namun yang digoda, tampak tidak tergoda sedikit pun. "Kamu ingin makan siang denganku, atau ingin menggodaku?" sindir Alan. "Dua-duanya. Aku tidak ingin kalah dari pelakor." Kening Alan mengernyit, "Pelakor?!" "Sudah! Lupakan saja!" Putri mengalihkan pembicaraan. Kali ini ia ingin bermain dengan halus. Ia akan berusaha agar Alan tidak marah kepadanya. Bahkan ia sedikit merubah penampilannya, meskipun Alan belum menyadarinya. Hal itu dilakukan karena ingin mengambil hati Alan. "Mau makan di mana?" "Di mana saja. Terserah Mas." "Kamu ganti parfum?" Alan mencium bau berbeda dari Putri. Saat ini Putri sedang menggandeng lengan Alan mesra hingga bau parfum menguar begitu saja ke hidung Alan. "Iya, ada teman yang menawarkan. Jadi aku coba. Mas tidak suka?" "Tidak. Aku suka." Mereka makan siang di restoran yang tidak jauh dari kantor Alan. Selesai makan siang, Alan mengantar Putri pulang. "Mas mau langsung ke kantor?" tanya Putri. "Aku akan pulang dulu sebentar." Sesampainya di rumah, Alan memarkirkan mobilnya begitu saja di depan pintu utama rumahnya. Ia turun dari mobil mengikuti Putri yang sedang berjalan menuju kamarnya. "Ada yang tertinggal di kamar, Mas?" Putri bertanya kepada Alan saat mereka sudah berada di dalam kamar mereka. "Ada. Kamu," jawab Alan dengan suara berat. Tanpa diduga, Alan mencium bibir Putri. Kemudian ia menelusuri leher jenjang istrinya dan dikecupnya. "Kamu tahu? Aku sudah menahannya sejak berada di kantor tadi." Putri tersenyum, "Menahan apa?" "Menahan gairah. Menahan rasa ingin menerjangmu tanpa ampun." "Oh, ya?!" Alan semakin merapatkan tubuh bagian depannya ke tubuh Putri. Senyum Putri makin mengembang. Langkah awalnya berhasil. Ia akan terus memerangi makhluk bernama pelakor dengan tidak memberi celah padanya sedikit pun. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN